Lengkuas tuh yang ini nduk, yang ini kemiri, itu jahe, itu kunir atau kunyit, yang dalamnya putih seperti ini namanya kencur. Pala yang ini, cengkeh yang ini..
Seorang Ibu mengajarkan pada anak perempuannya yang berusia 23 tahun, mana perbedaan lengkuas, jahe, kencur, dan kunyit. Jari jemarinya sibuk menunjukkan rempah-rempah nusantara. Mana pula perbedaan pala, cengkeh dan lada. Mungkin terdengar remeh. Tapi saya yakin tidak semua perempuan generasi Z hingga alpha mengetahui rempah-rempah seperti ini. Kalau orang Jawa mengatakannya sebagai empon-empon.
Beberapa waktu lalu saya mengadakan survey kecil-kecilan, sebanyak kurang lebih 100 responden belum betul-betul tahu perbedaan setiap rempah-rempah seperti lengkuas, jahe, kunir atau kencur. Begitu juga dengan sebutan cengkeh dan pala, pun demikian masih ada 15% responden yang belum mengetahui perbedaan ketumbar dan lada ketika keduanya disandingkan.
Gaya hidup modern dan kesibukan yang padat membuat masyarakat modern belum mengenali dengan baik kekayaan alam Indonesia, khususnya rempah-rempah. Tulisan ini bertujuan untuk membantu mengenalkan rempah-rempah Indonesia sebagai bumbu masakan kepada masyarakat modern khususnya wanita muda yang memasuki usia pernikahan maupun yang sudah menikah seperti saya.
Bukan apa-apa, semata agar tidak hanya terhidang masakan Eropa di meja makan mereka. Selain itu agar mereka paham akan rempah Indonesia dan dapat memasak masakan Indonesia menggunakan rempah tersebut sebagai bentuk pelestarian kekayaan yang kita punya.
Sebagai ibu setengah muda yang sangat menyukai kuliner, suka makan dan memasak tentunya, saya tergelitik untuk membuat narasi bagaimana kuliner Indonesia ini begitu kaya. Tidak hanya sekadar manis, asin, asam atau umami. Ada rasa yang tak biasa di sana. Mengapa? Tentu saja karena kekayaan empon-empon alias rempah-rempah yang tak dimiliki oleh tanah-tanah di negeri lain. Rempah-rempah yang mendunia.
Sebelum membahas lebih jauh tentang khazanah kuliner Nusantara yang menjadi warisan tak benda bagi Indonesia, kita perlu tahu dulu bagaimana sejarah panjang jalur rempah kekayaan negeri kita.
Sejarah Panjang Jalur Rempah : Penutupan Pasar Rempah Konstantinopel Hingga Gold, Glory, Gospel
Satu malam yang dingin, di tengah marahnya api karena peperangan antara Turki-Rusia, Perang Yunani, dan Perang Sirbistan yang menyusul kemudian, konon para Janissary dari Daulah Turki Utsmani datang ke Nusantara untuk membantu Pangeran Diponegoro menghalau Belanda.
Mengapa Tuan Alemdar Musthafa Pasha sampai berpikir mengirim Janissay sampai sejauh ini? – tanya Pangeran Diponegoro.*(1)
Lalu Sang Katib, atau sekretaris jika boleh disebut demikian sekarang, menjawab dengan ceritanya yang membuat kita kagum akan jalur rempah yang akhirnya diperebutkan oleh banyak negara-negara di dunia.
Tahukah kau, mengapa bangsa-bangsa Barat ini datang ke Nusantara? apa yang mereka cari ketika itu?
Pangeran Diponegoro tentu tahu jawabannya, karena rempah-rempah. Katanya iklim Eropa yang dingin membuat mereka sangat memerlukan bahan makanan yang menghangatkan badan. Lada untuk bumbu masakan, demikian pula pala, cengkeh, kayu manis, dan berbagai hasil bumi negeri ini. Kerakusan dan ketamakan yang kejam telah mengubah maksud mereka dari berdagang menjadi hasrat untuk menguasai kesemua sumbernya.
