“Padahal uang itu hasil dari kerja keras bertahun-tahun, banting tulang pagi sampai ketemu pagi lagi. Ngga tahu harus ngapain lagi, mau jelasin gimana sama suami. Rasanya makan tidur ngga enak, anak ikutan rewel. Ya Allah gimana caranya biar uang saya balik? Belasan juta aja emang, lapor polisi pun pesimis rasanya.. “
Keluhan seorang Ibu di salah satu media sosial tersebut membuat saya terenyuh. Teringat bagaimana perjuangan saat awal-awal menikah dulu. Gaji suami masih jauh dari batas Upah Minimum Regional. Bahkan belum setengahnya. Susah payah kami kumpulkan uang sedikit demi sedikit sampai suami menemukan tempat kerja yang menghargai “ilmunya” dari kampus Ganesha tempat ia menimba ilmu dulu.
Saya tahu bagaimana perasaan teman media sosial saya itu. Dada sesak, tidur tak enak, dihantui rasa bersalah yang entah kapan akan hilang. Memulai lagi dari nol setelah kehilangan uang belasan juta yang berharga bukan hal yang mudah. Menyusun kembali kepingan-kepingan yang pecah juga bukan hal yang bisa sembuh dalam waktu singkat.
Kejahatan yang menimbulkan kerugian material ini terus berulang, dari hari ke hari. Bahkan terus bertambah jumlah korbannya. Bukan hanya belasan juta, bahkan ada yang kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah karena kejahatan siber di Indonesia.
Belajar dari Korban Simon Leviev dan Anna Delvey
Pernah dengar kan kasus penipuan berkedok cinta atau yang biasa disebut dengan love scammer dari Simon Leviev? Pernah juga kan mendengar bagaimana sosok Anna Delvey yang dikisahkan dalam film dokumenter berjudul Inventing Anna yang berhasil “mencuri” ratusan juta dollar Amerika dari berbagai bank milik teman-teman serta investornya?
Kejahatan Siber bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia dengan berbagai macam modus tentunya. Kejahatan Siber semakin marak seiring dengan penggunaan gadget serta media sosial yang juga meningkat di tengah masyarakat. Tidak hanya menyasar generasi millenial hingga Z, tapi juga generasi boomers yang belum banyak teredukasi soal kejahatan siber.
Modus dari kejahatan siber ini bermacam-macam. Ada yang jelas-jelas melakukan penipuan dengan memanfaatkan koneksi seperti yang dilakukan oleh Simon Leviev dan Anna Delvey. Kalau menyangkut koneksi seperti ini, jelas kita tahu orangnya, dan seharusnya kejadian yang menimpa korban-korban Anna Delvey dan Simon Leviev bisa mengambil banyak pelajaran darinya. Sehingga tidak akan ada lagi kejadian sama yang terulang lagi dan lagi.
Selain itu ada juga modus yang dilakukan melalui perantara perangkat seperti yang sering terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.
Contohnya saja orangtua saya sendiri. Berkali-kali ditelepon oleh orang tak dikenal dan mengaku dari BRI (kebetulan Ayah saya adalah nasabah BRI), yang memberi info bahwa Ayah saya mendapatkan hadiah undian. Beruntungnya Ayah bukan tipe orang yang “kagetan” atau gampang terpengaruh dengan info-info seperti itu. Apalagi anak-anaknya sudah mewanti-wanti agar tidak langsung percaya informasi dari seseorang baik dari pesan singkat maupun telepon.
Alhasil Ayah saya belum pernah masuk ke dalam jeratan komplotan penipu seperti itu. Begitu juga dengan Ibu saya, suatu ketika ia mendapatkan pesan singkat melalui Whatsapp Messenger, isinya seperti ini:
Saya sih sudah tahu pasti itu penipuan. Kenapa? Yuk kita analisis sama-sama kenapa saya bisa dengan mudah mengatakan bahwa surat-surat semacam itu, yang disebarkan lewat pesan Whatsapp adalah penipuan.
