Kim Ji Yeong adalah Kita merupakan tulisan dari seorang Sarjana Kajian Perempuan, Kim Go Yeun-ju untuk novel yang fenomenal di tahun 2016. Novel tersebut berjudul Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982 karya dari Cho Nam Joo yang mengangkat isu feminisme yang masih tabu di Korea Selatan tahun-tahun itu. Meskipun menimbulkan pro dan kontra, novel tersebut banyak dibaca di berbagai negara.
Bahkan di tahun perilisannya saat itu, novel Kim Ji-young, Born 1982 mampu terjual lebih dari satu juta kopi secara nasional. Kesuksesannya bertepatan dengan perdebatan tentang #MeToo yang menyoroti ketimpangan gender yang dialami oleh perempuan.
Kim Ji Yeong juga menjadi salah satu novel favorit saya hingga saat ini. Membaca perjuangan dan penderitaan yang dialaminya di tengah budaya misoginis, membuat saya ikut bersemangat untuk ikut mendukung Kim Ji Yeong-Kim Ji Yeong di luar sana yang bernasib sama. Memangnya bagaimana sih nasibnya?
Kita bahas sedikit di sini ya!
Benarkah Kim Ji Yeong Adalah Kita?
Kim Ji Yeong adalah anak perempuan yang terlahir dalam keluarga yang mengharapkan anak laki-laki. Ia menjadi bulan-bulanan para guru pria di sekolah, dan yang disalahkan ayahnya ketika ia diganggu anak laki-laki dalam perjalanan pulang dari sekolah di malam hari adalah dirinya.
Kim Ji Yeong adalah mahasiswi yang tidak pernah direkomendasikan dosen untuk pekerjaan magang di perusahaan ternama. Ia juga seorang karyawan teladan yang tidak pernah mendapat promosi, dan istri yang melepaskan karier serta kebebasannya untuk mengasuh anak. Meskipun tidak bisa dikatakan itu adalah pengorbanan, melainkan pilihan dari Kim Ji Yeong sendiri.
Lalu Kim Ji Yeong mulai bertingkah aneh. Dimulai dari saat-saat setelah ia melahirkan anaknya, kemudian berlanjut hingga anaknya masuk SD.
Harga kopi itu 1500 won, mereka juga minum kopi yang sama. Jadi seharusnya mereka tahu harganya. Namun kenapa mereka mengatakan aku Ibu-ibu kafe sambil menatapku seolah aku serangga yang menjijikkan? Memangnya aku bahkan tidak berhak minum kopi seharga 1500 won? Tidak. Anggap saja harga kopinya 15 juta won. Bagaimana aku ingin menghabiskan uang dari suamiku adalah urusan keluarga kita sendiri, bukan urusan mereka.
Aku juga bukan mencuri uang suamiku. Aku sudah melahirkan seorang anak dengan susah payah, aku melepaskan hidupku, pekerjaanku, impianku, keseluruhan diriku demi membesarkan anakku. Tapi aku malah dianggap seperti serangga. Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?
(Kutipan novel Kim Ji Yeong Lahir tahun 1982) – halaman 165.
Kim Ji Yeong mulai mengalami depresi. Ia mulai berubah menjadi orang lain. Ia bisa berubah menjadi orang yang sudah meninggal, atau orang yang masih hidup. Ia bisa berubah menjadi wanita mana pun yang ada di sekitarnya. Ia tidak terlihat sedang bergurau atau ingin mempermainkan orang lain. Suaminya pun mengatakan bahwa Kim Ji Yeong benar-benar dan sepenuhnya sudah berubah.
Ya, Kim Ji Yeong adalah kita. Banyak perempuan di luar sana mengalami hal yang sama seperti Kim Ji Yeong. Luka di masa kecil, stres pasca melahirkan, kurang dukungan dari orang-orang terdekat, semua masalah tersebut banyak dialami oleh perempuan di luar sana. Bahkan mungkin diri kita sendiri. Oleh karena itulah Kim Ji Yeong adalah kita.
Berawal dari keresahan inilah saya ingin seperti Cho Nam Joo, yang ikut menyuarakan keresehan perempuan-perempuan Indonesia bahkan dunia. Suara-suara yang berabad-abad tak pernah didengar. Bahkan kalau teman-teman sudah membaca Perempuan di Titik Nol, perempuan pun tak pernah bisa memberi kesaksian meskipun itu benar.