Pangeran tahu mengapa mereka mau bersusah payah berlayar sejauh lebih dari separuh Bumi sejak 3 abad lalu?
Pangeran Diponegoro kembali menjawabnya, bahwa selama ini mereka menunjukkan keberanian luar biasa untuk menantang badai ganas dalam perjalanan berbulan-bulan yang membawa maut karena mereka memiliki semangat gold, artinya mendapatkan emas, glory artinya memperoleh nama harum dan kejayaan, juga gospel menyebarkan agamanya.
Lalu di sisi lain, orang-orang Peranggi (Portugis), orang-orang Kastilia (Kerajaan Spanyol yang dibentuk dari penggabungan Arragon dan Kastillia pada tahun 1479), kemudian disusul orang-orang Belanda dan Inggris yang berhasil membangun kapal-kapal besar dan kukuh untuk melayari samudra luas selama berbulan-bulan tanpa perlu dekat-dekat dengan pantai ataupun mencari pelabuhan untuk singgah mengisi perbekalan sebagaimana lazimnya perahu-perahu layar bangsa kita.
Sang Katib menambahkan satu alasan,
Dahulu, bangsa Eropa membeli rempah-rempah yang mereka perlukan di Pasar Besar Konstantinopel. Tentu saja rempah-rempah itu juga didapatkan dari tanah Nusantara. Pedagang-pedagang Genoa dan Venesia dari Italia lalu membawanya ke kota-kota pelabuhan di selatan dan barat benua itu. Dari sanalh ia menyebar hingga ke wilayah terdingin di dekat kutub utara.
Jadi saya membayangkan dari jazirah Maluku dan pulau-pulau lain di Nusantara : lada, pala, cengkeh, kayu manis, kapulaga, adas, bawang, jahe, damar, bahkan gaharu diangkut dengan kapal ke Gujarat. Di sana para pedagang membawanya ke dalam dua jalur. Lewat darat melalui Khurasan, Persia, Iraq, Suriah, dan terus ke Konstantinopel. Atau lewat laur ke arah Aden dan di sana jalurnya terbagi lagi, melalui Laut Merah ke arah Mesir yang lalu dilayarkan lagi ke Byzantium ataupun dibawa oleh kafilah-kafilah unta melalui Jazirah Arab ke arah Palestina.
Karena jalurnya panjang dan melibatkan banyak pedagang, harga rempah itu begitu tiba di Eropa pasti mahal sekali. Tidak hanya berhenti di situ.
Setelah pembebasan ibu kota Romawi Timur, Kesultanan Istanbul menutup Pasar Rempah Konstantinopel dari pedagang-pedagang Eropa. Sehingga sejak saat itulah rempah di benua Eropa kian langka dan harganya kian membumbung tinggi. Oleh karena itulah mereka mencari jalan sendiri ke negeri asal rempah-rempah.
Selain itu, adanya Perang Salib kemudian yang mendorong mereka untuk melakukan invasi Gold, Glory, Gospel ke wilayah Nusantara yang sudah lebih dulu didatangi Wali Songo.
Ada juga pendapat sejarawan yang mengatakan bahwa Turki Usmani tidak menutup jalur dagang. Hanya saja mereka menguasai jalur dagang dengan memberlakukan pajak, kontrol, serta menyewakan hak dagang.
Apalagi Konstantinopel merupakan pintu utama perdagangan ke Laut Hitam. Bangsa-bangsa Eropa Barat kemudian memutari dunia untuk mencari jalur perdagangan baru agar bisa dikuasai sendiri dan mendapatkan untung lebih besar.
Tentu saja semua yang terjadi sudah menjadi garis takdir dari Allah. Andai tidak begitu, tidak ada persatuan di tengah bangsa ini. Tidak ada yang namanya Republik Indonesia yang disatukan dari berbagai macam suku, bahasa, dan budaya. Semua karena bangsa ini ingin mempertahankan tanah yang ia punya.