Jadi Nasabah Bijak, Kenali dengan Mudah Pesan Berantai Penipuan
Beberapa alasan yang bisa kita analisis di sini adalah:
- Tata bahasa dan EYD yang diketik tidak menunjukkan profesionalitas. Kita tahu BRI itu bank besar, yang berdiri sejak 1895 dan menjadikan BRI menjadi salah satu Bank terbesar dan tertua yang dimiliki BUMN di Indonesia. Jadi kita pasti tahu dong, masa iya bank besar tidak punya tim ahli untuk menulis pesan-seperti tersebut di atas dengan ejaan dan tata bahasa yang baik dan benar? Apa yang mau kita harapkan kalau penulisan di- dipisah atau digabung saja tidak benar? Jelas, ini bukan surat resmi dong, karena masih banyak lagi ejaan yang tidak baku dan secara linguistik sudah jelas itu bukan bahasa tulisan resmi.
- Tidak ada nomor surat, tanda tangan, nama terang siapa yang membuat keputusan hingga stempel yang merupakan bukti sahnya surat edaran, apalagi jika berkaitan dengan “uang”, setuju kan?
- Layout header dan footer yang ngga banget. Kentara sekali bahwa surat tersebut dibuat oleh seorang amatir. Karena kalau menyewa jasa profesional, mungkin si penipu tidak kuat bayar.
- Waktu dan tempat dibuatnya keputusan juga tidak jelas, alasannya pun mengada-ada. Perubahan nominal yang disebutkan juga sangat tidak rasional. Sehingga orang-orang yang mungkin belum teredukasi dengan baik, akan dengan mudahnya mengklik link yang sudah dibagikan tersebut. Sementara kita tidak pernah tahu, apa yang menanti “calon korban” dibalik link berbahaya itu.
- Dikirim melalui Whatsapp Messenger atau SMS yang belum memiliki pengamanan ketat. Meskipun email juga masih rentan juga tersusupi email spam penipuan semacam ini.
Dari poin pertama saja tentu kita sudah tahu ya seharusnya bahwa pesan berantai tersebut adalah fix hoax atau penipuan yang bisa jadi akan merugikan kita. Mirisnya, hal-hal seperti ini masih juga memakan korban, dan masih marak beredar dari waktu ke waktu. Apa yang salah dari kita? Kenapa bisa terjadi hal-hal seperti ini?
Apa yang harus kita lakukan agar menjadi nasabah bijak? Kita pahami dulu bagaimana kejahatan siber itu sendiri semakin marak dan masyarakat Indonesia menjadi sasaran empuk para penipu di dunia digital.
Waspada Soceng Yang Ancam Rekeningmu
Social Engineering atau yang biasa disebut sebagai soceng adalah sebuah cara untuk memanipulasi psikologis dari seseorang untuk tujuan mendapatkan informasi pribadi yang sifatnya rahasia. Social Engineering sendiri juga disebut sebagai Rekayasa Sosial.
Beberapa Soceng yang patut diwaspadai dan akhir-akhir ini marak menjadi modus penipuan baru menurut OJK yakni:
1. Info Perubahan Tarif Transfer Bank
Modus pertama yang sering dilakukan oleh penipu adalah terkait dengan informasi perubahan tarif transfer bank. Biasanya, penipu akan berpura-pura menjadi pegawai bank dan menginfokan adanya perubahan tarif transfer bank kepada korban.
Lalu, penipu tersebut akan memberikan sebuah link untuk diisi oleh para korban. Formulir tersebut nantinya akan memberikan beberapa data pribadi seperti PIN, OTP, dan juga password. Sebagaimana yang telah saya ceritakan sebelumnya, namun bedanya hal ini bisa juga disampaikan melalui sambungan telepon lho. Jadi kalau ada nomor tak dikenal dan bukan official bank yang kita gunakan jasanya, sebaiknya jangan dipercaya ya.
2. Tawaran Menjadi Nasabah Prioritas
Modus kedua yang dilakukan oleh penipu adalah dengan menawarkan perubahan status nasabah menjadi nasabah prioritas. Nasabah prioritas memang menawarkan berbagai macam fasilitas yang tidak dimiliki oleh nasabah biasa.
Penipu akan berusaha merayu para korban dengan promosi-promosi menarik. Setelah itu, penipu akan meminta korban untuk memberikan berbagai data pribadi seperti nomor kartu ATM, PIN, OTP, Nomor CVV/CVC, dan juga password.
