Tren penggunaan dan pembelian produk berbasis alam kian meningkat, termasuk di sektor kecantikan. Salah satu pemicunya adalah kondisi lingkungan saat ini yang memprihatinkan. (Amberg dan Fogarassy, 2019).

Mereka merupakan bagian dari 267 juta konsumen produk kecantikan di Indonesia. Sebagaimana yang telah saya tuliskan pada artikel sebelumnya bahwa pasar kecantikan di Indonesia ini tumbuh subur. Kalau kita rasakan, dari hari ke hari makin banyak produk kecantikan lokal yang ditawarkan.

Mulai dari bodycare sampai pada produk kecantikan. Semuanya berlomba-lomba memproklamirkan dirinya sebagai produk yang paling alami dan aman digunakan bahkan oleh ibu hamil dan menyusui sekalipun. Tak jarang juga akhirnya saya terbawa pada “iklan” mereka. Jadi tidak heran kalau Kemenperin memperkirakan tumbuhnya pasar kecantikan di Indonesia akan naik secara signifikan di tahun-tahun mendatang.

Pasar kecantikan dan perawatan diri di Indonesia diperkirakan mencapai 8.46 milliar US Dollar pada tahun 2022 (Kemenperin.go.id dan pelakubisnis.com).

Bayangkan, itu potensi pasar yang besar kan ya. Namun, kalau kita melihat semua produk tersebut, sekaligus bagaimana efek sampah yang ditimbulkan oleh berbagai macam produk kecantikan, bisakah kita membayangkan bagaimana kehidupan makhluk lain yang terganggu akibat sampah kosmetik?

Kita hidup di bumi ini tidak sendiri, tapi juga bersama dengan makhluk hidup yang lain, jadi ada baiknya kita tidak memikirkan soal diri sendiri. Tapi juga kelangsungan hidup makhluk lain.

Dalam webinar kemarin, saya sadar akan dua hal. Yang pertama, produk kecantikan yang selama ini saya pakai, sudahkah ramah lingkungan dan ramah sosial? Lalu yang kedua, apa yang harus saya lakukan? Yuk simak bagaimana tema Lestarikan Cantikmu bersama Madani, Lingkar Kabupaten Lestari, Hiip Indonesia, Blogger Perempuan, 30 blogger terpilih, serta Segara Naturals membahas produk kecantikan yang ramah lingkungan dan ramah sosial demi bumi yang lebih baik.

Meluruskan Pemahaman tentang Cantik yang Menyakitkan

Selama ini saya berpikir bahwa produk kecantikan yang ramah lingkungan itu produk yang bahan-bahan penyusunnya adalah bahan-bahan alami dan menjadi komoditas utama di Indonesia. Cukup itu. Jika melihat bagian ingredients pada sebuah produk, saya sudah cukup lega dengan “darimana saja bahan-bahan yang mereka dapat”. Lalu dari segi kemasan, apakah terbuat dari material yang mudah untuk diurai menjadi sampah atau didaur ulang?

Berhenti di situ dan agak malu juga ternyata pemahaman ini masih sangat pendek.

Teman-teman, ternyata ini bukan masalah sepele lho. Saya menuliskan ini tidak lebih karena bangkitnya kesadaran akan produk-produk yang ramah lingkungan dan sosial penting untuk didukung. Di Indonesia sudah ada, tapi gaungnya kurang terasa. Karena mungkin kebanyakan orang tidak akan menyadari itu sebelum sampah bisa merusak tanah, air dan akhirnya semua hal yang ada di bumi ini.

memilih produk kecantikan

Kalau melihat ke belakang saat berlibur ke pantai, kadang saya baru ngeh bahwa sampah-sampah di laut itu juga ada karena saya.

Bagaimana pola hidup saya selama ini? Dan apakah kita menganggap sustainable product bukanlah hal yang urgent? Asal ngga nyampah sembarangan saja. Padahal ada buntut yang panjang dari pola pikir yang salah tersebut. Mulai dari bahan-bahan yang diambil, pekerja yang masuk ke dalam rantai pasok, sampai pada pemasarannya. Bagaimana keseluruhan proses tersebut bisa menjadi produk yang ramah lingkungan dan ramah sosial?