Apalagi menurut orang Jawa, tanah adalah urusan yang peka. Ia dapat dengan mudah menyulut amarah dan membakar suasana.
Sadumuk bathuk, sanyari bumi, dilabuhi nganti mati, begitu menurut suatu peribahasa Jawa.
Sebuah penghinaan di muka, sejengkal bumi yang dilanggar akan diperjuangkan meski sampai mati.
Lalu bagaimana mungkin kita akan melupakan akar dari sejarah panjang yang menghantarkan Indonesia menjadi negara republik yang diakui kemerdekaan dan kedaulatannya? Inilah jalur rempah yang rumit dan menjadi pemantik banyak peristiwa. Mari kita pelajari sekaligus lestarikan bersama-sama sebagai bentuk penghormatan pada para pahlawan karena perlindungan mereka terhadap tanah asal rempah-rempah di dunia yang indah bak surga.
Kulineran Bersama Rempah yang Mendunia
Masakan Indonesia adalah salah satu tradisi kuliner yang paling kaya di dunia, dan penuh dengan cita rasa yang kuat. Kekayaan jenis masakannya merupakan cermin keberagaman budaya dan tradisi Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau berpenghuni, dan menempati peran penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum. Hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan bumbu berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, temu kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa dan gula aren.*(2)
Anggap saja tulisan ini akan membawa kita ke seluruh daerah di Nusantara bersama dengan masing-masing kulinernya agar kita mengingat bagaimana rempah-rempah menyatukan dan membawa kita pada kemerdekaan dan kedaulatan.
Bahkan ada yang menyebut, tidak ada yang bisa menyatukan orang seperti makanan lezat yang berlimpah. Makanan adalah pemersatu universal. Makanan berfungsi sebagai penanda budaya, ada di setiap pencapaian dan perayaan. Makanan adalah tempat di mana hati kita berada. Mari bersiap mengembara bersama ‘narasi kulineran bersama rempah yang mendunia’.
Nikmatnya Rendang dari Minang
Tentu semua sudah tidak asing ya dengan makanan khas tanah Minangkabau ini. Rendang yang terbuat dari daging sapi dan dilengkapi dengan bumbu lengkap ini menjadi salah satu kuliner khas Nusantara lho. Coba kita cari rendang saat pergi haji, pasti yang memasak orang Indonesia atau paling tidak rendang hanya tersedia di restoran Indonesia.
Bumbu rendang sendiri kaya akan rempah. Mulai dari daun kunyit, daun jeruk, daun salam, santan dari kelapa, garam, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, dan yang tak boleh ketinggalan adalah jahe, lengkuas dan serai.
Manfaat Rempah Jahe dan Lengkuas dalam Berbagai Hidangan Khas Nusantara
Jahe merupakan satu diantara rempah khas Indonesia yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Cara menanamnya yang mudah dan pengolahannya yang tidak rumit membuat jahe banyak ditanam dan dibudidayakan oleh masyrakat, bahkan oleh orang-orang Eropa dan Afrika.
Jahe dapat dijadikan penyedap rasa untuk beberapa masakan. Banyak masakan khas Indonesia yang menggunakan rempah jahe.
Jahe mengandung segudang manfaat untuk kesehatan. Dalam satu sendok makan jahe segar saja sudah terdapat berbagai nutrisi, seperti kalori, karbohidrat, serat, protein, lemak dan gula. Selain itu jahe juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang baik untuk tubuh. Seperti zat besi, kalium, vitamin B2, B3, dan B6, vitamin C, magnesium, fosfor, seng dan folat.
Adapun Lengkuas mengandung aneka zat yang sangat baik bagi kesehatan. Diantaranya galangin, betasitosterol, quercetin, alpin, dan flavonoid. Lengkuas juga mengandung vitamin A, vitamin C, zat besi, serat makanan.
