Ini tuh semacam akar gigi yang tumbuh nembus gusi gitu Bu.. baiknya sih dicabut agar giginya bisa tumbuh bagus dan tidak merusak gusi atau ada juga malah yang sampai bikin sariawan atau bikin mulut perih – tutur dokter gigi di klinik kala itu.

Saya yang ngga pernah ke dokter gigi, udah ngebayangin yang ngga-ngga aja tuh waktu itu. Tapi karena saat itu saya harus melakukan perawatan akar gigi lebih lanjut ke dokter spesialis konservasi gigi, mau ngga mau harus sering-sering nyambangin dokter gigi, sekalian konsultasi apa yang dialami oleh Isya.

Ternyata ya ngga semengerikan itu sih hehehe.. sepertinya saya sudah terpapar banyak berita buruk soal dokter gigi yang ini itu. Padahal masih banyak dokter gigi yang kompeten dan komunikatif kok. Contohnya dokter gigi yang saya kunjungi beberapa bulan belakangan.

Yang Penting Anak Kenal Dokter Gigi Dulu

periksa ke dokter gigi

Saat itu, dokter gigi umum tempat saya meminta rujukan agar bisa ke dokter spesialis konservasi gigi memberi saran agar saya mengajak Isya untuk berkenalan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan apapun.

Proses pengenalan memang butuh waktu dan energi yang tidak sedikit, apalagi kalau BPJS, ya memang harus mau antri dan menunggu kan. Tapi alhamdulillah proses saya mengenalkan Isya pada dokter gigi tidak sia-sia.

Pertemuan pertama saat saya harus berkonsultasi pertama kali, saya menunjukkan pada Isya bahwa duduk di kursi dokter gigi itu sama sekali ngga sakit lho. Isya juga menyaksikan bagaimana gigi saya ditambal, dibersihkan, bahkan saat saya harus melakukan rontgen gigi sekalipun, Isya melihat prosesnya. Karena memang ngga sakit sama sekali, Isya jadi tidak takut atau khawatir.

Nah pertemuan ketiga nih, saya membawa Isya pada dokter gigi lagi. Kali ini bukan untuk melihat atau menemani saya. Tapi karena sudah “kenal” dan tahu apa yang harus dilakukan, jadi kunjungan kali ini khusus untuk memeriksakan Isya dan apa yang harus dilakukan selanjutnya setelah perkenalan.

Pengalaman Pertama Anak Cabut Gigi

pengalaman pertama anak cabut gigi

Saat melihat perkembangan “akar gigi” yang menembus gusi atas dan sekarang jadi lebih parah karena gigi atas terdesak oleh gigi yang sebentar lagi akan tumbuh, saya langsung membuat keputusan untuk segera dilakukan tindakan, kalau bisa sih.

Alhamdulillah ketika dokter memeriksa, benar saja, gigi itu harus segera dicabut. Untungnya masih gigi susu ya, karena kalau sudah jadi gigi permanen, bakal susah untuk mencabutnya.

Pertama kali saya menjelaskan kondisinya setelah satu atau dua bulan tidak mengajak Isya ke dokter gigi, saat itu drg Inas sudah memahami kekhawatiran saya. Lalu dengan sigap mengajak ngobrol Isya yang tentu saja saya yakin dia nervous atau bahkan sedikit takut meskipun sudah beberapa kali diajak ke dokter gigi.

Ya siapa sih yang ngga deg-degkan kalau giginya mau dicabut?

Drg Inas saat itu dengan bahasanya “kita simpan yuk giginya, biar bisa ganti gigi yang lebih cantik”. Jadi beliau tidak mengatakan sama sekali persoalan cabut mencabut gigi di depan anak saya. Jadi Isya ngga terpikir aneh-aneh gitu lho. Alhamdulillah, bersyukur banget lah bisa dapat dokter Inas di faskes 1 BPJS ini hehehe..

Sambil mempersiapkan kursi, Isya juga diajak ngobrol, kelas berapa? Apa warna kesukaannya? Apa film favoritnya? Liburan ngapain aja? Sampai akhirnya Isya enjoy, dan duduk di kursi dokter gigi tanpa saya pegangi (di awal perjanjian sebelum berangkat ke dokter, Isya bilang saya harus memeganginya selama dokter melakukan tindakan apapun).

Dokter Inas juga tidak serta merta langsung melakukan tindakan ya, tapi beliau juga menjelaskan pada Isya dengan bahasa anak-anak tentunya, bahwa gigi yang sudah rusak sebaiknya memang tidak dipertahankan. Intinya gitu lah ya.