3. Akun Layanan Konsumen Palsu
Saya sering sekali menjumpai di berbagai media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram, banyak sekali akun-akun yang mengatasnamakan bank. Akun-akun tersebut biasanya akan “nimbrung” jika seorang nasabah sedang menyampaikan keluhannya di media sosial terkait.
Pelaku penipuan tersebut akan menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah nasabah dan akan mengarahkanya ke situs bank palsu atau meminta nasabah tersebut untuk memberikan data pribadinya.
4. Tawaran Menjadi Agen Laku Pandai
Modus soceng imbauan OJK yang terakhir adalah penipu akan menawarkan jasa untuk menjadi agen laku pandai tanpa persyaratan yang rumit. Untuk diketahui, agen laku pandai adalah singkatan dari Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif. Program Laku Pandai merupakan program pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan untuk membantu masyarakat yang selama ini belum tersentuh perbankan.
Program keuangan inklusif ini melibatkan perbankan sebagai lembaga keuangan. Pihak bank menawarkan kepada masyarakat yang bersedia menjadi agen Laku Pandai. Jadi, ketika kita diterima menjadi agen Laku Pandai, bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan karena akan mendapatkan komisi dari transaksi nasabah.
Nah, ternyata salah satu cara penipu untuk mendapatkan kepercayaan korban adalah dengan menawarkan jasa untuk menjadi agen laku pandai seperti ini. Nantinya penipu akan meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang agar bisa mendapatkan mesin EDC (alat penerima pembayaran yang dapat menghubungkan antar rekening bank).
Kenapa ya Kejahatan Siber Semakin Marak?
Berdasarkan situs kominfo.go.id, tingkat kejahatan siber di Indonesia pernah masuk dalam peringkat kedua di dunia di tahun 2015 lalu. Peringkat II di dunia lho! Bayangkan bagaimana kejahatan itu terus meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan gadget dan juga pembelanjaan di e-commerce.
Peningkatan traffic transaksi online di e-commerce yang mendorong meningkatnya tindak kejahatan siber di sektor perbankan tersebut juga menjadi perhatian Kepolisian RI. Sepanjang tahun 2017 hingga 2020 tercatat ada 16.845 laporan tindak pidana penipuan siber yang masuk ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Polri.
Dilansir dari situs bisnis.com, sebenarnya sudah sejak lama kita terus diberi edukasi baik oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) maupun oleh pihak bank tempat dimana kita menyimpan uang untuk terus menerapkan prinsip 2L ketika menerima setiap informasi baru. Apa itu 2L? Yaitu logis dan legal.
Sebelum kita terburu-buru mempercayai sebuah informasi, ada baiknya kita cerna terlebih dahulu, apakah pesan tersebut logis? Setelah kita telaah dan kemungkinan informasi tersebut adalah logis, barulah kita cari tahu apakah pesan tersebut legal atau sah?
“Jebakan-jebakan ‘batman’ itu sebenarnya, dilihat dari segalanya sudah ditentang oleh logika kita. Oleh karena itu selalu ingat legal-logis. Kalau logika kita masih lewat, cek legalitasnya,” kata Horas dalam Workshop Literasi Digital Perbankan Peduli Lindungi Data Pribadi (sumber: bisnis.com).
Indonesia sebagai negara terbesar ke-4 di dunia, paparan internet terhadap masyarakat Indonesia sangat besar. Pada 2021, menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah pengguna internet di indonesia mencapai 202 juta pengguna, atau setara dengan 76 persen dari total populasi. Lalu pada 2019 indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 76,9 persen.
Artinya lebih dari setengah masyarakat Indonesia telah menggunakan layanan keuangan, termasuk yang berbasis internet. Meningkatnya inklusi keuangan di tengah masyarakat ini di satu sisi juga timbul masalah lain. Yakni dari jumlah 76 persen tersebut, yang memiliki literasi baik mengenai keuangan hanya 38 persen atau setengah dari populasi yang telah menggunakan layanan keuangan.
Jadi ada 50 persen dari orang-orang yang menggunakan layanan keuangan, terpapar risiko kejahatan siber. OJK menerima banyak pengaduan karena ketidaktahuan masyarakat atau rendahnya literasi. Sebagian besar pengaduan yang diterima adalah mengenai kejahatan siber. Para peretas memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat sehingga mereka menekan sebuah tombol tertentu, yang membuat mereka dapat dengan mudah mendapat data masyarakat.