Lengkuas dulunya ditanam di daerah Jawa sebelum diperdagangkan hingga Asia Tenggara. Karena kandungannya yang banyak tersebut tak heran lengkuas bisa bermanfaat untuk kesehatan. Diantaranya kaya akan antioksidan dan anti kanker, membantu mengurangi peradangan dan nyeri, melindungi dari infeksi, meningkatkan kesuburan pria, hingga membantu meringankan sakit perut dan masalah pencernaan.
Setelah menyecap hidangan dari Minang, kita menuju Pulau Jawa yuk!
Sedapnya Rawon dari Timur Pulau Jawa
Rawon menjadi icon salah satu kuliner khas Jawa. Hal yang menjadikan rawon spesial adalah bumbu supnya yang sangat khas Indonesia. Yaitu campuran bawang merah, bawang putih, lengkuas (laos), ketumbar, kemiri, serai, kunir, cabai, kluwek, garam, serta minyak nabati.
Semua bahan tersebut dihaluskan, lalu ditumis sampai harum. Campuran bumbu ini kemudian dimasukkan dalam kaldu rebusan daging bersama-sama dengan daging. Warna gelap khas rawon berasal dari kluwek. Kalau di luar negeri, rawon disebut sebagai black soup.
Manfaat Rempah Ketumbar dan Kluwek dalam Sajian Kulineran Nusantara
Ketumbar memiliki aroma yang kuat sehingga ia dapat menyamarkan aroma amis dari daging atau ikan yang akan dimasak. Kandungan yang terdapat dalam ketumbar diantaranya zat besi, riboflavin, kalsium, tembaga, tiamina, niasin, serat, seng, kalium dan fosfor.
Manfaatnya tidak hanya sebagai bumbu masakan, tapi juga berkhasiat untuk menjaga kesehatan kulit, menurunkan kadar gula dalam darah, mengurangi rasa sakit dan peradangan, menjaga kesehatan otak, serta mengurangi risiko penyakit jantung dan kanker.
Adapun Kluwek merupakan jenis biji tanaman yang berasal dari pohon kluwek asli Indonesia. Pohon kluwek ini dikenal sebagai pohon serba guna, karena hampir semua bagian tumbuhan ini bisa dimanfaatkan. Mulai dari daun, buah, biji, batang, hingga kulit kayunya.
Kluwek ternyata memiliki banyak nama, tergantung dari masing-masing daerah. Ada yang menyebutnya kluwak atau keluak, ada pula yang menyebutkan picung atau pucung. Bahkan, ada pula yang menyebutnya kepayang, sebab bau menyengat yang dihasilkan katanya bisa membuat mabuk kepayang.
Kluwek tidak hanya dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, tapi juga untuk mengawetkan ikan atau daging, membantu meredakan gejala penyakit kulit, hingga obat cacingan serta luka bakar.
Setelah dari Jawa Timur, kita bergeser sedikit ke bagian tengah Pulau Jawa. Hidangan yang konon katanya sudah ada sejak keraton Yogyakarta berdiri.
Manis dan Gurihnya Sajian Gudeg dari Keraton Yogyakarta
Gudeg yang dibuat dari nangka muda merupakan makanan ikonik Jogjakarta. Dimasak dengan bumbu dan santan hingga warnanya kecokelatan dan manis gurih rasanya. Bahan dasar nangka muda tersebut kemudian dibalut dengan bumbu komplit khas Indonesia dan biasanya ditemani sambal goreng krecek dan opor ayam.
Bumbu gudeg terbuat dari banyak bahan dan rempah-rempahan seperti daun salam, daun jeruk, lengkuas, santan, gula jawa, bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, terasi, jintan, dan garam.
Gurihnya Angeun Lada Khas Banten
Angeun lada adalah sayur kuah pedas khas Banten berisi daging dan jeroan sapi seperti jantung, limpa, babat, atau usus. Cara membuat angeun lada cukup tumis bumbu dan jeroan, lalu tuang kaldu dan masak sampai matang. Angeun lada cocok dihidangkan selagi panas untuk menghangatkan tubuh di tengah cuaca yang dingin.
