Masih ingat dengan kisah nyata dari buku Baek Se Hee? Pada I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki pertama? Kini, buku keduanya hadir untuk mengisahkan bagaimana perjuangannya melawan distimia yang dideritanya selama ini. Yup, perjuangannya belum selesai. Bagi yang sudah membaca buku pertamanya dengan judul yang sama, I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki pasti tahu bagaimana Baek Se Hee berjuang untuk sembuh. Apakah di buku kedua ini Baek Se Hee berhasil sembuh?
Konflik Berlapis di Buku Baek Se Hee yang Kedua
Alih-alih menerima kekurangan, aku memutuskan untuk tidak memandang diriku sendiri secara negatif -Baek Se Hee dalam I Want to Die But I Want To Eat Tteokpokki 2-
Perjuangan Baek Se Hee untuk sembuh dari distimia masih berlanjut. Konflik batin yang dialaminya selama masa penyembuhan pun menjadi lebih kompleks. Distimia (depresi ringan yang berlangsung terus menerus) ini masih membayangi Baek Se Hee. Bahkan ketika dirinya sudah terlihat bahagia dengan kekasih, pekerjaan, serta karirnya yang terlihat baik-baik saja bagi orang di luar dirinya.
Siapa sangka ternyata Baek Se Hee memikirkan banyak kekurangan dan kerumitan yang terjadi dalam hidupnya selayaknya orang sakit yang tak kunjung menemukan obat. Keinginannya untuk dicintai oleh seseorang yang juga disukainya sudah terwujud, namun mengapa tetap saja perasaan Baek Se Hee tak kunjung stabil dan membaik? Beberapa hal yang ternyata membuat kondisi Baek Se Hee masih buruk adalah karena ia masih terjebak dalam lifetrap masa lalunya.
Baek Se Hee merasakan bahwa selama hidup tiga puluh tahun ini tidak ada orang yang menyukainya atau bahkan tidak ada yang pernah benar-benar tertarik padanya. Setiap lelaki yang disukainya sejak SMP tidak pernah mau jika harus duduk bersebalahan dengan Baek Se Hee. Anggapan karena tubuhnya yang “gendut” atau mungkin karena Baek Se Hee yang tak pandai bergaul. Ia selalu khawatir dengan pikiran orang atas dirinya.
Baek Se Hee melihat kelebihan orang lain secepat ia melihat kekurangan dalam dirinya. Oleh karena itu ia selalu merasa kesepian saat sadar bahwa tidak ada orang yang tertarik padanya. Apakah seekstrem itu? Iya. Bahkan diceritakan dalam buku ini ketika Baek Se Hee tidak suka dengan pakaiannya yang dikenakan. Lalu diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain ia akan mengganti pakaiannya saat jam makan siang.
Namun saat ini, Se Hee sudah punya kekasih. Apalagi kekasihnya adalah lelaki yang baik hati dan menerima Se Hee apa adanya. Bahkan ia selalu mendukung Se Hee baik dalam karirnya atau mengerjakan hobinya. Seharusnya sudah tidak ada alasan bahwa orang lain tidak ada yang menyukainya ini dibenarkan atas tindakannya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Se Hee pernah mencoba untuk memutus pembuluh nadi di pergelangan tangannya dengan pisau. Namun ternyata gagal karena perasaannya mendadak menjadi jauh lebih buruk. Meskipun Se Hee mengonsumsi obat-obatan anti depresan yang diresepkan oleh konsultan psikolognya, namun ternyata obat itu pun tidak bisa menyembuhkannya. Kebiasaan buruknya ketika stres adalah ia akan melahap banyak makanan, melupakan diet, bahkan melupakan kekasihnya. Namun di sisi lain ia terobsesi untuk menjadi langsing, memiliki berat badan ideal seperti teman-temannya yang lain.
Obsesi Diet Baek Se Hee dan Sirkuit Reward Otak Yang Bisa Terjadi Pada Siapa Saja
Melalui catatan Se Hee dalam bukunya inilah saya belajar banyak hal. Termasuk bagaimana harus membenahi pola makan. Karena kenyataan bahwa banyak berolahraga pun tidak menjamin berat badan akan turun. Ada beberapa orang yang tidak mungkin menurutkan berat badan dengan hanya meningkatkan intensitas olahraga. Mengapa?
Karena saat intensitas olahraga meningkat, nafsu makan juga meningkat. Oleh karena itu, dengan semakin sering berolahraga, sudah pasti kita semakin banyak makan. Benar kan? Karena banyak makan itulah rasanya juga akan semakin lelah setelah mengerjakan pekerjaan fisik. Lalu saat lelah yang terpikir adalah,
“Aku sudah berolahraga sebanyak ini, jadi aku boleh makan banyak.”
Untuk itu, lebih baik mencoba mempertimbangan beberapa cara untuk mengurangi berbagai jenis karbohidrat atau gula. Pertama-tama yang perlu kita ketahui adalah pada sirkuit reward otak (bagian dalam otak manusia yang berperan dalam memberikan perasaan senang, nikmat, dan sejenisnya), gula memberikan perasaan puas secara langsung melalui proses yang sangat sederhana.
