Niat dan taubat adalah sesuatu yang tidak bisa kita pisahkan. Tanpa taubat, rahmat Allah tidak akan turun pada kita. Namun tanpa niat, amalan kita tidak punya nilai ibadah di hadapan Allah.
Ada suatu kisah tentang niat dan taubat seorang pezina. Kisah yang menurut saya sangat bagus dan menjadi harapan bagi saya ketika merasa Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa.
Kisah Niat dan Taubat Seorang Pezina
Saat itu di zaman Rasulullah ada seorang wanita yang berzina hingga menyebabkan dirinya hamil. Namun, wanita ini rupanya menyesali segala dosa-dosa yang telah dilakukannya. Sehingga niatnya untuk memperbaiki diri dan bertaubat pada Allah pun membawa dirinya untuk menghadap Rasulullah. Mengakui segala dosanya dan menginginkan hukuman dari Rasulullah agar Allah mengampuninya.
Maka Rasulullah pun menyuruh wanita itu untuk kembali ke rumahnya hingga ia selesai melahirkan anaknya. Setelah wanita itu melahirkan anaknya, ia kembali pada Rasulullah.
“Susui anakmu hingga usia dua tahun,” sabda Rasulullah.
Maka wanita itupun kembali ke rumah dan menyusui anaknya hingga genap dua tahun. Usai menyusui, ia kembali ke Rasulullah dan siap menerima hukuman rajam sesuai syariat.
Iman yang bagaimanakah yang membuatnya berbuat demikian. Tiga tahun lebih atau kurang, yang demikian tidaklah menambahnya kecuali kekuatan iman.
Nabi mengambil anaknya, seakan-akan beliau membelah hati wanita tersebut dari antara kedua lambungnya. Akan tetapi ini adalah perintah Allah, keadilan langit, kebenaran yang dengannya kehidupan akan tegak. Akhirnya perempuan itu dirajam dan wafat dalam keadaan bertaubat.
Nabi SAW bersabda: “Siapa yang mengkafil (mengurusi) anak ini, maka dia adalah temanku di surga seperti ini…” Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam.
Dalam sebuah riwayat bahwa Nabi memerintahkan agar wanita itu dirajam, kemudian beliau mensalatinya. Maka berkatalah Umar bin Khattab: “Anda menshalatinya wahai Nabi Allah, sungguh dia telah berzina.”
Maka beliau bersabda:
“Sungguh dia telah bertaubat dengan satu taubat, seandainya taubatnya itu dibagikan kepada 70 orang dari penduduk Madinah, maka taubat itu akan mencukupinya. Apakah engkau mendapati sebuah taubat yang lebih utama dari pengorbanan dirinya untuk Allah?” (HR Muslim, Imam Ahmad)
Sesungguhnya ini adalah rasa takut kepada Allah. Sesungguhnya itu adalah perasaan takut yang terus menerus berada pada diri perempuan mukminah itu saat dia terjerumus ke dalam jerat-jerat setan. Dia telah berbuat dosa, akan tetapi dia berdiri dari dosanya dengan hati yang dipenuhi iman, dan jiwa yang digerakkan oleh hinanya maksiat.
Demikian kisah taubatnya pendosa yang sangat menakjubkan. Dia bertaubat dan rela berkorban demi kembali kepada Allah. Sesungguhnya inilah taubat sejati para hamba-hamba Allah.
Perkara Niat
Ada yang mengatakan bahwa segala sesuatu tergantung niatnya. Bahkan dikatakan, jika niat baik ke Amerika maka baiklah ia, sedangkan jika dia berniat buruk ke Mekkah, buruklah ia.
Saya setuju dengan perkara niat. Bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan, tergantung niat yang ada dalam hati kita. Niat juga satu hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang muslim ketika hendak melaksanakan ibadah dan kegiatan sehari-hari. Semata-mata agar mendapatkan ridha Allaah.
Namun pernahkah kita menyadari bahwa hati kita ini lemah. Mudah terombang-ambing dengan hawa nafsu dan bisikan syaithan? Perkara niat adalah urusan seseorang dengan Tuhannya. Tidak ada yang bisa mengklaim atau melabeli seseorang dengan niat yang buruk, tidak ikhlas, dan lain-lain. Kita tidak akan pernah tahu isi hati seseorang, termasuk niatnya. Maka memperbarui niat itu sangat penting! Karena memang hati manusia mudah lupa, mudah tersentuh, mudah dipengaruhi oleh hal-hal lain.
Oleh karena itu dimana pun, kapan pun aku selalu membaca doa yang sering dibaca oleh Rasulullah صل الله عليه و سلم :
“Ya Allah Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamaMu dan diatas ketaatan pada Mu.”
Karena memperbarui niat itu penting. Memperbarui niat dalam setiap perkara yang kita kerjakan adalah sesuatu yang harus kita lakukan. Tidak cukup hanya bermodal awal “niatku baik kok kemarin” nyatanya perilaku kita tidak mencerminkan niat baik yang dimaksud. Siapa tahu di tengah jalan syaithan menggoda dan mempengaruhi kita, hingga berubahlah arah niat kita. Niat Ramadan kali ini harus setiap hari senantiasa kita perbaiki. Agar kita tidak termasuk dalam orang-orang yang merugi seperti Sabda Nabi :
“Sungguh celaka orang yang meninggalkan bulan Ramadan dalam keadaan tidak terampuni dosa-dosanya.”
Oleh karena itu setiap selesai shalat wajib dan sunnah, apalagi di bulan Ramadan kita harus optimis dosa kita akan diampuni. Dan optimis haruslah diimbangi dengan usaha untuk menjauhi perkara-perkara yang diharamkan atau di makruhkan, dengan banyak membaca istighfar dan doa pendek :
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”
Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang terjaga niatnya dan meninggalkan Ramadan dalam keadaan fitrah. Aamiin.