Adapun bumbu dari Angeun Lada sendiri terdiri dari bawang putih, bawang merah, cabai keriting merah, ketumbar, kencur, kunyit, kemiri, terasi dan jahe. Banyak rempah-rempah Nusantara yang terkandung di dalamnya menjadikan Angeun Lada menjadi hidangan spesial.
Pedasnya Sayur Ares dari Pulau Seribu Masjid
Sayur ares adalah sayur yang dibuat dari bahan utamanya yaitu batang pisang. Sajian khas orang-orang dari pulau Lombok ini bukan hanya memanfaatkan batang pisang saja. Ternyata ada banyak sekali manfaat yang dikandung oleh ares/batang pohon pisang. Kandungan senyawa pada tanaman ini berfungsi efektif menurunkan kadar gula darah, membantu menurunkan tekanan darah dan juga efektif dalam melawan aterosklerosis serta peradangan pembuluh darah.
Bumbu yang dipakai untuk membuat rasa ares menjadi istimewa yaitu bawang merah, bawang putih, merica, rempah-rempah Nusantara berupa ketumbar, kunyit, jahe, kencur dan laos. Serta cabe keriting, cabe rawit, kemiri dan terasi. Bumbu lengkap dengan rempah-rempah yang membuat batang pisang menjadi sayuran istimewa kaya manfaat.
Berhenti di sini? Tentu tidak, kita masih punya rempah-rempah asli khas Indonesia yang dinamakan kayu manis, cengkeh dan pala. Keduanya biasa digunakan untuk gulai dan juga membuat beberapa minuman khas di seluruh penjuru Nusantara.
Sajian Gulai dengan Aroma Cengkeh
Gulai adalah salah satu jenis hidangan yang tersebar luas di Nusantara, terutama di Sumatra dan Jawa serta Semenanjung Malaya. Hidangan ini berasal dari Sumatra sebagai hasil pengaruh dan penerapan seni memasak India yang kaya akan rempah dan bumbu seperti kari.
Kuah atau bumbu gulai biasanya kental dalam hidangan Minangkabau, Melayu, dan Aceh, akan tetapi di Jawa kuah gulai lebih cair menjadi semacam sup yang dihidangkan panas-panas yang berisi daging atau jeroan kambing. Bumbu gulai terasa khas karena terdiri dari beberapa rempah-rempah khas Nusantara. Diantara bumbu gulai yakni bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, pala, jinten, jahe, kunyit, lengkuas, serai, cengkeh, daun salam, dan kayu manis.
Manfaat dan asal muasal Pala dalam Kulineran Khas Nusantara
Kepulauan Banda jadi asal mula rempah pala. Orang Portugis adalah orang Eropa pertama yang tiba di kepulauan itu. Mereka mengincar rempah-rempah seperti pala dan cengkeh, lalu menjualnya setelah mereka menaklukan Malaka pada 1511. Dilansir dari The Guardian, pala telah menjadi sumber kehidupan Kepulauan Banda.
Berdasarkan buku berjudul ‘Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur’, selain biji pala kita juga memanfaatkan buah pala yang banyak dibuat sebagai manisan basah dan manisan kering.
Selain buah dan biji yang diolah jadi makanan dan minuman, fuli yang merupakan bagian dari tanaman pala juga banyak digunakan sebagai bahan perisa pada kue, kue kering, pai, topping, juga sebagai bumbu makanan laut, pikel, dan minuman. Pala juga bermanfaat jadi obat-obatan tradisional. Dalam dosis rendah, pala bisa digunakan untuk mengurangi perut yang kembung, meningkatkan daya pencernaan dan selera makan, serta mengatasi diare, muntah, dan mual.
Menyesap Hangatnya Kopi Rarobang dari Maluku
Kopi Rarobang khas Maluku bukanlah hidangan kopi biasa. Ada rempah-rempah khas Nusantara di sana yang membuat kopi Rarobang istimewa.