Isya juga diberi informasi terlebih dahulu bahwa setelah ini ia harus menggigit kasa yang diberikan dokter Inas. Beliau menjelaskan;

“Rasanya nanti dingin dek, tahan dulu yaa, sebentaaaar aja kok.”

Nah, saat proses pencabutan gigi itulah saya yang merasa “wah ini bakal sakit nih, isya nangis ngga ya..”

Ternyata tidak sama sekali. Sambil ngobrol (untuk mengalihkan perhatiannya Isya agar tidak fokus pada gigi yang mungkin nanti muncul rasa sakit atau tidak nyaman), dokter Inas dengan cekatan membersihkan dan yang paling terakhir mencabut gigi bagian atas yang kalau dibiarkan akan merusak dinding mulut atas. Alhamdulillah, ngga sampai 10 menit dokter Inas langsung bilang :

“Nah, udah nih Dek, giginya udah lepas, kita buang aja yah? Soalnya jelek.. yang cantik mau tumbuh..” 

Isya agak kaget juga, “lho? Udah?” wkwkwkw lucu banget ekspresinya. Sambil terus menggigit kain kasa untuk mencegah perdarahan. Isya hanya merasa tidak nyaman saja karena darahnya mungkin ada yang tertelan atau dia ngga mau menutup mulut karena kasanya masih digigit emang wkwkw. 

Sebelum kami beranjak, dokter Inas juga memberikan hadiah kecil pada Isya, yaitu stiker princess. Untuk Isya, hadiah itu sangat berharga ya teman-teman. Apalagi diberikan oleh dokter yang menurut dia sebelumnya adalah sosok yang ditakuti. Tapi dapat hadiah dari dokter membuatnya bangga lho.

Pulang dari Dokter Gigi dengan Hati Bahagia 

Setelah mengucapkan terimakasih pada dokter Inas, kami berpamitan dan segera menuju toko terdekat. Karena kata dokter Inas, kalau anaknya ngga apa-apa makan es krim, sebaiknya makan es krim setelah 30 menit dari pencabutan gigi. Semata untuk mempercepat pembekuan darah, sehingga tidak terjadi perdarahan terus menerus.

Tapi sampai 20 menit sih aman ya, darahnya sudah berhenti, hanya tersisa sedikit saja mungkin di kain kasa. Sebenarnya ngga apa-apa juga kalau tidak makan es krim, tapi karena sudah janji ya akhirnya saat itu Isya 30 menit setelah keluar dari ruang dokter, Isya makan es krim deh. 

Tak lupa kami menyatakan rasa bangga dan terimakasih pada Isya karena berhasil melalui tantangan pertamanya di dokter gigi. Isya juga bahagia karena berkali-kali meminta fotonya dengan dokter Inas dikirimkan ke ammahnya (tantenya) dan juga beberapa gurunya di sekolah. Menunjukkan bahwa : ini lho aku sudah berani ke dokter gigi. Wkwkwk lucu banget lah ni bocah.

Alhamdulillah ternyata ke dokter gigi tidak semengerikan itu. Hal ini benar-benar pengalaman pertama saya sebagai seorang Ibu yang dari kecil ngga pernah ke dokter gigi karena takut dan minim edukasi banget sih.

pengalaman anak cabut gigi

bersama dokter gigi Inas yang ramah, komunikatif, dan menyenangkan (foto diambil setelah mendapatkan izin dari dokter yaaa)

Untuk selanjutnya, sepertinya kami bakal sering-sering ke dokter gigi deh, minimal 6 bulan sekali, entah itu untuk scalling atau apa saja yang penting Isya terbiasa untuk memeriksakan giginya ke dokter, jangan seperti Emaknya yang penakut ini.

Oh iya saat saya mengunggah foto Isya dengan dokter Inas di whatsapp story, banyak juga nih teman-teman yang bertanya, dokter Inas dimana sih? Nah, kebetulan Faskes I kami di Klinik Sumba Husada, belakang RSI Aisyiyah, Jalan Sulawesi, Kota Malang. Tidak hanya dokter gigi Inas, ada juga dokter gigi satunya yang juga menangani sakit gigi saya beberapa bulan lalu dan pertama kalinya Isya bertemu dengan dokter gigi. Jadi, dua duanya menurut saya dokternya enak semua. Ramah, komunikatif, ngga pelit ilmu, enak lah diajak ngobrol dan konsultasi.

Jadi untuk teman-teman yang ingin bertemu dengan dokter yang sekooperatif dan seramah beliau berdua itu, bisa lho pindah Faskes 1 ke Klinik Sumba Husada. Manfaatkan BPJS dengan sebaik-baiknya untuk pencegahan daripada pengobatan, hehehe..

Semoga artikel ini bermanfaat yaa!