“Setelah 1 kan 2 ya, setelah A kan B, setelah alif kan Ba, ya Cit. Mestinya kita ini kan bisa ngaji dulu, baru memahami arti ayat-ayatnya, lalu mengamalkan, baru mensyiarkan. Kalau urutan kealamiahan demikian dibolak balik, keburu langsung ceramah kemana-mana hanya karena bernafsu menjalankan isi surat Luqman ayat 17 tetapi ia tak tahu surat An-Nahl ayat 125 sebagai takhsisnya, juga munasabahnya dengan Surat Yunus ayat 99-100, surat Ali-Imron ayat 159, dan surat al-Mu’minun ayat 71, kan bikin ruwet Islam. Model cerita-cerita masa lalunya saat menganut agama lain, dijelek-jelekkan begitu rupa. Lha aneh, anomali banget. Muallaf ya mestinya belajar Islam sebanyak dan sedalamnya dulu, to, kok ini malah langsung ceramah je. Persis situasimu Cit. Menikah kan urutan berikutnya dari perjalanan sebuah hubungan yang diyakini mantap to. Kok ngajak nikah kepada orang yang belum jelas sikap mantapnya, itu gimana?”
(Balada Cito Citi, halaman 112)
Khas seperti tulisan Om Edi Ah Iyabenu lainnya. Beliau menampilkan contoh-contoh yang dekat dengan keseharian kita untuk diambil pelajaran darinya. Kali ini Om Edi memberi bonus tulisan sebuah novel yang dianggapnya tidak bermutu. Namun sejak beliau menyusun buku Belajar Mudah Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh ala Bucin (semata untuk mempermudah pemahaman pembacanya kelak) makin lama Om Edi semakin terpikat dengan tokoh Cito yang ia ciptakan sendiri dalam bukunya.
Hebatnya, novel setebal 132 halaman ini selesai hanya dalam tiga hari. Menurut Om Edi sangat mudah menulis novel yang dianggapnya tidak bermutu. Namun menurut saya, novel Cito dan Citi ini sarat akan hikmah yang bisa kita ambil usai membacanya.
Salah satunya adalah Nasihat Agar Tidak Menikah Karena Terlalu Buru-Buru
Banyak orang di luar sana selalu menganggap usia pernikahan ideal itu disebut dalam angka. Padahal angka tidak menjadi jaminan seseorang bisa bersikap dewasa dan bertanggung jawab. Sedangkan pernikahan membutuhkan kedua hal itu. Dalam kisah Cito yang kebelet menikah dengan Citi dalam novel ini, Om Edi menyisipkan satu nasihat yang menentramkan.
Bahwa usia pernikahan itu relatif. Zaman dulu mungkin umur dua puluhan sudah punya anak dua atau tiga. Zaman sekarang ya jadi bergeser illat-nya. Demikian ungkap Om Edi. Maksudnya, hendaknya kita ini bersikap biasa saja karena setiap zaman selalu punya konteksnya sendiri. Jangan semata berpedoman pada lebatnya umur. Karena umur bukanlah esensi, walau memang dalam tataran ideal ada umur-umur terbaik untuk menikah. Tapi tujuan pokok menikah itu kan untuk sakinah mawaddah warohmah bukan hanya bagi kedua mempelai. Tetapi sekaligus keluarga besar dan masyarakat sekitarnya. Nilai ini yang tak bisa didapatkan dalam model yang-yangan kebablasan.
Ceritanya cukup singkat memang, tapi dari dialog-dialog yang diperankan setiap tokoh seakan membawa ilmu baru bagi pembaca. Baik itu tentang cinta, agama maupun moral anak muda zaman sekarang. Cito dan Citi adalah potret anak muda zaman now yang perlu dibimbing oleh orang-orang semacam Om Edi ini. Karena mereka sebenarnya mau mendengarkan jika kita menyampaikannya dengan baik, hati-hati dan pendekatan yang cerdas. Gejolak anak muda memang susah untuk ditahan, oleh karena itu Om Edi memberikan wadah untuk kelebihan energi tersebut agar tersalurkan pada hal-hal positif.