Sebenarnya untuk jadi nasabah bijak itu mudah kok. Kita hanya harus berlatih untuk cuek, tidak mudah tergiur dengan tawaran yang tidak logis atau masuk akal, dan selalu kroscek informasi pada sumber primer. Kalau sudah seperti itu, sadar atau tidak, kita telah menjadi nasabah bijak.
Tips Hindari Kejahatan Digital Yang Mengintai Siapa Saja
Berikut adalah tips yang bisa teman-teman lakukan agar terhindar dari kejahatan digital:
1. Jangan Bagikan Data Pribadi Pada Siapapun!
“Siapapun” di sini maksudnya adalah selain dirimu dan suami/istrimu ya. Bahkan adik maupun kakak pun sebaiknya jangan, agar tidak timbul fitnah. Selain itu data pribadi merupakan target empuk serangan Soceng yang sudah saya jelaskan di atas.
Data pribadi kita akan disalahgunakan untuk scam, jual beli data, maupun pinjol dengan menggunakan nama kita. So, teman-teman harap ekstra berhati-hati yaa. Simpan data pribadi dengan aman dan jadikan itu sebagai rahasia, kalau bisa sih hanya kamu yang tahu. Jika harus mengisi data pribadi di sebuah website untuk pendaftaran sekolah, pekerjaan, atau apapun itu pastikan website tersebut terpercaya yaa.
Ingat selalu jadi nasabah bijak untuk tidak ceroboh membagikan data pribadi ke siapapun ya.
2. Gunakan Password Manager
Ini sebenarnya sedang saya lakukan saat ini. Karena beberapa waktu lalu sempat dikejutkan dengan akun instagram saya yang tiba-tiba login di perangkat lain dan di kota lain. Kemudian saya segera mengubah password instagram dengan password yang berbeda dengan email dan sosial media lainnya.
Teman-teman perlu tahu bahwa menggunakan satu password untuk email, sosial media, bahkan akun perbankan sangat berbahaya. Jika satu saja bocor, maka kemungkinan yang lain juga akan bocor dan akun kita sudah tidak akan aman lagi.
Saya menggunakan password manager, sebuah extension tools yang bisa diakses melalui browser maupun aplikasi dan bisa disimpan dalam perangkat yang kita gunakan. Sudah ngga zaman juga kan menulis password di buku maupun di notes handphone? Kalau hilang, pasti berabe deh.
3. Gunakan Multi-Factor Authentication
Siapa yang pernah merasa Whatsapp-nya dihack dan terbaca di perangkat lain? Hehe.. saya pernah. Pun dengan akun media sosial yang sangat rawan dan menjadi sasaran empuk para hacker.
Memberi password yang berbeda untuk setiap akun digital kita masih dikatakan lemah kalau belum menggunakan Autentikasi berlapis atau Multi-Factor Authentication atau yang biasa disebut dengan MFA. Multi-Factor Authentication adalah sebuah teknologi untuk mengamankan akses pengguna sebelum mendapatkan akses ke situs web, aplikasi seluler, atau platform online lainnya dengan melakukan beberapa metode pembuktian identitas.
Pembuktian identitas pengguna dilakukan dengan setidaknya dua faktor verifikasi yang berbeda. MFA ini menciptakan pertahanan yang berlapis sehingga mempersulit pengguna yang tidak berwenang untuk mengakses informasi akun. Jika penjahat siber berhasil menguak 1 layer password, setidaknya ada 1 atau 2 layer lagi yang harus penjahat siber retas. Akun pengguna menjadi lebih aman karena seperti memiliki 2 “gerbang” keamanan mencegah serangan siber menyerang akun pengguna.
4. Jangan Sembarangan Download File
Soceng juga biasanya menggunakan file untuk menyebarkan malware, virus atau apapun itu yang bisa meretas perangkat yang teman-teman gunakan. Tahu drama Korea Extraordinary Attorney Woo kan? Ada kasus seseorang yang mengunduh file dan dalam hitungan menit, perangkatnya berhasil diretas oleh hacker.
Apalagi jika ada file mencurigakan dan terindikasi spam dalam email, jangan sekali-kali mengklik file tersebut ya teman-teman. Pastikan apa yang teman-teman unduh adalah file yang sudah jelas dari siapa dan untuk apa.