Lalu, obat-obatan yang memberi efek cepat biasanya tingkat ketergantungannya juga kuat. Misalnya saja narkoba. Jika obat langsung memperlihatkan efek setelah dimakan, efek itu juga akan segera hilang. Makanan-makanan manis sifatnya juga sama seperti obat-obatan itu.
Ilmu baru yang disampaikan oleh psikolog ini tidak saja untuk kesehatan fisik, tapi juga jiwa kita. Benar saja apa yang diajarkan oleh agama saya bahwa makan itu secukupnya. Jangan sampai perut menjadi kekenyangan. Terlebih tidak ada ruang untuk udara dalam perut.
Obsesi diet yang dialami Baek Se Hee ini sudah ditekan dengan obat penekan nafsu makan. Lalu efeknya memang Baek Se Hee bisa menekan nafsu makannya ketika stres.
Hal lain yang juga saya pelajari dari buku ini adalah ketika Baek Se Hee berkali-kali ingin berhenti dari pekerjaannya, dari perusahaan yang selama ini membayarnya. Namun tidak serta merta keinginannya tersebut di-iya-kan oleh psikiater yang menemaninya. Kalau di sini sebagai teman Baek Se Hee mungkin saya akan melakukan sesuatu yang membuat dia bahagia, salah satunya dengan menyetujui rencananya untuk keluar dari kantornya. Namun psikiater tersebut terus mengatakan pada Baek Se Hee untuk tidak mengambil keputusan pada saat suasana hatinya tidak stabil. Karena urusan pekerjaan dan bagaimana perasaannya yang seolah-olah diperlakukan buruk harus dipikirkan matang-matang dengan kepala yang jernih dan masuk akal.
Saya jadi teringat bagaimana perasaan saya yang mengatakan bahwa saya hanya dimanfaatkan oleh orang-orang kantor. Mungkin saja memang itu hanya perasaan saya sebagaimana yang dirasakan oleh Baek Se Hee juga. Akhirnya saya pun sempat mengurungkan niat untuk mengajukan resign dari kantor juga. Menunggu stabilnya otak saya, hehee…
Kesimpulan
Buku ini bukanlah buku yang tepat bagi orang-orang yang tengah mencari cara mengatasi depresi secara sempurna. Akan tetapi cukup sebagai cermin luka hati agar seseorang bisa melihat kegelapan yang selama ini tidak diketahuinya. Baek Se Hee sudah banyak menggenggam tangan banyak orang lewat buku pertamanya dan ia ingin menggenggam lebih banyak tangan lagi lewat buku keduanya ini. Bahwa mereka tidak sendirian.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ bahwa penerimaan dalam buku ini digambarkan sebagai proses yang unik dan individual. Tidak serta merta langsung menerima bahkan saat sedang berproses. Tidak jika saat ini kita masih merasa belum membaik dalam proses menerima diri sendiri. Penulis mengungkapkan bahwa kita bisa membaik dalam perjalanan menerima diri sendiri.
Terimalah diri sendiri dalam ketidaksempurnaan, karena tidak ada manusia yang sempurna. Izinkan orang lain memiliki persepsinya terhadapmu, karena kita tidak bisa mengubah persepsi orang lain. Namun izinkan diri kita sendiri memiliki persepsi yang baik juga terhadap diri kita sendiri. Jangan karena orang lain merisak diri kita, lantas kita ikutan membully diri sendiri.
I Want To Die but I Want to Eat Tteokpokki 2 oleh Baek Se Hee
Penerjemah : Ni Made Santika
Penerbit Haru, Cetakan Ketiga Oktober 2020
232 halaman
Berbagi kisah diri yang mungkin dinilai aneh atau salah buat orang lain sebenarnya sebuah hal yang manis untuk menggenggam tangan banyak orang agar orang lain yang mungkin sedang berada di posisi tersebut tahu, bahwa dia tak sendiri.
Sayangnya, masih jarang orang yang bisa menerima tulisan seperti itu, kecuali yang nulis penulis terkenal hihihi
baru tahu dengan istilah ini, rupanya depresi ringan. Seperti nya buku ini cocok nih jadi bahan bacaan kita dimasa sekarang. Secara hal ini sering terjadi, siapa tahu malah sesuai ama jalan ceritanya
Sejujurnyq aku memang belum pernah baca novel tersebut. Tapi sepertinya menarik ya, karena terikuti degan proses penerimaan diri sendiri oleh diri.
Aku baru tahu istilah distimia. Wah keknya perlu baca buku ini aku mbak. Sepenggal kisah yang ditulis di sini aja aku langsung merasa “duh, kok aku banget.”
Buru2 cari bukunya aaah.. hehe. Suka sama buku psikologi dan perkembangan diri begini.
Aku awal bingung apa distimia ini, aku baca lanjut terus ternyata depresi ringan yah mba, tapi berlangsung secara terus menerus bisa berakibat buruk juga yah. Hmmm kayaknya aku sedikit mengalami ini deh.. penasaran sama bukunya. Kapan2 pengen cari 😊
Pantas saja bukunya banyak disukai, ya, ada semangat hidup, semangat berubah, Saya jadi penasaran pengen baca sendiri bukunya
Wajib baca buku pertamanya dulu dong ya?