Baca ini seolah mengingatkanku pada zaman baheula. Zaman baru memasuki dunia per”hijrah”an. Dulu, dunia hijrah ini tidak se-hype sekarang, hehe.. dimana seolah hijrah adalah trend pemuda pemudi masa kini.
Aku pun pernah memasuki fase yang sama, seperti yang dialami mbak Esty.
Namun Alhamdulillah sudah bertaubat dari fase itu menuju fase yang lebih lapang lagi menerima perbedaan.
Memang benar, seseorang yang tengah menimba ilmu itu akan melewati beberapa tahap.
Tahap pertama adalah tahap baru mengetahui permukaannya saja. Ironisnya, banyak orang-orang melewati fase ini terlalu lama. Fase anak TK kalau kata ustadz saya. Hehe. Karena pada fase ini dia merasa hanya dirinya lah yang paling benar, dalam hal ini hanya golongannya saja yang benar. Yang lain engga.
Lalu fase kedua, dia mulai merasa bahwa dirinya ini kerdil. Tak punya apa-apa sehingga dia harus semakin giat dalam menggapai ilmu.
Lalu fase ketiga, fase paling tinggi yang biasa disebut dalam peribahasa, padi semakin berisi semakin menunduk. Begitu juga orang berilmu, semakin berisi semakin tawaddhu’ dan merasa ilmunya ini tidak ada secuilpun dari ilmu yang Allah punya. Sehingga tidak ada sedikitpun sesuatu yang perlu dibanggakan dari keilmuannya, meskipun ia sudah menempuh perjalanan puluhan tahun untuk mendalami sebuah cabang keilmuan.
Pas banget, ustadz saya juga akhir-akhir ini seringkali membahas soal hijrah yang lagi ngetrend ini. Bukannya nyinyir sih, tapi hijrah yang dimaknai taubat ini seolah membenarkan mereka untuk bersikap tidak baik pada selain golongan mereka.
Keilmuan mereka tidak diikuti dengan adab yang baik. Semakin ngaji, semakin pedas lisannya pada sesama.
MasyaAllah..
Buku ini menjawab kegundahan ukhti-ukhti sekalian yang ingin terus berjalan menuju kebaikan, terus ingin bertaubat ikhlas karena Allah. Hijrah bukan karena trend, bertaubat bukan karena jodoh, namun karena Allah semata.
Tidak, sungguh tidak ingin menakuti siapa saja yang ingin “hijrah” , kalau kata mba Esty mulailah melangkah terlebih dahulu dalam hijrah. Barulah menaruh harap diantara ketakutan bukan berdiam dan tetap takut pada imajinasi atau prasangka yang dibayangkan.
Namun Alhamdulillah sudah bertaubat dari fase itu menuju fase yang lebih lapang lagi menerima perbedaan.
Memang benar, seseorang yang tengah menimba ilmu itu akan melewati beberapa tahap.
Tahap pertama adalah tahap baru mengetahui permukaannya saja. Ironisnya, banyak orang-orang melewati fase ini terlalu lama. Fase anak TK kalau kata ustadz saya. Hehe. Karena pada fase ini dia merasa hanya dirinya lah yang paling benar, dalam hal ini hanya golongannya saja yang benar. Yang lain engga.
Lalu fase kedua, dia mulai merasa bahwa dirinya ini kerdil. Tak punya apa-apa sehingga dia harus semakin giat dalam menggapai ilmu.
Lalu fase ketiga, fase paling tinggi yang biasa disebut dalam peribahasa, padi semakin berisi semakin menunduk. Begitu juga orang berilmu, semakin berisi semakin tawaddhu’ dan merasa ilmunya ini tidak ada secuilpun dari ilmu yang Allah punya. Sehingga tidak ada sedikitpun sesuatu yang perlu dibanggakan dari keilmuannya, meskipun ia sudah menempuh perjalanan puluhan tahun untuk mendalami sebuah cabang keilmuan.
