“Serem juga ya, perasaan kita ngobrolin soal liburan ke Jogja ya cuman di grup ini. Kok bisa tiba-tiba buka Facebook, Instagram, twitter, isinya hotel di Jogja, sewa mobil di Jogja, dan sejenisnya.” Ucap seorang teman beberapa saat setelah kami berdiskusi soal rencana liburan ke Jogja di awal tahun 2020.

Keamanan Privasi dan Teori Big Data dari Seth Stephen

keamanan privasi

Pasti semua pernah mengalaminya, ketika membuka sosial media dan berselancar di dalamnya, mesin akan menampilkan iklan-iklan yang berkaitan dengan pembicaraan kita dalam sebuah group di kanal pesan instan. Atau setelah mencari barang di salah satu marketplace, iklan yang hadir ya tentang barang itu. Seolah mereka bisa membaca pikiran kita.

Bagi yang sudah tidak asing dengan pengalaman ini, tentu tahu bahwa pembicaraan kita adalah tentang big data yang sedang dikumpulkan oleh mesin pencari dan akan selalu terintegrasi dengan gawai yang kita miliki, selama ia terhubung dengan internet.

Persoalan privasi ini tentu saja sudah bukan rahasia umum ya. Kita tahu dimana sih sekarang teknologi yang bisa melindungi data-data kita sehingga tetap terjaga meskipun terhubung dengan internet?

Era 4.0 kadang membuat saya ngeri sekaligus terbantu bagaimana para pebisnis mengumpulkan big data yang kita miliki sehingga iklan-iklan yang mereka tayangkan tepat sasaran.

Ada bahasan tersendiri dari buku Seth Stephen berjudul Everybody Lies tentang social media khususnya atau internet pada umumnya. Tidak jarang kita mengalami suatu hal yang dulu saya anggap aneh seperti pada kasus-kasus yang telah saya tuliskan di atas. Itulah big data yang sedang dikumpulkan oleh mesin pencari lewat gawai yang kita miliki.

Apalagi internet sudah seperti kebutuhan pokok di dunia saat ini. Jarang ada orang yang gawainya tidak terhubung internet. Bahkan anak-anak sekalipun. Rasanya internet sudah menjadi kebutuhan primer seperti pangan, sandang dan papan.

Seseorang tidak akan bisa lagi menyembunyikan kebiasannya menonton film porno. Karena semua rekam jejak digitalnya di setiap kunjungan dari website satu ke yang lain terekam jelas di mesin pencarian. Bahkan ada yang mengatakan jika ingin menilai seseorang bagaimana kebiasannya ketika hanya ada dirinya dan internet, maka lihatlah rekam jejak digitalnya. Semua data ini tersimpan seperti memori dalam otak yang terekam jelas oleh ingatan. Data ini dijual ke korporasi yang membutuhkan data konsumen sebagai sasaran iklan mereka.

Kita benar-benar seperti “ditelanjangi” karena setiap harinya kita terkoneksi dengan big data ini. Jadi tidak heran jika ada yang mengatakan teknologi terkadang telah melanggar privasi.

Menjemput Keamanan Privasi untuk Blogger dengan Teknologi

Berbicara soal big data yang pernah saya baca di buku Everybody Lies karya Seth Stephen, saya jadi berandai-andai.

Andai ada teknologi yang bisa melindungi privasi kita ketika menggunakan sebuah perangkat, mungkin ada sisi baik yang bisa diambil. Terlepas dari iklan yang bermunculan kadang memang iklan yang kita butuhkan, namun menurut saya perlindungan data privasi lebih penting.

Sudah banyak kasus merugikan soal pelanggaran data privasi ini. Seperti tersebarnya nomor handphone kita pada pihak-pihak yang diuntungkan.

Terlebih pada tulisan-tulisan saya sebagai blogger yang terkadang tidak kita ketahui siapa dan untuk apa tulisan ini dimanfaatkan.

Pengalaman Pahit Atas Tuduhan Plagiasi

Ada pengalaman pahit juga tentang plagiarism yang tentu sangat saya hindari sebagai seorang blogger dan penulis buku. Ceritanya panjang, namun akan saya coba tuliskan sesingkat dan sejelas mungkin.