Meskipun di Indonesia kesadaran dan edukasi bahwa perempuan juga setara dengan lelaki, bahwa baik perempuan maupun lelaki memiliki peran yang sama baik di wilayah domestik maupun di ruang publik. Namun, masih banyak orang yang belum teredukasi dan mendengar suara-suara Kim Ji Yeong, sehingga peran perempuan diabaikan.
Sebagaimana yang dialami oleh perempuan yang memiliki mimpi, saya juga punya mimpi agar dunia ini lebih baik dan lebih ramah untuk anak perempuan saya dan seluruh ibu di dunia. Salah satu caranya adalah bergabung dengan komunitas.
Menyuarakan Kim Ji Yeong adalah Kita Bersama Ibu-Ibu Doyan Nulis
Menyuarakan Kim Ji Yeong adalah Kita lewat tulisan seperti ini tentu saja saya optimis akan memiliki dampak, meskipun tahu dampak tersebut tidak besar.
Kenapa tidak besar? Karena saya melakukannya sendirian. Lain halnya jika saya melakukannya bersama dengan komunitas. Apakah hanya sebatas itu? Apakah untuk memberikan dampak yang lebih besar agar terjadi perubahan?
Tentu saja tidak. Berikut beberapa alasan pentingnya kita sebagai perempuan bergabung dengan komunitas di era seperti sekarang ini :
Pentingnya Komunitas, Refleksi dari Kim Ji Yeong adalah Kita :
1. Menjadi wadah kolaborasi
Generasi yang lahir di era internet of things adalah generasi yang begitu mudah untuk mempelajari sesuatu secara mandiri. Kita bisa belajar apapun yang kita suka dan apapun bisa kita temukan di jagad internet. Namun sebagai seorang manusia, kita pun harus sadar bahwa kita memiliki kesempatan, kemampuan dan waktu yang terbatas untuk mendalami sebuah kemampuan.
Itulah mengapa kolaborasi menjadi penting untuk para milenial hingga generasi alpha. Tujuannya adalah untuk saling berbagi kemampuan dan bergerak bersama-sama. Ketika bergerak bersama, tentu biaya, tenaga dan waktu akan menjadi lebih ringan dan terjangkau.
2. Meningkatkan interaksi sosial
Adanya gawai dan teknologi membuat interaksi sosial semakin berkurang, semua mengamini hal itu. Ketika tumbuh dewasa sebagai sosok yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan laptop membuat kita bisa menghitung jari berapa banyak interaksi sosial tatap muka yang kita lakukan dalam satu minggu. Ditambah ketika pandemi melanda kita semua dua tahun terakhir kemarin.
Bahkan di suatu titik terkadang merasa aneh ketika berinteraksi karena rasanya sudah lama tidak berbicara. Oleh karena itu hadirnya komunitas di sini akan membuat kita terdorong untuk berinteraksi satu sama lain. Entah itu melalui virtual meeting maupun pertemuan luring.
3. Belajar lebih seru dan jadi teman untuk konsisten
Alasan lain pentingnya komunitas apalagi untuk perempuan yakni untuk mengembangkan diri dan berjejaring. Bergabungnya saya bersama Ibu-Ibu Doyan Nulis awalnya adalah untuk menyerap ilmu dari seluruh membernya. Namun seiring waktu, komunitas inilah yang membuat saya lebih konsisten untuk menulis, konsisten belajar, dan juga mengembangkan diri bersama-sama.
Hirarki komunitas yang cenderung horisontal, membuat hubungan antar anggotanya lebih santai dan luwes. Sehingga seorang anggota komunitas akan tidak segan untuk mengambil pengetahuan dan pengalaman dari rekannya yang lebih senior dan berpengalaman. Selain itu, forum komunitas yang santai membuat setiap orang bisa bereksperimen dan belajar sesuai kemampuannya tanpa tekanan.
4. Mengurangi dampak buruk menyendiri
Suatu penelitian menyebutkan bahwa orang menyendiri beresiko mengalami gangguan kesehatan kronis. Beberapa di antaranya adalah diabetes, serangan jantung hingga gangguan mental. Namun, ketika kita berkumpul atau berinteraksi bersama orang-orang dengan semangat yang sama, secara tidak langsung kita pun menjadi ikut bersemangat dan mampu menghadapi dampak buruk kesendirian.
Bagi teman-teman yang mungkin merasa kesepian, mulailah untuk mencari komunitas agar bisa mendapat dukungan dan wawasan yang luas. Dukungan inilah yang kadang tak kita rasakan, padahal dampaknya besar bagi kesehatan mental.