Kopi Rarobang diseduh bersama dengan jahe yang dimemarkan, kayu manis, tiga butir cengkeh, daun pandan, gula pasir dan juga kenari yang disangrai. Rasa pahit dari kopi dinetralkan dengan dengan kayu manis. Sebelum diteguk, kita juga akan menghirup aroma cengkeh dan daun pandan yang kuat. Perpaduan yang hangat dari kopo Rarobang ini tidak akan kita temui di negeri lain.
Manfaat Cengkeh dalam Sajian Kopi Rarobang dan Gulai
Cengkeh adalah rempah asli Indonesia yang memiliki aroma harum yang unik. Cengkeh sering dipakai sebagai bumbu dalam berbagai sajian khas Nusantara termasuk kue. Tidak jarang dicampurkan dalam minuman seperti pada Kopi Rarobang.
Sebagai obat, cengkeh mengandung berbagai nutrisi penting yang baik untuk tubuh. Meski berukuran kecil, cengkeh mengandung vitamin, mineral, dan serat yang penting bagi tubuh. Dalam 1sdt atau sekitar 2 gram cengkeh terkandung kalori, karbohidrat, serat, mangan, vitamin C, vitamin K, vitamin E, kalsium, magnesium, protein, dan lemak.
Sebagai obat tradisional, cengkeh banyak digunakan oleh orang-orang sejak dahulu kala. Cengkeh memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan. Diantaranya membantu menjaga kesehatan tulang, membunuh bakteri, mengurangi sakit lambung, mengatur gula darah, meningkatkan kesehatan hati, dan melindungi tubuh dari kanker.
Semua masakan serta minuman di atas hanya beberapa kulineran khas Nusantara yang memanfaatkan rempah-rempah sebagai bahan-bahan bumbunya. Bumbu yang melengkapi sekaligus menyempurnakan bahan-bahan mentah hingga bisa menjadi sajian kuliner Nusantara yang tak akan terlupa di hati siapapun.
Meleburnya Titik-titik Jalur Rempah Dunia
Para pedagang mempertaruhkan nyawa dan kekayaannya untuk memasarkan, juru masak meramunya untuk melezatkan hidangan, ahli kesehatan meraciknya untuk pengobatan. Para raja mengirim ekspedisi mengarungi samudera untuk mendapatkannya, diplomasi demi diplomasi dirajut, hubungan antarmanusia menjadi global dan sejarah peradaban manusia berubah. Sebegitu pentingnya rempah-rempah dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi penghela perkembangan ekonomi, sosial budaya, dan politik dalam skala global.
Jalur Rempah telah menjadi simpul peradaban bahari Nusantara, jalur kebudayaan dan peradaban yang bukan sekedar sebagai akses pertukaran niaga, tetapi juga membawa serta gagasan, pengetahuan, seni dan budaya di sepanjang rute perjalanan dari ujung paling timur kepulauan Indonesia melewati selat Malaka sampai Afrika, Timur Tengah dan Eropa.
Berabad-abad lalu rempah telah menjadi komoditas bernilai tinggi. dari banyak kepulauan di nusantara, rempah dibawa dan diperdagangkan dari lintas pulau ke berbagai penjuru dunia.
Cita rasa rempah tidak hanya melabuhkan kapal dari luar nusantara namun juga menciptakan suatu titik dan jejak budaya yang kita sebut sebagai jalur rempah.
Jalur rempah menjadi bukti nyata bahwa rempah tidak hanya berperan sebagai komoditas namun juga andil dalam perkembangan peradaban dunia dan menjadi nafas kebudayaan bahari Indonesia. Inilah jalur rempah. Jejak-jejak kekayaan bangsa di masa lalu yang terus digali dan direkonstruksi. Suatu program yang diusahakan secara kolektif untuk maju sebagai warisan dunia UNESCO.
Titik titik itu menyatu, melebur dan menjadi rajutan. Rajutan itulah yang berasal dari Indonesia sentris jauh sebelum kehadiran bangsa-bangsa Eropa.