Meskipun isinya tidak layak disimak remaja di bawah 18 tahun, karena ada beberapa kata kasar yang harus didukung oleh formalitas kematangan usia, namun sebenarnya Om Edi menyampaikan pesan-pesan agama serta moral dalam buku ini dengan sangat indah. Tanpa bermaksud menggurui atau merasa yang paling saleh diantara semuanya. Baca ini bener-bener menghiburlah di tengah situasi seperti ini 🙂
Kisah Cito dan Citi juga secara tidak langsung mengingatkan kita untuk Belajar Agama dari Dasarnya. Meskipun boleh saja belajar mulai dari bab 10 lalu lompat kembali ke bab 1. Namun, orang-orang belajar itu tentunya mulai dari tahapan paling dasar hingga yang paling tinggi. Sehingga pemahamannya mendalam. Pemahaman yang mendalam tentu mendukung luasnya sudut pandang seseorang. Penting untuk kita yang berkali-kali diingatkan agar tidak meremehkan kaidah dasar dalam beragama.
Nah, kebayang ngga bagaimana sebuah novel dewasa bergenre romance diselipi dengan kaidah-kaidah dalam beragama? Novel Cito Citi jawabannya.
Balada Cito Citi, oleh Edi Ah Iyabenu
Penerbit DivaPress Jogjakarta.
Cetakan Pertama, April 2020, 132 halaman.
3.5/5
[…] Baca Selengkapnya […]
[…] juga ungkapan Cito pada Citi, orang yang dikasihi sekaligus disayanginya (meskipun Cito memang orang yang gampang sayang dan kangen pada perempuan manapun). Cito berkata pada Citi bahwa cintanya pada Citi seperti kaidah Al-ashlu […]
Eh aq kok justru salfok ama font-nya ya mbakk.. bagus banget.. haha maafkan.. belajar agama dari dasarnya memang benar. Yakni akidah. Tapi ibarat sekolah, itu kan ada berbagai macam mata pelajaran. Belajar akidah pun cuma salah 1 pelajarannya. Belajar yg lain pun wajib 🙂
Buku yang menarik. Kesiapan menikah memang bukan dilihat dari patokan umur semata, tetapi juga kesiapan dirinya. Supaya bisa menghadirkan keluarga sesuai harapan.
Sebuah novel yang menarik nih. Halamannya tidak terlalu panjang yang bisa kulahap dalam hitungan jam. Ceritanya juga menarik, membahas tentang kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Cocok juga pastinya untuk seorang remaja yang ingin segera melangsungkan pernikahan.
Saya ingat dulu ada tetangga saya yang bingung karena anak perawannya belum punya pacar, padahal anaknya saat itu masih sekolah SMA. Di beberapa daerah hal ini masih terjadi.
Menarik juga nih, tapi dibeberapa daerah masih ada yang menikah saat usia blm mencukupi dan bahkan belum memiliki pekerjaan tetap. Mungkin bagi sebagian daerah itu sdh jdi tradisi
Buku yang menarik dan saya baru mau mulai baca kak.
Bukunya menarik banget. Menikah emang harus ada banyak persiapan, tapi percayalah semua sudah disiapkan yang Maha Kuasa jika kita benar-benar niat menikah untuk mencari ridhoNya.
Yg mo nikah pasti aja ada keseruan masing2, kendala ini itu ah macam macam. Makanya mentallah yg utama, bkn usia hehe
Penasaran ma novelnya
Tq dah direview 🙏
Produktif ya yang punya Basa Basi ini. Saya suka dengan bahasa Yai Edi ini. Diksinya segar, lugas, tapi maknanya mendalam. Tapi untuk novelnya yang ini belum saya nikmati.
Produktif ya yang punya Basa Basi ini. Saya suka dengan bahasa Yai Edi ini. Diksinya segar, lugas, tapi maknanya mendalam. Tapi untuk novelnya yang ini belum saya nikmati.
