Indonesia Darurat Membaca itu ternyata bukan hanya slogan. Banyak terjadi dan sering terjadi.

Sebelumnya saya pernah menulis sedikit tentang Indonesia darurat membaca pada program #30haribercerita di instagram. Saya ungkit kembali disini karena ini adalah hal crucial yang juga harus kita pikirkan bersama solusinya. Tanpa melihat data statistik pun dari sini kita sudah bisa melihat fakta dan realita nya.

Isinya perihal sebuah kebiasaan men-skip bacaan, baik dari orang-orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri, maunya yang instan, tanpa harus capek-capek melalui sebuah proses membaca.

Beberapa bulan lalu sempat viral tentang sebuah peristiwa salah beli, dikira Handphone dapatnya temperred glass.

Peristiwa terjadi di salah satu lapak online; ada yang menjual temperred glass, dikira netizen budiman sang penjual memasarkan produk handphone.
Karena tidak membaca deskripsi, mereka begitu saja membelinya, tapi ketika barang sampai, baru deh complain dan menyalahkan tokonya. Padahal kalau dibaca dengan teliti pasti tau sih apa yang dijual. Ini lucu, asli.

Kok bisa?

Bisa. Itu contohnya, sudah ada. Antara lucu, kasihan, gemes, kesel, jadi satu. Bagaimana tidak? Sudah jelas sang penjual menawarkan temperred glass dengan tampilan sebuah foto handphone di iklannya. Keterangan barangpun sudah ada, meskipun dalam bahasa inggris. Harga pun sudah tertera, kira-kira harganya ratusan ribu rupiah untuk ratusan lembar temperred glass. Kemudian datanglah banjiran testimonial yang mengatakan bahwa barang yang datang bukan handphone, tapi temperred glass. Sungguh mengecewakan, PHP, dan lain-lain, intinya komplain atas barang yang mereka beli.

Sampai disini siapakah yang salah? Apakah kita menyalahkan penjual? Padahal baik keterangan produk dan harga sudah jelas tertera di iklannya. Hanya saja mungkin gambar handphone yang ditampilkan membuat salah paham.

Untuk orang yang teliti membaca dan berani bertanya, mungkin dia sekali melihat akan langsung tahu, apa yang sedang dijual. Jelas terlihat dari bacaannya. Lain hal jika dia tidak melihat bacaannya. Oleh karena itu banyak yang merasa “tertipu” dengan iklan tersebut. Saya geli melihat kejadian seperti ini, subhanallaah. Mereka bisa membaca harga, kemudian memesan barang yang tentu tidak akan terlepas dari kegiatan membaca dan menulis, tapi nyatanya mereka tidak mau membaca keterangan lengkap produk yang dijual. Begitu melihat handphone dengan harga murah, tanpa pikir panjang dan membaca dengan teliti, dibelilah barang yang menurutnya handphone tersebut. Bagaimana menurut Anda?

Ada satu lagi peristiwa yang sempat saya abadikan juga di instagram.

indonesia darurat membaca

pict from unsplash/@yasya

Para pembeli lemari barbie marah-marah karena barang yang sampai ternyata tidak sesuai. Iya, mereka pikir lemari beneran. Ternyata lemari barbie yang dijual.

“Barangnya jelek sekali tidak sesuai gambar”

“Ukurannya kecil dan tidak sesuai dengan harga barang, lebih mirip lemari mainan. Kecewa total”

Ya Allah Tuhan Robbiku…

Pingin ketawa (lagi), tapi takut kena diri sendiri.
Intinya sih, Indonesia benar-benar darurat membaca, karena orang yang dikatakan “terjebak” dengan iklan tanpa proses membaca (dengan teliti) terlebih dahulu tidak hanya satu atau dua orang, tapi banyak. Buktinya ada banyak testimoni kekesalan karena barang yang datang tidak sesuai dengan gambar, seperti contoh dua peristiwa diatas.

Oleh karena itu ada baiknya @gerakan_1week1book ini diikuti bagi siapa saja yang waktu membacanya “berkurang” sehingga setidaknya harus dipaksakan agar menjadi kebiasaan.

Tentu setelah baca AlQuran yaa 🙂
Keep calm and iqro’ (bacalah).

Kalau kamu? Adakah pengalamanmu, atau temanmu sebagai korban kurang membaca? 😂😂

#challenge1 #oneweekonepost

Baca Juga Mengenal Gerakan One Week One Book