Ada interaksi di sana. Interaksi yang meneguhkan kebhinekaan kita, sekaligus meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jalur rempah Indonesia bahkan jauh lebih luas dibanding jalur rempah China. Maka sudah selayaknya kita turut bangga, melestarikan, serta menjadikannya serupa napas dalam kehidupan kita.
Dalam diskusi ”Menggali Ulang Sejarah Rempah Nusantara” di harian Kompas, akhir Januari lalu, Susanto Zuhdi mengatakan :
Keberuntungan kita adalah bangsa-bangsa Eropa mencatat sejarah pencarian rempah di Nusantara dan bangsa yang kalah adalah bangsa yang hanya mengingat, tetapi tidak mencatat. Jangan sampai kita akhirnya “kalah” karena terus-menerus terbuai dalam romantisme ingatan, tetapi lupa untuk berbuat.
Referensi Pendukung :
Jalur Rempah RI
*(1) = Pangeran dan Janissary Terakhir oleh Salim A. Fillah
*(2) = Resep Sehat JSR by Zaidul Akbar
Hellosehat.com
Kompas
Grid.id
Kumparan
Wah, keren banget tulisannya mba jihan. Lama ga berkunjung ke blognya nih. Memang Indonesia itu kaya akan rempah ya mba. Ga diragukan lg
Alhamdulillah aku gak asing dengan nama rempah2 itu. Biasanya nongkrong di dapur soalnya haha
kalau diibaratkan mata uang, rempah itu bisa jadi mata uang indonesia lho. yah disamping emas di papua yang ehem udah jadi milih negara adikuasa, sedih. rempah indonesia yang endemik apalagi, macam jahe dan lengkuas, ibaratnya udah se istimewa ginseng china, korea dan jepang ya. aku jadi ingat kiriman jahe dan wedang dari mba Ji, hihihihi. subhanallah emang nikmat banget itu jahe nya mba, aku tambahin sereh makin sedap.
btw, aku jadi kepikiran, jahe dan lengkuas juga rempah lain bisakah diambil ekstraknya untuk dijadikan obat? apalagi sebagai anti peradangan atau inflamasi yang terjandung di jahe dan laja. selama ini kan yang biasa dipakai gak jauh dari paracetamol, ibuprofen, asam mefenamat dan lain nya. kalau misal bisa di ekstrak hingga mencapai konsentrasi yang efek dan dosis nya sama dengan obat medis, wah bisa jadi alternatif berobat yang bener bener sehat.
i’m just thingking, karena sedang sakit, hahahaha. soalnya, meski obat medis cespleng ngobatin, efek samping lebih serem sih dalam jangka panjang. kalo obat tradisional kan hampir gak ada efek samping
Wawww aku terpukau nih baca tulisannya kak Jihan. Super lengkap menurutku.
Aku bisa dong bedain rempahannya, wong sehari-hari waktu siang mainnya sama tim rempahan mereka juga wkwkwkw
masya allah keren banget sih mbak aku berasa ikt keliling nusantara karena perjalana rempah ini btw aku jatim juga hehehe pecel ada gak jalur re,pahnya. keren ih ilustrasinya juga hidup
Kembali mengenal Indonesia itu kaya banget. Rempahnya melimpah ruah, semuanya ada di Indonesia. Berasa sedang baca buku sejarah aku mba Ji. Selalu suka ulasanmu. Aku termasuk masak yang butuh rempah banget.
As expexted from J, selalu lengkap dan total banget. Berada diajak jalan2 juga. Meskipun aku sempat keliru jahe vs lengkuas atau lada vs tumbar, nggak berkurang rasa banggaku sama Indonesia. Negeri ini memang keren!