Maka di sinilah saya menuliskan hasil dari webinar yang saya ikuti beberapa waktu lalu. Semata untuk meluruskan pemahaman saya yang salah selama ini, dan mungkin juga terjadi pada teman-teman.

Bagaimana Menjadi Cantik yang Ramah Lingkungan dan Ramah Sosial?

Bagaimana sih definisi skincare atau kosmetik yang ramah lingkungan dan ramah sosial itu? Bersama kami Kak Danang Wisnu Wardhana seorang skincare content creator, Kak Gita Syahrani sebagai Kepala Sekretariat LTKL dan juga Kak Christine Pan dari Segara Naturals memberikan penjabaran yang luas tentang produk kecantikan yang ramah lingkungan dan ramah sosial.

Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Kemenperin di atas, bahwa Indonesia ini punya potensi besar untuk pasar kecantikan dunia. Produk kecantikan untuk Indonesia pun punya pengaruh yang besar. Tentu saja saya juga senang karena adanya hal itu kita jadi punya banyak pilihan untuk produk lokal. Dari segi ekonomi pun pasti banyak yang terbantu dengan adanya pasar kecantikan ini.

Selain itu Indonesia juga punya peluang besar untuk merajai pasar kecantikan dunia karena sumber daya alamnya yang kaya. Namun, semua itu bisa jadi petaka juga kalau kita tidak tahu bagaimana cara mengolahnya dengan benar.

pertimbangan memilih produk kecantikan

source : zoom meeting LTKLXMadaniXBPN

Sebenarnya proporsi teman-teman yang sudah peduli sudah lumayan banyak. Salah satu sebabnya dijawab oleh konsumen umur 14-35 tahun dalam sebuah survey dan mereka punya concern terbesar terkait dengan polusi. Juga terkait dengan produk yang mereka pakai, apakah malah lebih memperparah keadaan saat ini? Mulai dari bagaimana produk itu dibuat, dikemas dan dipasarkan.

Sebenarnya sudah banyak movement di luar sana yang mendefinisikan apa sih sustainable product?

Sebenarnya, bagaimana sih tips memilih skincare yang baik itu? Satu hal yang dikatakan kak Danang saat webinar kemarin,

Pakai skincare itu harus bikin kita senang. Pakai make up itu harus bikin kita bahagia. Ketika produk yang kita pakai itu diproses dengan bagus, dari sumber yang bagus, bahkan kita bisa saling menolong sesama. Maka hal itu membuat kita semakin bahagia (Danang Wisnu, Skincare Content Creator).

Namun tentu saja tidak berhenti pada kebahagiaan diri sendiri. Tapi ada hal lain yang perlu kita perhatikan.

produk ramah lingkungan dan ramah sosial

Suatu produk disebut ramah lingkungan dan ramah lokal jika keseluruhan produknya mulai dari pengambilan bahan baku formulasi konsumsi daur ulang kemasan hingga sistem pembuangan sampah mengikuti prinsip ramah lingkungan dan ramah sosial. (Toinay, dkk, 2018)

Pilihan sudah tersedia, tinggal kita pilih yang mana? Berikut beberapa hal yang perlu kita perhatikan ketika memilih sebuah produk kecantikan atau perawatan kulit.

1. Memperhatikan Ingredients

Kalau kata Kak Gita Syahrani, sebagai konsumen kita harus jeli. Harus membaca labelnya terlebih dahulu. Kenali apa yang ada di dalam label, lalu komoditas apa yang terlibat? Pilih komoditas yang lestari dan bercerita. Maksudnya bercerita di sini adalah yang menceritakan pada kita darimana produk tersebut dibeli dan diproses (apakah sustainable atau ditanam sendiri, dan lain sebagainya). Jadi kita bisa membayangkan bagaimana proses produksinya.

hal yang harus kita perhatikan

Sebagai Konsumen bisa tidak sih kita mengetahui mana komoditas yang ramah lingkungan dan ramah sosial?