5. Perubahan bermula dari perkumpulan
Mungkin kita berharap akan ada perubahan kualitas hidup dari berkomunitas. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, karena adanya komunitas memang akan mampu memperluas jejaring dan juga wawasan kita, namun tetap saja perubahan besar dalam kualitas hidup kita tentu tetap berasal dari dalam diri sendiri.
Komunitas hanya menjadi sebuah jembatan yang menghubungkan diri kita dengan dunia luar. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa komunitas akan menjadi sebuah lintasan besar yang bisa melejitkan kita, atau bahkan sebaliknya malah membuat kita tenggelam. Semua tergantung pada sikap kita apakah bertujuan untuk positif atau negatif.
Setelah tahu pentingnya komunitas, yuk kita kenalan dulu dengan Komunitas yang beberapa tahun lalu saya ikuti dan punya andil cukup besar bagi saya untuk mengenal banyak perempuan-perempuan hebat serta ilmu yang luar biasa.
Berkenalan dengan Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis
Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis, didirikan di Bandung oleh Indari Mastuti pada bulan Mei 2010. Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis ini memiliki tujuan menjadi wadah para penulis perempuan di Indonesia.
Disadur dari website resmi Ibu-Ibu Doyan Nulis, kini IIDN memiliki 21ribu member yang tersebar luas di seluruh Indonesia serta di beberapa tempat di luar Indonesia dan memiliki korwil aktif di beberapa kota besar Indonesia.
Sebagai komunitas penulis, Ibu-Ibu Doyan Nulis memiliki banyak program yang bisa kita ikuti seluruhnya untuk menambah wawasan sekaligus skill di bidang kepenulisan. Diantara program tersebut yakni :
- Program rutin berbasis Facebook grup di mana di dalamnya dilakukan berbagai bentuk diskusi dan aktivitas kepenulisan dalam kemasan: #SeninSemangat, #SelasaBlog. #RabuBuku, #KamisKuis, #JumatFIKSI dan #SabtuPUEBI.
- Memfasilitasi penulisan dan penerbitan buku anggota.
- Memfasilitasi penulisan, penerbitan dan pemasaran buku antologi anggota secara indie bekerjasama dengan berbagai penerbit indie.
- Bekerjasama dengan pihak-pihak di luar IIDN dalam penulisan buku, kampanye digital atau hal-hal lain yang terkait penulisan.
Melalui program-program tersebut, Ibu-Ibu Doyan Nulis memberikan saya energi baru dan juga banyak sekali wawasan anyar untuk hobi menulis saya selama ini.
UpSkilling, Belajar, Berkarya dan Berdaya Bersama Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN)
Setelah mendapatkan vonis harus melakukan histeroktomi saya merasa tidak bisa lagi menjadi perempuan yang berharga. Baik untuk keluarga suami maupun keluarga saya sendiri. Namun dukungan dari suami dan kedua keluarga menguatkan hati saya. Meskipun lingkungan di sekitar saya banyak mempertanyakan ini dan itu, kenapa dan kok bisa.
Tidak bisa seperti ini. Saya harus bangkit dan tetap memberikan yang terbaik untuk diri saya sendiri.
Kim Ji Yeong adalah Kita itu nyata dan dekat dengan keseharian saya dan mungkin perempuan-perempuan di luar sana. Ia ada namun kadang tak kita sadari dan ternyata telah menggerogoti semangat hidup. Jika saya tak berkomunitas, tak tahu berapa lama luka ini akan kering dan mulai terbiasa dengan kalimat-kalimat tak penting dari tetangga, saudara, atau teman jauh.
Bermula dari keinginan untuk memberikan yang terbaik pada diri sendiri, bertemulah saya dengan Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Baru bergabung bersama IIDN saya sudah mendapatkan begitu banyak ilmu bermanfaat untuk upskilling atau meningkatkan kapasitas keterampilan saya di bidang literasi untuk kebutuhan saya sebagai blogger baik untuk saat ini maupun di masa depan.
Banyak sekali kegiatan yang difasilitasi oleh IIDN sebagai wadah untuk belajar bersama. Mulai dari belajar tentang dunia kepenulisan bersama penulis-penulis keren, belajar tentang journaling langsung dari praktisi dan ahlinya, hingga belajar tentang dunia perbloggingan untuk membantu saya khususnya sebagai blogger agar terus update pengetahuan. Bahkan saya juga berkesempatan untuk belajar tentang banyak hal, baik tentang parenting hingga lingkungan bersama Ibu-Ibu Doyan Nulis.
