Setelah menikah dengan suami di tahun 2013 saya sama sekali tak terpikir untuk menghuni rumah sendiri. Lho kok aneh? Iya, dari sinilah berawal cerita rumah kami. Rumah impian di tahun ke-10 pernikahan.

Setelah menikah, karena saya adalah satu-satunya anak perempuan Ayah yang bisa mendampingi beliau 24/7, jadilah Ayah benar-benar membutuhkan saya di hari tuanya. Ayah selalu berkata bahwa saya sangat dibutuhkan oleh beliau. Beruntungnya suami memahami kondisi kami saat itu dan tak masalah hidup di bawah satu atap.

Ayah dan Ibu di lantai satu, lalu saya dan suami di lantai dua. Beruntungnya Ayah dan Ibu adalah sosok orang tua egaliter yang ngga kuno-kuno banget. Misalnya saja soal beberes rumah atau soal masakan. Kami bebas melakukan apa saja. Tentu saja suami pun jadi betah.

Menginjak usia pernikahan ke-6, Isya hadir di tengah-tengah kami dan dari situlah kemudian saya dan suami kompak berpikir untuk bisa hidup terpisah. Selain karena Isya butuh kamar sendiri, ia juga butuh explore banyak hal yang tak dibatasi oleh aturan-aturan rumah induk kami selama ini. Meskipun di dalam kamar Isya bisa melakukan apapun yaa, Isya juga disediakan ruang bermain sendiri. Namun rasanya belum lega saja jika kami belum punya rumah sendiri.

Merangkai Kepingan Mimpi dalam Cerita Rumah Kami

cerita rumah kami

Pas banget, sebagai seorang freelance blogger selama empat tahun belakangan ini saya cukup optimis dengan penghasilan per bulannya. Bahkan ada banyak rezeki tak terduga yang akhirnya membuat saya bisa melabuhkan banyak impian di atas bintang-bintang.

Kalau punya rumah sendiri, mungkin saya bisa mengembangkan usaha jadi lebih besar. Impian untuk membuat media nasional yang selama ini hanya ada di angan-angan, mungkin beberapa langkah lagi bisa diwujudkan.

Rumah kami dibangun rasa optimisme dan pertolongan banyak orang. Termasuk paklik saya yang tak mau dibayar sebagai kontraktor handal. Sehingga pekerjaan bisa selesai tepat waktu, ngga pake molor, bahkan bisa dihuni dengan baik dengan material yang berkualitas.

Apa saja saja sih persiapan yang kami lakukan ketika membangun rumah impian ini?

persiapan membangun rumah

Persiapan Membangun Rumah Impian

Inilah cerita rumah kami. Membangun rumah impian memang tidak mudah. Saya pikir tidak akan banyak menghabiskan tenaga, karena yaa yang bikin kan tukang wkwkw. Ternyata selain harus persiapkan materi, juga tenaga dan mental.

Tenaga untuk persiapan, pelaksanaan, hingga pasca pembangunan. Mental untuk tidak gampang tergoda dengan barang-barang yang sebenarnya belum urgent, dan lain-lain.

Berikut adalah persiapan yang saya lakukan selama membangun rumah impian:

1. Melakukan pengukuran dan mulai menggambar design sesuai budget dan keinginan

Beruntungnya saya dan suami sudah punya tabungan berupa tanah. Meskipun dibayar dengan cicilan, alhamdulillah tanah yang kami beli lunas tepat setelah enam tahun menikah. Setelah membulatkan tekad dan mengencangkan ikat pinggang, saya dan suami melakukan pengukuran tanah untuk kemudian menggambar design sesuai budget dan keinginan.

Karena design rumah kami kerjakan sendiri, jadi tidak ada biaya design yang dikleuarkan. Hehehe..

2. Menunjuk kontraktor yang amanah

Setelah design sudah jadi, kami menunjuk kontraktor yang saat itu paklik saya sendiri yang sudah langganan juga jadi jadi kontraktor di pembangunan rumah-rumah, pondok pesantren, hingga universitas swasta di kota kami.

Alhamdulillah, hasil kerjanya selama ini bagus. Bahkan untuk pondok pesantren beliau tidak mau dibayar.

3. Merencanakan anggaran

Merencanakan anggaran atau yang biasa disebut dengan Rencana Anggaran Bangunan adalah hal wajib yang harus dilakukan sebelum memulai pembangunan. Membuat perencanaan anggaran akan membantu kita menentukan pos-pos pengeluaran setiap pekan dan diperuntukkan apa saja.

Sehingga kalaupun rencana anggarannya terlalu tinggi, kita bisa menyesuaikannya dengan budget yang dimiliki. Misalnya saja saat kemarin anggaran untuk lantai rumah kami terlampau tinggi bagi saya. Akhirnya kami pun melakukan modifikasi bahan-bahan yang digunakan untuk lantai.

Intinya, dengan perencanaan anggaran ini kita bisa mengira-ngira berapa dana yang dibutuhkan untuk membangun rumah impian.

4. Memilih bahan bangunan yang berkualitas

Saya teringat dengan pesan Ayah bahwa untuk membangun rumah jangan pakai bahan abal-abal. Jangan sampai rumah yang menjadi tempat berteduh itu adalah rumah yang rapuh.

Oleh karena itu untuk memilih bahan bangunan seperti besi untuk pondasi, batu, semen, pasir, hingga cat rumah sekalipun saya memprioritaskan untuk memilih bahan yang berkualitas. Persoalan “isi dari rumah” itu sendiri bisa dicicil hehehe..

Untuk batu bata saya menggunakan bata merah alih-alih batu bata putih yang katanya bisa mempercepat pekerjaan dan juga lebih murah. Beberapa orang meyakini bata putih sama saja kualitasnya, namun batu bata merah lebih baik kualitasnya berdasarkan pengalaman Ayah, Ibu, dan juga kontraktor kami selama ini.

Lalu untuk semen, saya memilih semen SCG agar bangunan kokoh berdiri meskipun hujan, panas, angin, menerjang hehehe.. Selama tiga bulan menempati rumah alhamdulillah tak ada keluhan yang berarti.

semen SCG

Intinya jangan sampai deh menggunakan bahan abal-abal. Jangan sampai dana habis karena harus renovasi rumah karena bahan yang digunakan kurang kuat untuk menopang berdirinya rumah kita.

5. Mempersiapkan dana darurat 

Berdasarkan pengalaman sih dana darurat ini penting banget. Karena meskipun sudah ada rencana anggaran bangunan, ternyata masih ada saja yang terlewat. Termasuk dana untuk syukuran rumah baru, hehehe..

6. Berdoa agar dimudahkan

Salah satu hal yang mungkin sering terlupa. Berdoa menjadi bagian dari sebuah usaha. Karena tanpa izin dari Allah, segala urusan kita tentu tak akan terlaksana sesuai dengan harapan. Jadi, jangan lupa banyakin doa. Kata orang tua, tirakatnya dijaga.

cerita rumah kami

Selamat membangun rumah impian, semoga dimudahkan yaa!