Kita tidak bisa menggenaralisir sebagai konsumen. Misalnya saja kelapa sawit. Tidak semua produk mencantumkan label mana kelapa sawit yang tersertifikasi dan mana yang belum. Maka sebaiknya dari riset kita sebaiknya brand lebih banyak cerita soal bagaimana proses produk mereka.

Karena mereka yang berani bercerita adalah mereka yang berani menjamin bahwa produk mereka adalah ramah lingkungan dan ramah sosial.

Mengapa penting untuk memperhatikan ingredients? 

Kak Danang menurutkan bahwa skincare itu selain harus bikin happy, harus jelas tujuannya. Karena kita memang pakai skincare ada tujuannya. Kalau banyak jerawat ya bagaimana caranya kulit kita bsia terkontrol jerawatnya, dan lain sebagainya.

Lalu setelah itu kalau ingin hasilnya efektif maka kita juga harus mengerti bahan-bahannya itu apa. Bahan mana yang sesuai dengan tujuan kita memakai skin care itu sendiri. Untuk itulah kita harus belajar dan harus mengerti bagaimana cara kerja skin care yang kita beli. Jadi kita ngga ngawur, tidak sembarangan. Tidak sekadar datang ke counter lalu yes aku beli ini. Namun kita harus benar-benar mengerti manfaat dari ingredientsnya apa.

Produk memang banyak, tapi kita belum paham mana saja yang kita butuhkan ya akan percuma nantinya. Kita hanya akan buang-buang uang saja.

Penting memperhatikan ingredients karena kita harus tahu fungsi dari bahan bakunya, bagaimana prosesnya, hingga mencapai predikat bahan baku yang ramah lingkungan dan baik untuk kesehatan kulit.

Kalau produk yang kita pakai berasal dari bahan-bahan yang alami, produk lokal yang juga melibatkan petani lokal dan memberikan keuntungan pada banyak orang, biasanya kita akan happy juga memakainya. Jika kita happy, maka prosesnya pun akan kita nikmati dan hasilnya bisa maksimal pula.

Lalu bagaimana standar bahan-bahan yang aman itu? simple sih, kak Danang mengatakan bahan-bahan yang aman itu adalah bahan-bahan yang sudah lulus dari BPOM. Selama skin care tersebut mengantongi izin dari BPOM maka tentunya aman. Sayangnya dari sisi keamanan lingkungan, memang tidak banyak produk yang seperti ini.

Perihal bahan baku, kita bisa memperhatikan label dan menganalisis. Kak Gita memaparkan Produk Ramah lingkungan dan ramah sosial itu adalah produk yang ikut menjaga fungsi alam tanpa bencana. Apakah produk tersebut menjaga fungsi alam? Karena alam memang harusnya dilindungi dan dipertahankan fungsinya, udara harus terjaga, air harus tetap berkualitas baik. Apakah produk tersebut bisa menjaga kualitas ekosistem alam?

Indonesia salah satu tolak ukurnya adalah : produk tersebut jangan sampai dikaitkan dengan hal-hal yang menimbulkan kebencanaan. Artinya jika diolah dalam jumlah besar akan menimbulkan bencana seperti kebakaran hutan, banjir, longsor karena adanya eksploitasi. Maka produk tersebut akan sulit untuk dikatakan sebagai produk yang ramah lingkungan.

2. Apakah Petani/Pekebun Sejahtera?

Sebagaimana yang telah kita ketahui, skincare ini kan yang terlibat banyak orang. Tidak hanya antara kita dan penjual. Ada kehidupan banyak orang yang tergantung dari produk tersebut. Maka perlu kita perhatikan bagaimana rantai pemasok produk yang kita gunakan menyejahterakan pekerjanya.

Misalnya masker kopi, apakah petaninya sejahtera? Apakah hidupnya mendapat harga yang layak untuk mengolah kopi tersebut? Apakah mereka sudah diajarkan untuk bertani yang baik agar tidak menggunakan pestisida? Apakah UMKM nya juga mendapat harga yang layak? Apakah rantai pemasok produk yang kita pakai sudah hidup sejahtera atau tidak?