Bergabung dengan Mitra Jenama
Mitra Jenama adalah salah satu mitra pendukung IIDN yang beranggotakan 30 orang bloger dan instagramer yang suka mengulas buku. Kebiasaan saya mengulas buku usai membacanya memberikan buah paling manis, yakni bergabungnya saya dengan mitra Jenama IIDN.
Tim ini akan membantu mempromosikan buku-buku karya anggota IIDN melalui berbagai event. Selain itu IIDN juga seringkali menggaet member yang aktif memperjualbelikan buku untuk diajak bekerjasama. Jadi, jangan khawatir ketika menjadi penulis buku melalui IIDN, karena IIDN akan memfasilitasi anggotanya untuk dapat terus belajar dan berkarya, salah satunya melalui Mitra Jenama ini.
Ibu Ketua IIDN, Widyanti Yuliandari pernah berpesan, bagi yang masih ragu untuk menulis, mulai saja dulu!
Ada begitu banyak karya yang sudah diterbitkan oleh teman-teman komunitas perempuan saya melalui IIDN. Mulai dari Pulih, Ngeblog dari Nol, Semeleh, Bikin Ketawa Aja, dan masih banyak lagi karya dari teman-teman IIDN yang membuat saya bangga menjadi bagian dari mereka.
Bergabung bersama komunitas perempuan IIDN menjadikan saya lebih berdaya sebagai perempuan. Juga memacu saya untuk terus berkarya melalui tulisan. Saya pikir, teman-teman pun demikian. Melalui komunitas, kita akan menjadi lebih percaya diri, mengasah potensi hingga mengukir prestasi.
Selamat ulang tahun yang ke-12 untuk Ibu-Ibu Doyan Nulis, yuk terus #BangkitBerkaryaIIDN!
Semoga tak akan ada lagi Kim Ji Yeong lain, yang merasa terasing, terkucilkan, tak mendapat dukungan dari lingkungan.
“Kesuksesan setiap wanita harus menjadi inspirasi bagi orang lain. Kami terkuat saat kami saling mendukung.” – Serena Williams
Referensi :
Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982 oleh Cho Nam Joo
ibuibudoyannulis.com
Bagus ulasannya . Bahkan kadang kita gak sadar dengan luka masa lalu. Ada yang mengganjal tapi tidak bisa mendeskripsikannya.
Semoga tidak ada lagi Kim Ji Yeong
aku pernah nonton filmnya belum pernah baca bukunya
rada-rada lupa awalnya, aku cuma inget bagian kehidupann setelah menikah
rada ngeri juga ya kalau perempuan sebegitunya nggak dianggap
aku nggak tahu kalo di Indo gimana, tapi di sekelilingku alhamdulillah nggak ada yang sampe separah itu
Ulasannya sih parah.. Ngena banget. Perlakuan ketika masa kecil emang sangat amat mempengaruhi proses kedewasaan seseorang ya.
Ulasannnya keren. Memang benar cara terbaik untuk mengatasi stres pada wanita adalah dengan banyak melakukan komunikasi, dan mendengarkan keluh kesahnya terlebih dahulu. Karena kadang mereka hanya mau didengarkan saja, untuk meluapkan apa yang dirasakan pada satu hari yang telah lewat
sudah nonton film ini. memang related banget, ya. penting deh punya komunitas berkualitas kaya IIDN gini buat menyalurkan hobi.
aq setuju mbak, sepertinya sedikit atau banyak dari kita pernah menjadi seperti Kim Ji Yeong entah kita sadar atau nggak. dan PR nya gimana kita bisa menjadi diri sendiri dan tetap waras.
Novelnya keren. Inspiratif banget yang diangkat dari kisah nyata tentang nasib perempuan. Pas banget dengan komunitas IIDN yang memberdayakan para ibu. Jangan sampai para ibu lemah di hadapan orang lain. Kayak Kim Ji yeong itu. Mungkin aja sistem di sana tidak mendahulukan perempuan. Jadi dia dikucilkan dan dihina oleh teman-temannya.