Tulisan bos Diva publishing ini keren. Ciri khasnya memang bahasanya ringan dan mudah dipahami.
bukunya mbak jihan lucu2 ya, bagus2 deh. mengenal islam yang melulu dari buku teoritis tapi bisa dari kisah seperti ini. makasih mbak bisa jadi referensi buku bacaanya
Masyaallah. Aku fokus ke beliau menulis dalam tiga hari? Sangat produktif! jadi pengen kenal beliau. kenal karyanya.
Cito Citi ini diceritakan kisaran usia berapa Mbak mereka? Ceritanya unik, dari hal umum, menjalar hingga ke pernikahan. Sebuah perbincangan yang tidak pernah habis, hehe
Kesiapan dan umur kadang ada hubungan sama sekali. Memaksakan menikah hingga terburu-buru bisa saja berakibat fatal.
Kalau bicara belajar agama dari 0,1 dst itu mnurut saya penting. Banyak yg blajar langsung ke bab 10 malah terlihat sok tahu.
Akibatnya sok tahu malah nyalah-nyalahin orang, hakimin orang dan menghina orang lain.
Ngeri ya. Toh dalam sholat sendiri kita diajarkan untuk tertip ya Ka.
Makasih share novelnya.
Nah iya bener nih. Sekarang tuh juga bukan Zaman Siti Nurbaya lagi. Jadi, orang mau nikah umur berapa aja, gak usah dijulidin. Hihihi. Saya termasuk yg kena julid dulu setiap pulang kampung. Umur sudah 25 masih saja belum menikah. Padahal, bukannya saya gak mau menikah. Belum nemu jodoh yg klik aja. Yg penting adalah bagaimana kita menjalani kehidupan dengan tidak penuh kesia-siaan, terlepas dari kita sudah menikah atau belum menikah.
Judulnya ya. Gampang sayang gampang kangen banget. Hehehe
Menulis novel dalam 3 hari? Dengan hasil tulisan yang syarat makna kata pembaca.
Ini keren. Jika yuni baca review ini,jadi berasa tertarik aja buat baca novelnya.
Pingin tahu, gimana kebeletnya Cito yang ingin nikah sama Citi?
Hehehe
wah novel yg menginspirasi nih.. makna nya segala sesuatu ya hrs dipelajari dulu ya dasarnya..krna klo main lompat aja yg ada jd bingung sendiri trus nyalahin orang yg ga sepaham hehe..bagus kak cara nulis resensi novelnya..
Ini dari judulnya aja udah mencuri perhatian banget. Gampang sayang gampang kangen. Jadi penasaran. Ini kalo mau order bukunya gimana kak?
lucu amat namanya Cito Citi kirain ini untuk anak-anak atau remaja ternyata novel dewasa. jadi penasaran ingin baca juga, terima kasih reviewnya mba.
aku tuh orangnya gampang sayang , gampang kangen hahahah, canda kak. Usia bukan jadi patokan juga memang terus kalau usia sekian harus dipojok2in nikah sana nikah, weleh. Kadang juga ada yang ikut ke sebuah kajian cuma mau cari cinta lahhh.
Aduh, aku malah terpesona sama pemilihan font-nya, hahaha … Abisnya lucuuu …
Bener, sih. Menikah itu bukan soal mengejar usia aja, persiapan mental dan rohani sangat penting. Pemahaman menikah itu apa, hak dan tanggungjawabnya bagaimana. Tapi soal menikah karena usia sih menurutku banyak dipengaruhi faktor orangtua. Anak muda jaman sekarang sepertinya sudah modern, sih. Kalau orangtuanya mungkin iya, banyak mengejar karena sudah umur, hihihi …
Bukunya satu jalur banget sama selera saya. Dilihat dari review buku ini, sangat relate sekali dengan keadaan muda mudi zaman skrg. Semoga bisa kesampaian baca bukunya
banyak dari beberapa teman saya suka nikah di awal namun pada akhirnya ada yg hidup senang dan juga ada yg hidup melarat karena kekurang materi dan psikis belum matang
Sering lihat Pak Edi promo buku ini di twitter. Kayaknya diselipin humor juga ya, jadinya lebih ringan
jihanku selalu rajin review buku
fontnya diubah dong wkwkw
sulit bacanya nih
btw review yang bagus seprti biasa