Sampai sedetail itu lho. Sebagai konsumen mungkin kita tidak bisa mengetahui kesejahteraan pekerja dari sebuah produk. Tapi jika ada brand yang berani menceritakan hal tersebut, tentu sangat baik dan akan menjadi nilai plus tersendiri bagi kita. Aman produknya, menggunakan komoditas lokal, ditambah dengan pekerja yang ada di balik produk yang kita pakai sejahtera hidupnya.

Bukankah ini membahagiakan bagi semua pihak?

3. Energi dan Limbah Produksi Terjaga

Masih dari Kak Gita Syahrani bahwa salah satu kriteria produk kecantikan yang ramah lingkungan dan ramah sosial juga harus memperhatikan bagaimana limbah dan energi yang mereka hasilkan.

Soal produksi, apakah saat diproduksi brand bisa mempertanggungjawabkan penggunaan energinya efisien atau tidak? Misalnya brand menggunakan renewable energy. Lalu tentu saja bagaimana mereka mengolah limbahnya nanti? Bagaimana dengan kemasannya? Hal-hal semacam itulah yang terkadang luput dari mata kita.

Karena percuma kita memakai skincare atau produk dengan harga yang mahal kalau ujung-ujungnya limbah yang dihasilkan dari pemakaian kita akan mengakibatkan sampah yang menumpuk dan tidak terdaur ulang, atau bahkan tidak bisa hancur. Sudah memakai skincare mahal tapi hutan menjadi gundul. Banyak terjadi kebakaran hutan, banjir, polusi udara yang semakin parah, dan lain sebagainya.

Kalau sudah seperti itu, masih berhargakah skincare yang kita pakai?

segara naturals

Segara Naturals, Produk Beauty Awareness yang Ramah Lingkungan dan Ramah Sosial

Salut banget sih ketika Kak Christine Pan berbicara bagaimana Segara Naturals ini berdiri. Jika kita melihat indahnya Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dengan mata kepala sendiri kita tidak akan membiarkan Indonesia dirusak oleh sampah.

Sebagaimana yang telah terjadi, Indonesia yang dikatakan sebagai negara dengan hutannya yang lebat dan banyak, kini hanya tinggal berapa hektar hutan yang masih bisa dilindungi? Tinggal berapa luas hutan yang tidak terdeforestisasi?

Namun yang paling mengena adalah kadang kita tidak menyadari bahwa penumpukan sampah, hilangnya hutan dan segala ekosistem di dalamnya juga disebabkan oleh kita sebagai penyampah.

Dalam perjalanan Kak Christine kemudian beliau menyadari bahwa ternyata belum menemukan produk yang diinginkannya. Produk kecantikan yang alami. Komoditasnya juga diambil dari alam secara langsung, bukan sengaja dibudidaya. Serta tentu saja dengan kemasan yang ramah lingkungan.

Mungkin sudah banyak produk alami, tapi kenapa pembungkusnya plastik ya? Kita mau produk yang alami tapi akan percuma jika ujung-ujungnya nyampah lagi kan?

Pandangan Segara Naturals pada Produk Komoditas Lokal Indonesia

visi misi segara

Masih banyak potensi yang belum kita gali di Indonesia. Kalau dulu susah mencari minyak tengkawang. Sekarang sudah lumayan. Kalau dulu madu, daun kelor, dan beberapa komoditas alami lainnya belum dimanfaatkan untuk komoditas produk kecantikan, saat ini sudah banyak yang memanfaatkannya. Daripada dijual keluar negeri, sudah banyak brand yang mengembangkan komoditas lokal Indonesia ini.

Bahan baku di Indonesia mungkin belum terlalu transparan, apakah dalam praktiknya mereka sudah ramah lingkungan dari hulu ke hilir. Oleh karena itu Segara selalu meminimalisir sampah meskipun tidak mungkin menghindari sampah sama sekali. Secara operasional dari hari ke hari apakah pekerja Segara juga sudah meminimalisir penggunaan plastik? Ini yang menjadi concern Segara.