Jadi saat itu saya sedang mengikuti lomba SEO dan sempat menempati posisi page 1 kurang lebih selama 7 hari. Hari ke hari posisi semakin turun, bahkan hampir hilang dari urutan 100 besar. Namun saya tak putus asa, optimasi terus dilakukan. Hingga akhirnya stabil di posisi 30-an. Namun siang itu saya mendapat kabar bahwa tulisan saya dilaporkan atas tuduhan plagiarisme ke pihak penyelenggara.

Karena tulisannya berkaitan dengan teknis atau tutorial, tentu banyak kita jumpai hal-hal yang mirip. Apalagi sumber tulisan peserta lomba juga berasal dari sumber yang sama. Mungkin kemiripan yang ia temui itulah yang diklaim sebagai tindak plagiasi. Padahal, tanggal publish yang memfitnah saya bisa saja diganti atau diedit. Jadi seolah menampakkan bahwa dia yang menerbitkan artikel itu terlebih dahulu. Padahal, saya publish satu bulan sebelum deadline berakhir. Laporan masuk sekitar 2 minggu sebelum deadline.

Intinya sih saya dituduh melakukan perbuatan yang tidak pernah saya lakukan. Keamanan privasi akhirnya menjadi hal penting bagi saya. Hingga akhirnya datanglah kebenaran. Klarifikasi dari akun yang melaporkan. Bahwa dirinya pun juga tidak tahu menahu soal laporan itu. Hanya namanya saja dipinjam untuk melaporkan saya. Blogger tahu lah ya bagaimana sikut-sikutan di dunia SEO ini.

Karena tidak terbukti benar, sampai saat ini artikel saya yang diikutkan lomba pun masih ada, dan memang tidak seharusnya hilang dari peredaran. Karena saya memang membuat konten itu murni dari tulisan sendiri, beberapa referensi pun sudah saya cantumkan dalam artikel tersebut. Jadi saya yakin, mesin pencari tidak akan menghilangkan artikel perlombaan itu atas tuduhan yang tidak terbukti benar.

Saya jadi berpikir bagaimana kalau setiap tulisan yang kita publish dan muncul di halaman pencarian wajib mencantumkan lisensi. Jadi tidak hanya perangkat kita saja yang seharusnya punya hak untuk dijaga “ruang pribadinya”, tapi juga tulisan kita di blog. Terlebih lagi tulisan-tulisan kita yang ditampilkan di media elektronik dengan jangkauan yang lebih luas.

Jadi ketika ada tuduhan plagiasi atau berita hoax kita akan punya bukti bahwa “inilah konten aslinya.”

keamanan privasi

Blogger Butuh Wordstamp

Seperti arti dari frasa wordstamp, teknologi ini akan memungkinkan setiap pemilik situs melindungi kontennya dengan sertifikat. Jika melihat pengertian wordstamp dari blockchainmedia.id, sertifikat ini berupa stempel waktu digital yang disimpan dan disertifikasi oleh IPFS dan Vexanium Blockchain.

Misalnya kita menulis sebuah berita faktual di tahun 2021. Satu bulan kemudian ada yang menyalin tulisan kita dan mengubah datanya. Adanya teknologi wordstamp ini akan membuktikan bahwa konten asli yang kita buat di tahun 2021 tidak seperti tulisan yang telah disalin dan diubah oleh orang lain di bulan berikutnya.

Tujuan sebenarnya adalah menyatakan bahwa tulisan kita ini valid. Jika ada perubahan, wordstamp bisa mendeteksinya.

Adanya wordstamp ini akan memudahkan sekaligus membantu blogger memiliki “hak paten” dalam tulisannya. Juga bisa membantu para pembaca apakah tulisan yang sedang mereka baca dan nikmati adalah asli. Hal ini tentu meningkatkan kepercayaan pembaca blog juga. Pembaca sendiri yang akan menilai melalui pop-up sertifikat blockchain di situs web kita dan memverifikasi kapan dan bagaimana konten kita berubah.

Teman-teman bisa mencoba fitur ini untuk keamanan privasi. Selengkapnya bisa dibaca di laman Blockchainmedia.id