Literasi ekonomi menjadi bahasan menarik ketika dihadapkan dengan generasi millenials. Literasi tidak hanya berkutat pada kegiatan membaca dan menulis, tapi juga analisis. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama ketika ada kasus serius yang menghantam eksisnya salah satu perusahaan yang seringkali mengedukasi “calon investornya” lewat media sosial, ilmu ekonomi menjadi sangat penting untuk diketahui para generasi millenials ini. Pasti tahu kan yang saya maksud? Investasi yang ternyata bodong dan banyak merugikan berbagai pihak.
Yang paling mengkhawatirkan adalah kebanyakan “korban” yang dirugikan adalah generasi millenial yang sedang ingin bertumbuh dan mengembangkan usahanya. Oleh karena itu saya senang sekali ketika Kemenkeu mengajak kita semua khususnya generasi millenial untuk lebih aware pada literasi ekonomi. Mengusung tema “Menerjemah Optimisme Pembangunan Indonesia Lewat Creative Financing”
Kemenkeu ingin kita tidak hanya pandai membaca dan menerima informasi perihal Creative Financing. Namun, kita juga bisa menganalisis, memilah serta memilih mana financial planner yang baik. Agar kita semua terhindar dari berbagai hal yang merugikan dan juga perilaku konsumtif.
Manusia dan Ekonomi
Manusia dan ekonomi merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sebagaimana jasad yang tak bisa terpisah dari ruh. Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan sumber daya terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Semua kebutuhan tersebut digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, namun tentu saja tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi.
Mengapa? Karena sifat manusia yang tidak pernah puas akan segala sesuatu yang dimilikinya. Sedangkan sumber daya yang ada tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan manusia tersebut. Keterbatasan sumber daya inilah yang kemudian kita kenal sebagai kelangkaan.
Manusia sebagai makhluk ekonomi dan juga makhluk sosial dituntut untuk dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki seseorang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi apa saja yang diinginkan. Lumrah dan logis sih. Karena manusia bukan Tuhan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk ekonomi dituntut untuk memiliki pengetahuan yang logis dalam memilih berbagai alternatif alat pemuas kebutuhan.
Perilaku Konsumtif Generasi Millenials
Sebenarnya saya pun juga bertanya-tanya ketika belum membaca tentang persoalan ekonomi, kok bisa ya generasi sekarang cenderung punya perilaku konsumtif? Termasuk saya sendiri tentu saja ketika saat itu masih belum menikah. Saya selalu punya kebiasaan untuk “memanjakan diri sendiri” dengan membeli barang-barang atau makanan yang saya inginkan. Meskipun sebenarnya tidak memilikinya pun tak mengapa.
Ternyata inilah efek dari era globalisasi. Era globalisasi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola konsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kita bisa melihat pengaruh globalisasi sangat mencolok tumbuh di kota-kota besar, bahkan tahun 2020 juga banyak sekali pedesaan yang juga ikut terdampak dengan era ini.
Dampak globalisasi semakin terasa setelah muncul pusat-pusat perbelanjaan dan berbagai macam barang dan jasa yang tersedia di marketplace. Hal tersebut menjadikan mudahnya memperoleh barang -barang yang beraneka ragam dan kemudahan dalam fasilitas yang lainnya. Pergeseran perilaku tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya pengadopsian nilai-nilai baru yang bersifat positif maupun negatif dari era globalisasi. Perilaku tersebut berimbas pada perilaku konsumtif pada generasi millenial.
Konsumtif merupakan kegiatan menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa bukan berdasarkan kebutuhan, melaikan faktor gengsi. Pada The Theory of The Leisure Class, Veblen menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan dorongan dan pola perilaku konsumsi masyarakat. Veblen dalam Deliarnov (2015:147) menyebutkan bahwa “Conspicious consumption of valuable goods is a means of reputability to gentlemen of leisure.”
Ketika penyebaran informasi semakin masif, dan pasar sering menawarkan berbagai macam produk yang menggiurkan, menggugah selera dan cita rasa konsumen, maka yang kemudian terjadi adalah pemanfaatan waktu senggang menjadi suatu yang mereduksi sebagai aktivitas pleasure, bersenang-senang, hedonis, dan bahkan identik dengan berbelanja. Konsumen memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok, dalam hal ini Veblen melihatnya sebagai tindakan yang bermotif bersenang-senang (leisure), sehingga mendorong seseorang untuk berlomba-lomba membeli barang-barang mewah yang digunakan untuk pamer, tidak peduli apakah barang tersebut berguna atau tidak dalam kehidupan sehari-hari. (Deliarnov, 2015: 147)
Itulah mengapa literasi ekonomi menjadi sangat penting bagi generasi millenials khususnya dan bagi masyarakat yang kurang bisa mengatur keuangan pada umumnya. Memahami bagaimana ekonomi berjalan dalam kehidupan manusia akan semakin menyadarkannya untuk menghindari perilaku konsumtif. Ini sangat penting agar seseorang mengetahui sejauh mana kemampuan finansialnya dan memilah antara kebutuhan dan keinginan.
Melek literasi ekonomi tidak hanya akan membantu seseorang mengatur keuangan dan keberhasilannya jika ia terjun dalam dunia usaha. Tapi ia juga turut andil dalam program Pemerintah untuk melaksanakan creative financing. Adanya creative financing tersebut akan menggerakkan roda besar perekonomian di Indonesia. Memulihkannya pasca pandemi setelah ada penurunan drastis. Boleh jadi kita bisa optimis dengan pembangunan Indonesia di tahun-tahun mendatang jika warga negaranya melek literasi ekonomi.
Baca Juga Review 3D Marketing
Kalau langkah teknisnya seperti apa Mbak literasi finansial itu?
kalo aku punya dana, aku lebih suka jadiin modal usaha.. itu termasuk bijak dalam ekonomi apa nggak mba?