Ingat, jadi nasabah bijak harus pandai memilih dan memilah file seperti apa yang kita unduh ya.
5. Selalu Verifikasi Pengirim Email yang Masuk dan Gunakan Filter Spam
Sering sekali saya mendapatkan email dari orang asing yang hampir selalu mengaku sebagai duta resmi sebuah perusahaan untuk mengajak kerjasama maupun dari bank seperti pada contoh gambar di atas. Jadi pastikan selalu cek dan ricek alamat email pengirim yaa, karena biasanya email resmi perusahaan maupun bank akan menyertakan website resmi atau pengirimnya menggunakan email administrator dari website resmi yang digunakan. Teman-teman bisa melakukan verifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui keseriusan email tersebut.
Selain itu, teman-teman juga bisa melindungi email dari spam yang terindikasi penipuan dengan mengatur filter spam dalam email. Kalau sudah begitu, insyaAllah email akan bersih dan aman dari serangan Soceng. Karena email yang terindikasi spam (biasanya dikirimkan secara massive dan Google akan mengidentifikasi isi email tersebut sebagai penipuan) akan langsung berada di folder sampah.
Jadi nasabah bijak harus teliti dan selalu memilih dan memilah apa yang sekiranya merugikan kita, betul?
Langkah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Untuk Lawan Kejahatan Siber
Kalau teman-teman ingat drama Korea berjudul Extraordinary Attorney Woo yang menampilkan satu episode tentang sebuah perusahaan yang secara “tidak sengaja” membocorkan data pribadi penggunanya, tentu kita akan tahu bahwa kejahatan semacam itu bisa terjadi pada siapa saja dan perusahaan mana saja. Betapa mudahnya bagi hacker untuk membobol data yang mereka inginkan, lalu mendapatkan keuntungan darinya.
Satu pelajaran yang saya ambil dari episode tersebut adalah ketika terdakwa kasus tersebut mengatakan alasannya melakukan itu semua adalah agar perusahaan lebih perhatian pada masalah keamanan data perusahaan. Jadi ia ingin perusahaan tidak hanya menaruh perhatian pada pengembangan produk atau marketing, karena keamanan data juga penting.
Oleh karena itulah saya bersyukur banget ketika Bank Rakyat Indonesia memberi perhatian pula pada keamanan data nasabah. Bahkan saat ini BRI sudah memanfaatkan Artificial Intelligence untuk mengantisipasi kebocoran data yang dapat membuka pintu lebar-lebar aksi kejahatan siber itu sendiri.
Direktur Digital & Teknologi Informasi BRI, Arga M Nugraha mengatakan, BRI telah menggunakan AI (artificial intelligence) guna memahami pola pola fraud & threat yang terjadi, sehingga BRI dapat memberikan tindakan preventif serta respons yang cepat dan tepat untuk menghadapi risiko-risiko kejahatan siber seperti upaya pencurian data.
BRI sendiri telah menciptakan “robot” pembantu manusia melalui teknologi chatbot Sabrina sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada nasabahnya. Namanya Sabrina.
Berkenalan dengan Sabrina
Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah lama yang sampai saat ini selalu melekat di kepala. Lahir di tahun 2018, Sabrina atau Smart BRI New Assistant merupakan sebuah asisten virtual untuk melayani kebutuhan perbankan nasabah BRI di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, jumlah pengguna Sabrina telah mencapai 231.000 user dan masih terus bertambah.
Layaknya customer service, teman-teman bisa menyapa dan mengajak Sabrina berbicara melalui beberapa channel, yaitu Facebook Messenger dan Whatsapp. Sabrina bisa membantu kita untuk memenuhi berbagai aktivitas perbankan seperti menemukan lokasi kantor cabang dan ATM BRI terdekat, memberikan informasi terkait produk dan promo dari BRI, ataupun menyelesaikan masalah yang sering dihadapi nasabah. Dengan begitu, nasabah bisa mendapatkan layanan perbankan dengan mudah, cepat, akurat, aman, dan nyaman.
Teknologi Dibalik Sabrina
Seperti yang telah disebutkan, Sabrina merupakan chatbot yang dapat berkomunikasi dalam format percakapan dan dirancang untuk bisa berinteraksi selayaknya interaksi antar manusia. Fondasi dibalik teknologi chatbot sendiri adalah teknologi Artificial Intelligence (AI), cabang ilmu komputer yang berkaitan dengan pemecahan masalah-masalah selayaknya manusia seperti berbicara, memahami, ataupun berpikir.