Semoga IIDN mampu memberdayakan ibu-ibu lebih cerdas, terutama soal literasi ya.
komunitas tuh emang banyak banget manfaatnya yaa mba, menambah networking dan ilmu juga, bisa nambah pengalaman juga
Aku sudah nonton filmnya tapi belum baca novelnya. Jujur film ni jadi salah satu yang melandasi aku untuk bisa selalu produktif menghasilkan karya walaupun di rumah mbak. Jadi full IRT bagiku cukup berat dan stress.
ternyata hal-hal begitu yang mungkin buat orang lain sepele, ternyata membekas banget buat kita sampai tua huhu.. selalu keren mbak Ji ulasannya ;’)
Benar. Dengan ikut komunitas itu kita bisa lebih semangat seperti punya teman seperjuangan hehe
Saya mungkin nyaris jadi Kim Ji Yeong
Untungnya ada ngbelog jadi enggak ngenes ngenes amat
S2 tapi di rumah saja tuh jadi cibiran banget
Teringat saya awal mula bergabung dengan iidn, saat itu saya masih lajang dan kerja di Taiwan. Belum mengenal banyak dunia kepenulisan, sehingga saya sangat antusias belajar bersama iidn, di group facebooknya hingga sekarang
IIDN ini jadi semacam penyadar buat perempuan2 lajang untuk makin terpacu biar lebih produktif ya, J. Soalnya sekarang momblogger atau Ibu penulis lainnya bisa menghasilkan karya yang hebat. Luar biasa sekali referensinya, Kim Ji Yeong, salah satu karakter perempuan yang patut dipelajari dan dipahami
Bener banget, buatku, Kim Ji Yeong ini bener2 bikin mata dan hati terbuka, dimana-mana selalu kubahas karena ngga mau berhenti begitu aja dari novel itu
review nya mantap banget Mba Ji, seperti biasa MBA Jihan selalu bisa menyampaikannya lewat story telling yang baik.. aku jadi larut dalam ceritanya dan pengen nonton juga.
IIDN ini juga komunitas blogger yang keren dan aktif yaa, pengen ikutan juga komunitasnya
IIDN adalah komunitas yang membantu perempuan bisa berdaya dan berkembang bersama ya mbak
Aku udah pernah liat filmnya kim ji young. Perempuan memang kudu berdaya ya kak.
huhuhu betul banget kok saya merasa Kim Ji Yeong adalah Kita. pernasaran dg novelnya deh..btw sudah masuk grup IIDN nih tapi blm maksimal untuk ikut kegiatannnya
Turut prihatin dengan yang menimpa Kim Ji Yeong, atau bahkan para puan yang sedang mengalami titik ini. Ulasan singkat yang dibungkus secara menarik oleh Kak Jihan, buatku segera cari buku ini di e-commerce.
Salam hangat buat member IIDN, semoga suatu saat bisa bergabung, semoga selalu berdaya dan memberdayakan.
Waahh semoga segera dapat bukunya yaa kak Tasya, ikut seneng karena bisa ngeracuni kak Tasya nih hhehehe
Seneng banget bisa menjadi bagian dari satu diantara komunitas yang produktif seperti IIDN ini, anggotanya bahkan bisa menerbitkan buku ❤️.
Sejujurnya yaa.. Ka Ji paling mantul kalau bahas sesuatu.
Aku merasakan naas di setiap tulisan kak Ji. Ini bukan sekedar pujian kosong, karena aku selalu kagum dengan kedalaman materi dan sambungan yang pas antar satu topik ke topik lainnya.
Aku banyak belajar dari kak Ji dan Kim Ji Yeong.
Bahwa perempuan gak boleh banget dibiarkan sendiri. Kudu ada wadah khusus perempuan yang mampu membuat mereka nyaman berkembang sesuai dengan hobi dan passionnya masing-masing.
Semoga IIDN selalu bisa menjadi payung bagi para perempuan dimana pun berada dan semakin luas kebermanfaatannya.
Barakallahu fiikum.
Wa fiyk baarakallah kak Lendy. Terimakasih banyak yaa sudah baca tulisanku dengan segenap hati <3 I adore you too untuk tulisan-tulisan di blog kak Lendy juga. Selama di IIDN saya juga bersyukur kenal banyak perempuan2 hebat, salah satunya kak Lendy dan temen2 lain <3
Mantap kak
Waaa aku suka cara mereviewnya. Bener banget salah satu cara yang terbaik untuk mengendalikan stress emang menulis, akupun udah pernah membuktikan walaupun malas malas hehe
Sedih banget kalo masih ada kim ji yeong zaman sekarang ya kak. Pasti ia merasa tersiksa banget. Dan beruntungnya udah banyak organisasi atau komunitas yang bergerak menyuarakan kesetaraan perempuan dengan laki-laki.. 😊
Paling ngena emang stress pasca melahirkan. Perubahan hormon yang drastis bikin kita sensitif. Tapi kok ya ada aja manusia yang demen ngritik ini itu.