Pas banget, ustadz saya juga akhir-akhir ini seringkali membahas soal hijrah yang lagi ngetrend ini. Bukannya nyinyir sih, tapi hijrah yang dimaknai taubat ini seolah membenarkan mereka untuk bersikap tidak baik pada selain golongan mereka.
Keilmuan mereka tidak diikuti dengan adab yang baik. Semakin ngaji, semakin pedas lisannya pada sesama.
MasyaAllah..
Buku ini menjawab kegundahan ukhti-ukhti sekalian yang ingin terus berjalan menuju kebaikan, terus ingin bertaubat ikhlas karena Allah. Hijrah bukan karena trend, bertaubat bukan karena jodoh, namun karena Allah semata.
Tidak, sungguh tidak ingin menakuti siapa saja yang ingin “hijrah” , kalau kata mba Esty mulailah melangkah terlebih dahulu dalam hijrah. Barulah menaruh harap diantara ketakutan bukan berdiam dan tetap takut pada imajinasi atau prasangka yang dibayangkan.
Meskipun ada sedikit yang tidak kusetujui dalam buku ini, perihal tafsir Quran yang menurutku tidak bisa kita tafsirkan juga sesuai selera. Bagaimanapun beragama baiknya sih menggunakan dalil bukan menggunakan perasaan yang dibilang mba Esty sebagai bentuk kebaperan, hehe. Laluuu sebagai orang yang beragama kita harus tetap punya batasan sesuai Quran dan Hadits kan. Inilah batasan kita sebagai seorang muslim, agar tidak kebablasan. Bagaimanapun, memahami Quran itu juga tidak boleh berdasarkan hawa nafsu ya kan. Memahami Quran juga harus dengan guru. Orang-orang yang gagal faham akan mengakibatkan efek yang lebih fatal daripada orang-orang yang tidak mengerti. Selain harus dengan guru juga kita kan tahu Quran memiliki banyak tafsir menurut berbagai versi ulama, maka sangat tidak adil jika kita hanya memahaminya secara parsial dan tekstual. Ini yang agaknya kurang digali oleh mbak Esty. Apalagi Quran punya ilmu yang luas, bahkan Ibnu Katsir pun tidak puas hanya dengan belajar dua puluh tahun tentang Quran. Jangan sampai kita juga menjadi orang yang ‘sok tidak melabeli’ tapi nyatanya melabeli orang-orang yang memang dirinya ingin ‘berhijrah’ sesuai dengan pemahaman Quran yang mereka punya.
Tapi secara keseluruhan, konsep hijrah dalam buku ini satu jalan dengan konsep yang saya pegang. Sangat penting dan harus dibaca bagi siapapun yang baru dan sedang berhijrah (bertaubat).
Tapi secara keseluruhan, konsep hijrah dalam buku ini satu jalan dengan konsep yang saya pegang. Sangat penting dan harus dibaca bagi siapapun yang baru dan sedang berhijrah (bertaubat).
Jangan sampai, hijrah kita hanya hijrah penampilan saja. Hijrah itu berubah menjadi lebih baik lagi, baik lisan, adab dan akhlaq. Jangan sampai setelah hijrah, kita masuk ke dalam perangkap syaitan yang merubah hati kita yang semula bersih menjadi kotor karena kesombongan. Kesombongan yang menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Tidak mau menerima kebenaran selain dari golongannya serta menganggap rendah golongan lain.
Inilah yang lebih berbahaya, sebagaimana bahaya Khawarij yang disebut oleh Rasul sebagai anjing-anjing neraka.
Mereka rajin ibadah sampai lutut kering, dahi mengelupas dan menghitam, namun mereka lah anjing-anjing neraka. Kenapa? Karena hati mereka yang sombong dan ujub. Naudzubillah..
Jadi intinya, saya setuju bahwa hijrah ini jangan hanya menyinggung penampilan.
Tapi hijrah adalah urusan hati yang niatnya karena Allah.
Author : Esty Diah
Penerbit Buku Mojok, 182halaman, Cetakan Pertama Februari 2019.
Rate : 3.5/5
Author : Esty Diah
Penerbit Buku Mojok, 182halaman, Cetakan Pertama Februari 2019.
Rate : 3.5/5