Salah satu bidang dalam AI yang membuat chatbot dapat memproses bahasa alami manusia adalah Natural Language Processing (NLP). Secara sederhana, NLP bekerja dengan cara mengekstrak pesan dari user agar dapat dipahami maksud dan tujuannya, kemudian chatbot Sabrina akan menggunakan hasil ekstraksi tersebut untuk membalas pesan dari user.
Hadirnya Sabrina, harapannya dapat meminimalisir angka kejahatan siber yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sabrina juga hadir untuk teman-teman yang membutuhkan kejelasan suatu informasi dari BRI.
People, Process, dan Technology dari BRI Untuk Cegah Kejahatan Siber
Berikut beberapa langkah Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk melawan kejahatan siber yang dapat merugikan banyak pihak, yakni:
1. People
- Dari sisi people BRI telah membentuk organisasi khusus untuk menangani Information Security yang dikepalai oleh seorang Chief Information Security Officer (CISO) yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang Cyber Security.
- BRI melakukan edukasi kepada pekerja BRI dan nasabah mengenai pengamanan data nasabah serta cara melakukan transaksi yang aman. Edukasi tersebut dilakukan melalui berbagai media antara lain media sosial (Youtoube, Twitter, Instagram) dan media cetak, serta edukasi ke pada nasabah saat nasabah datang ke unit kerja BRI.
- Untuk Incident Management terkait Data Privacy, dilaksanakan oleh unit kerja Information Security Desk dalam naungan Cyber Security Incident Response Team (CSIRT).
2. Process
BRI sudah memiliki tata kelola pengamanan informasi yang mengacu kepada NIST cyber security framework, standar internasional, PCI DSS (Payment Card Industry Data Security Standard) dan kebijakan regulator POJK No.38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Untuk memastikan proses pengamanan informasi sudah berjalan dengan standar BRI melakukan beberapa sertifikasi seperti ISO27001:2013 (Big Data Analytics), ISO27001:2013 (Spacecraft Operation), ISO27001:2013 (OPEN API), ISO27001:2013 CIA (Cyber Intellegence Analysis Center Operation), ISO27001:2013 (Card Production), ISO27001:2013 (Data Center Facility), ISO20000-1:2018 (BRINet Express), PCI/PA DSS API (Direct Debit).
3. Technology
BRI melakukan pengembangan teknologi keamanan informasi sesuai dengan framework NIST (identify, protect, detect, recover, respond) dengan tujuan meminimalisasi risiko kebocoran data nasabah dengan mencegah, mendeteksi dan memantau serangan siber.
Diantara tiga bidang dan banyak sekali langkah yang telah dilakukan oleh BRI tersebut tentu tidak akan ada manfaatnya jika sebagai nasabah kita masih saja memberi celah pada penipu. Mungkin kita berpikir akan terus berhati-hati jika ada pesan atau telepon mencurigakan yang bisa membahayakan keamanan data pribadi kita.
Namun bisa jadi karena efek psikologis yang ditimbulkan pelaku saat berinteraksi dengan kita, entah melalui telepon atau pesan singkat, akhirnya kita lupa diri. Inilah yang patut diantisipasi. Kemampuan literasi keuangan (daya analisis kita terhadap suatu masalah) memang harus terus ditingkatkan. Peningkatan literasi keuangan tentu saja tidak hanya dari membaca. Tapi juga bisa dari mendengar atau melalui pengalaman berharga ketika mengatami sekitar.
Sehingga ketika ada hal-hal yang menekan sisi psikologis kita, hal tersebut tidak akan berpengaruh pada logika berpikir kita nantinya.
BRI Tak Bisa Sendirian, Kini Giliranmu Jadi Nasabah Bijak dan Penyuluh Digital
Tidak dapat dipungkiri, nasabah juga memilki peran yang besar dalam menjaga kerahasiaan data pribadi dan data perbankan yang dimiliki. Oleh karena itulah BRI terus mengimbau agar nasabah lebih berhati-hati dan tidak menginformasikan kerahasiaan data pribadi dan data perbankan. Seperti nomor rekening, nomor kartu, PIN, user dan password internet banking, OTP, dan lain sebagainya kepada orang lain termasuk yang mengatasnamakan BRI.