Meski dalam praktiknya Segara memakai alumunium untuk bungkusnya namun tetap saja supplier tidak bisa mengirim pembungkus tanpa plastik. Tidak seperti di luar negeri. Mau ideal, namun sayangnya masih panjang perjalanannya. Namun kita tidak perlu khawatir, Segara selalu berusaha setransparan mungkin mulai dari bahan baku, bahan turunan, dan apakah secara praktiknya sustainable.

Kenapa Konsumen Harus Memilih Produk Kecantikan dan Kesehatan yang Ramah Lingkungan?

Kita tuh sebagai konsumen banyak sekali dibombardir dengan informasi dan itu semuanya positif. Bebannya ada di kita sebagai konsumen dan sebaiknya kita mengedukasi diri sendiri.

Tergantung kita mau researchnya seberapa jauh. Karena pada dasarnya banyak sekali bahan baku yang bisa dipilih oleh pelaku skincare. Dan tidak ada definisi dan standar natural itu harus seberapa natural sih? Atau organik itu seberapa organik sih?

Ada 120 milliar pembungkus plastik dari industri kecantikan per tahun. Ini dari industri kecantikan saja, belum yang lain. Bisa dibayangkan akan ada berapa banyak sampah plastik bertambah dari tahun ke tahun. Ini ngefeknya ke tanah, lalu ke air, dan ujung-ujungnya kita juga yang akan menikmati dampak dari sampah itu sendiri.

Segara memang untuk teman-teman yang benar-benar peduli pada alam dan juga kulit yang sehat dan cantik. Jadi untuk mereka yang peduli pada kecantikan namun juga peduli dengan lingkungan, Segara sudah punya jawabannya untuk kita.

transparansi segara tentang sampah

Transparansi Segara soal sampah juga menjadi perhatian khusus buat saya. Saya tidak pernah melihat bagaimana sebuah brand begitu mempehatikan detail limbah yang mereka hasilkan. Jadi mereka tidak hanya sekadar claim bahwa produk mereka ramah lingkungan dan sehat untuk kulit, namun ini benar-benar ada yang menghitung, Dan yang menghitung pun bukan dari pihak Segara.

Yuk Cintai Alam Sebelum Menjadi Cantik

Kalau orang kota yang ngga pernah pergi ke alam pasti mereka ngga akan kenal juga. Siapapun seperti itu, tak kenal maka tak sayang. Maka kenali alam dan kita akan sayang. Begitu pun saya.

Kalaulah tidak melek informasi soal produk kecantikan yang ramah lingkungan dan ramah sosial, mungkin selamanya saya akan menjadi penyampah. Mungkin selamanya saya akan terjebak sebagai orang yang hanya peduli dengan kecantikan diri namun tak peduli dengan lingkungan yang asri.

Sebenarnya Indonesia sudah punya perencanaan mana tanah yang dijadikan lahan produksi, mana lahan yang harus dilindungi dan dikonservasi. Sebenarnya itulah yang harus kita perhatikan sebagai konsumen. Mana yang bisa menjamin itu tidak menimbulkan kebencanaan, menjamin kesejahteraan petani dan pekerja dalam rantai pasok. At least itu saja kok yang perlu kita perhatikan.

Banyak yang bilang konsumen Indonesia tidak peduli dengan hal seperti itu. Maka versi ramah lingkungan dan ramah sosialnya dikirim ke luar. Karena kalau di luar, ketika ada produk yang bahannya terbuat dari minyak sawit misalnya. Ini tipe minyak sawit yang seperti apa? Sudah tersertifikasi belum? Dan hal-hal lain yang mendukung bagaimana produk tersebut dikatakan sebagai produk yang ramah lingkungan dan ramah sosial.

Maka jangan sampai kita dibilang tidak peduli. Yuk tunjukkan pada dunia bahwa bangsa kita adalah bangsa yang ikut peduli dengan alam 🙂

Baca juga serum pencerah wajah terbaik di sini ya.