Menjadi diri sendiri sebenarnya adalah hal yang mudah, simple dan membahagiakan. Sayangnya ada waktu-waktu tertentu dimana saya tidak bisa menjadi diri sendiri. Seperti di kantor misalnya, hehe. Saya harus jaga image dong. Belum lagi kalau di hadapan para peserta rehabilitasi narkoba, hihi. Saya harus bersikap baik dan ngga boleh meledak-ledak seperti di rumah.

Salah satu hal membahagiakan sepulang dari kantor adalah nengokin blog saya. Menulis dan berbagi informasi lewat kanal ini. Menulis, khususnya di blog seolah sudah jadi candu bagi saya. Sepertinya sehari ngga nulis tuh rasanya ada yang kurang. Beruntung pada saat open recruitment squad blogger ODOP tahun lalu, saya bisa ikut bergabung bersama mereka. Teman-teman yang hebat dan penuh semangat. Sesungguhnya dari merekalah saya jadi semangat terus untuk nulis konten. Yang paling penting saya bahagia bisa menjadi diri sendiri dalam wadah ini.

Harapan awal bergabung dengan squad bloger ODOP sih ingin konsisten dulu dalam menulis blog. Namun ternyata dalam perjalanannya, squad bloger jadi seperti keluarga bagi saya. Saling berbagi informasi, saling tahu cacatnya blog masing-masing tapi ngga lantas menggurui. Kita open discuss setiap saat, jadi kalau ada yang ngga ngerti soal per-blogingan, langsung saja ajukan pertanyaan ke dalam grup ini, ada saja pasti jawabannya. Ngga perlu jaga image lagi, ngga perlu pula malu-malu kalau ngga paham tentang sesuatu.

Ternyata tidak hanya berlatih konsisten menulis di blog, tapi juga jadi jalan berbagi rezeki. Karena setiap ada job yang mampir di salah satu anggota squad blogger, kami jadi saling sharing. Alhamdulillah, betah rasanya berada di keluarga bloger seperti ini. Meskipun kadang sepi dari diskusi karena kesibukan masing-masing, tapi sebenarnya kami mah selalu kepikiran. Ada apa lagi ya di squad bloger ODOP?

menjadi diri sendiri

Menjadi Diri Sendiri : Membuat Landasan untuk Harapan

Saat ini kalau berbicara soal harapan, mungkin terasa sulit ya? Karena sebenarnya saya sadar, di belakang harapan untuk selalu konsisten menulis lewat squad bloger ODOP ini akan muncul penyiksaan. Aih, bahasanya serem banget ya. Tapi memang begitu kan ya, setiap harapan pasti mengandung konsekuensi yang harus dilakukan agar harapan itu bisa terwujud.

Ngomong-ngomong soal harapan, mungkin contoh yang akan saya tulis di sini agak kampungan ya. Tapi mudah-mudahan bisa menjadi jawaban bagi teman bloger, Apa hubungannya landasan dan harapan?

Jadi saya pernah membaca perihal perang Vietnam, saat itu ada banyak tentara Amerika yang ditangkap dan disandera. Karena sulitnya hidup di tempat pengasingan, banyak dari mereka yang akhirnya mati.

Menurut pengakuan Jenderal James Stockdale saat itu, tentara-tentara yang mati terlebih dahulu adalah penganut optimisme. Mereka percaya bahwa mereka akan bebas sebelum Natal, dan jika Natal lewat maka saat Hari Paskah. Jika Hari Paskah lewat, bisa keluar di Hari Pengucapan Syukur. Tapi ketika Natal datang kembali mereka akhirnya menjadi kehilangan harapan dan mati. Kalau begitu, apakah harapan yang menyebabkan mereka mati?

Apakah harapan saya untuk menulis konsisten ini menyiksa? Apakah ini bukan bagian dari menjadi diri sendiri?

Saya tidak setuju kalau dikatakan harapan lah penyebab kematian tentara yang disandera itu. Karena orang-orang itu memeluk optimisme yang tidak berlandaskan apapun, bukannya harapan. Sebenarnya, apa yang mereka pikirkan itu hanyalah pelarian diri dari kenyataan. Suatu waktu, masyarakat kita dipenuhi dengan penganut optimisme. Meyakini bahwa ekonomi sosial akan mendapatkan kejayaannya kembali dan memercayai bahwa titik kesuksesan sudah ada di depan mata.

Alasannya karena sudah membawa banyak kiat sukses dari buku-buku inspiratif. Tapi nyatanya, semua serba membeku, tidak berjalan sama sekali. Keyakinan waktu kecil yang mengatakan bahwa usaha akan membuahkan hasil yang terbaik, dibenahi lagi artinya menjadi ‘usaha terkadang membuahkan hasil yang terbaik’. Akhirnya, harapan pun harus dipendam.

Duh, ini kenapa jadi dalem banget ya bahasannya? Hehe.. Tapi teman bloger harus tahu bahwa harapan itu harus ada. Termasuk harapan saya untuk bergabung menjadi salah satu bagian dari squad bloger ODOP ini. Karena harapan itulah yang akan menjadi parameter kita harus berjalan kemana dan sejauh apa.

James Stockdale yang berhasil hidup selamat, mengambil jalan untuk menghadapi kenyataan dan mengerjakan hal-hal yang bisa dikerjakan saat itu. Sama halnya dengan harapan kita, harapan teman bloger yang ikut bergabung bersama squad bloger ODOP mungkin ada satu atau dua hal yang tidak terwujud. Hal itu wajar, dan beberapa orang menyebutnya memang menyakitkan karena harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, bukankah kita sendiri yang menentukan apakah hal yang tidak sesuai harapan itu akan menyakitkan, sia-sia, atau bisa kita ubah menjadi hal-hal yang menyenangkan.

Kalau saat ini saya tidak bisa konsisten untuk menulis konten setiap hari, maka saya bisa merasakan rasa tidak enak karena kecewa tidak mencapai target itu dengan berusaha lebih keras. Bukannya menyalahkan harapan saya yang mungkin terdengar mustahil menulis konten 1000 kata setiap hari lengkap dengan gambar atau ilustrasi 🙂

Seperti halnya tubuh yang tidak akan kurus kalau makannya empat kali dalam sehari. Jika ingin memiliki harapan maka carilah cara yang tepat. Lalu, jika kita merasa sudah cukup melakukan pemeriksaan terhadap cara itu maka kita bisa menahan rasa tidak enak yang sudah menjadi kompensasinya. Kalaulah harapan teman bloger untuk bergabung dalam sebuah komunitas belum terwujud, maka jangan merasa tersakiti atau sia-sia, karena mungkin kita belum mampu menciptakan landasan yang tepat untuk harapan itu sendiri.

Buktinya ketika saya pada akhirnya tidak bisa menulis setiap hari, namun saya mendapatkan keluarga baru, teman baru, pengalaman, serta tentu saja ilmu baru perihal blogging. Lebih lagi kebahagiaan karena bisa menjadi diri sendiri. Jadi, apa nih harapan teman bloger untuk bergabung bersama komunitas blogging yang teman-teman punya? Sudahkah teman-teman menjadi diri sendiri ketika bergabung dalam sebuah komunitas? Sudahkah harapan itu sesuai dengan kenyataan saat ini? Bolehlah sharing pengalamannya di kolom komentar 🙂