Tentu saja dalam langkahnya BRI tidak bisa sendirian ya teman-teman. Saya miris banget sih, kalau zaman secanggih ini masih ada saja yang terjebak dengan penipuan yang mengatasnamakan BRI. Padahal jika kita berpikir logis, dalam kondisi tenang, dan selalu menganalisis setiap informasi dan kejadian yang terjadi pada kita, kemungkinan besar penipuan tidak akan terjadi.
Sebagai blogger kita bisa lho ikut menjadi penyuluh digital dan nasabah bijak yang memberikan edukasi soal literasi keuangan pada pembaca dan juga masyarakat sekitar. Karena menjadi nasabah bijak saja tidak cukup. Jangan sampai ilmu penting untuk menangkal kejahatan siber ini berhenti di kamu.
Meskipun kita tahu bahwa hasil dari edukasi memang tidak bisa kita rasakan secara langsung. Namun, bukan berarti hal tersebut sia-sia. Ada begitu banyak orang yang terbantu karena tulisan kita ketika ia mengetikkan kata kunci “cara mengatasi penipuan atau kejahatan siber” misalnya di internet.
Jika mereka menemukan edukasi-edukasi tersebut, artinya ada yang terbantu lho. Ada penipuan yang berhasil kita gagalkan. Ada calon korban yang berhasil kita selamatkan. Ada penipu yang kita persempit peluangnya, sehingga harapannya akan ada banyak masyarakat yang teredukasi dan tidak ada lagi lahan bagi kejahatan siber di Indonesia. Bisa kan jadi nasabah bijak sekaligus penyuluh digital? Bisa dong.
Yuk bareng-bareng kita berantas kejahatan siber di Indonesia. Tingkatkan literasi keuangan, jadi nasabah bijak dengan pengetahuan, sebarkan kebaikan sebagai penyuluh digital, ambil peran masing-masing, karena BRI tak bisa sendirian~~
Terakhir, saya mau mengutip quotes yang mungkin bisa jadi senjata pamungkas setelah teman-teman bertahan membaca artikel ini sampai akhir. Jangan asal percaya dan jangan mudah tergiur modus apapun itu. Ingat ya! Yuk Jadi Nasabah Bijak!
Semoga bermanfaat ya!
Referensi:
kominfo.go.id
bisnis.com
https://koran.bisnis.com/read/20220625/454/1547766/ancaman-siber-bersiaga-hadapi-serangan-siber
republika.co.id
katadata.co.id
Ternyata negara kita pernah ada di urutan atas dari negara yang nggak aman secara siber ya Kak. Haduuuwww.
Memang butuh banget untuk selalu mengedepankan 2L alias Logis dan Legal nih. Termasuk nggak mudah merasa senang pas dapat informasi melalui nomor atau situs yang nggak terpercaya.
Waktu nonton Simon Leviev dan Anna Delvey aku kezeeel bener, scammer segila itu, miris pada kejahatannya, prihatin sangat dengan para korbannya..hiks
Memang kuncinya jangan asal percaya dan jangan mudah tergiur modus apapun itu. Selalu waspada dan tetap jadi nasabah bijak
Sukaak dengan gerakan cepat BRI sampai menyediakan penyuluh yang turun ke masyarakat untuk mengedukasi masyarakat tentang kejahatan ciber.
Hiks.. Terkadang banyak nasabah yang sudah diberi informasi untuk tidak sembarangan memberikan otp kepada pihak lain, masih juga tergiur dengan SMS atau WA penipuan dikarenakan iming iming hadiah yang luar biasa.
Sedih ya kalau dengar kasus penipuan ini. Kebetulan temen suamiku ada yang kena juga.. bener2 harus meningkatkan kewaspadaan. Oke juga nih konsep penyuluh digital dari BRI semoga bisa meningkatkan awareness masyarakat.
Saya nonton Anna Delvey yang muka temboknya tebel banget, wkwk. Btw kzl juga baca info yang beredar dr tukang tipu bermodus fee transfer. Terimah kasih. Hahah, Peletakan huruf kapital tanpa aturan, keliatan pas pelajaran BI dia bolos yak, wkwk. Setujuu hrs jd nasabah bijak.