Perkara rempah bisa semenarik ini dan lengkap bgt ngulasnya hehe. Lama ga mampir di sini. Kalau aku sendiri pas kecil susah nih paham rempah. Tp akhirnya sejak jd ibu baru paham karena lgsg make buat masak, obat, dll. Bangga bgt sama rempah nusantara 🙂
kereeen mba, bisa menarik banget yaa dibahas rempah-rempah kita ternyata banyaaak jenisnya 🙂 apalah aku yang bedain lada sama ketumbar aja masih suka ketuker wkwkwkwk
Bersyukur banget lahir di Indonesia yanv kaya rempah-rempah. Tapi jujur ya waktu sekolah dulu belum terlalu tahu manfaat rempah-rempah dan bertanya2 kenapa hanya karena rempah2 ini sampai banyak negara yang ingin merebut Indonesia.
Belakangan baru tahu ternyata manfaat rempah2 ini luar biasa apalagi buat bahan makanan. Dan tentunnya kekayaan alam itu juga jadi kebanggaan Indonesia ya 🙂
Indonesia kaya banget ya rempahnya, dan selalu dimanfaatkan dengan baik dari nenek moyang kita 🙂 yang ternyata khasiatnya juga luar biasa 🙂 semoga gak punah sampai anak cucu hihi
Ahh sennag banget baca tulisan rempah rembap ini,,serasa belajar sejarah dunia yang banyak saya tidak tau. Saya sendiri penyuka masakan berempah.
Memang rempah Indonesia itu terkenal banget sejak zaman Nusantara dulu iya Kak.
Kalau udah teringat makanan berempah aku langsung kebayang rendang Padang dan juga kari aceh. Waaah sedapnya. Dan yang enggak bisa dipandang sebelah mata itu khasiatnya. makanya sampai sekarang aku masih suka bikin minuman hangat pakai jahe serai dan kunyit.
Jadi generasi milenial sekarang banyak yang tidak bisa membedakan rempah-rempah ya mba…
miris juga ya…
Jadi kepikir de anak-anak saya harus dikenalkan rempah indonesia dari mulai sekarang, sebelum terlambat…
Quote penutupnya bikin artikel perjalanan ala jelajah rempah ini jadi klimaks Kak Jihan. Senang sekali rasanya aku dibawa berjalan-jalan keliling nusantara dan terpantik untuk belajar mencintai kuliner Indonesia lebih dalam lagi. Terima kasih.
Aku yang tiap pagi ke pasar, masih salah-salah eh dalam milih rempah-rempah yang mana aja. Ujung-ujungnya ya, aku bilang ke buleknya, pengen beli apa. Ntar, buleknya yang ngambilkan. Hehehehe…
Wadaw lambat banget ngajarin anaknya wkwk hrusny diumur 10 thun daajrin memang… Tapi gak apa2 jg sih diumur 23 baru tau perbedaan rempah2 itu…
Indonesia ini kaya sekali akan rempah-rempahnya ya,Kak. Menikmati beragam kuliner nusantara yang khas dengan rempah yang harum dan membuat cita rasa masakan semakin kaya. Saya belum mempelajari sejarahnya selengkap ini loh,menarik sekali membacanya nambah insight lagi tentunya.
Indonesia kaya akan rempah rempah ya mba. Keren banget tulisannya jadi saya seperti diajak berkeliling nusantara
Baca artikel Mbak Ji ini saya keinget novel sejarah karya Ust Salim A Fillah, Sang Pangeran. Ada juga disinggung tentang rempah2 ini sama Pangeran Diponegoro. Btw, saya pun pas usia SMA dikenalin mama saya rempah2 disuruh bedain dengan cara membaui juga, hehe
Wah, rempah-rempah dari Aceh sepertinya terlewatkan ni, disana terkenal dengan kuah kari-nya, semasa kuliah disana dulu jadi makanan favorit, hehe
Nyaris setiap daerah di Nusantara ini memiliki makanan khasnya masing-masing dengan citarasa berbeda. Dari setiap kuliner nusantara itu ternyata peran rempah-rempah tidak bisa dikesampingkan.
informasinya sangat bermanfaat kk.. izin share di website saya..