Novel Almond karya Sohn Won Pyung adalah salah satu novel bertema psikologi yang direkomendasikan salah seorang teman pada saya. Sebelumnya kebanyakan yang saya baca adalah buku-buku nonfiksi psikologi. Selain untuk menambah pengetahuan, juga ingin lebih memahami tentang isu mental health.
Novel Almond membawa isu mental health yang relevan dengan kehidupan kita saat ini. Meskipun fokusnya pada salah satu tokoh yang mengalami spektrum alexitimia menurut diganosa dokter. Yaitu ketidakmampuan dalam mengungkapkan emosi.
Novel Almond dan Persoalan Amigdala
Setiap orang memiliki dua ‘almond’ dalam kepalanya. Letaknya jauh terbenam kokoh di antara belakang telinga hingga kepala. Bentuk dan besarnya pun sama seperti almond. Namanya ‘Amigdala’ karena dikatakan mirip biji buah persik atau disebut juga sebagai almond.
Sinar merah akan masuk ke ‘almond’ jika mendapat rangsangan dari luar. Sehingga kita dapat merasakan rasa takut, kesal, senang, atau benci berdasarkan sifat rangsangan. Namun sepertinya ada yang rusak dengan ‘almond’ dalam kepala si tokoh utama. Oleh karena itu ia tidak tahu mengapa orang lain tertawa atau menangis. Ia juga tak bisa merasakan dengan jelas apa itu rasa bahagia, sedih, cinta dan takut. Baginya, emosi dan simpati hanyalah sebuah tulisan yang samar-samar.
Tokoh utama dalam novel almond ini didiagnosa menderita alexitimia atau ketidakmampuan mengungkapkan emosi serta merasakannya. Orang-orang yang mengalami luka di bagian Broca dan aera Wernicke sebagai pusat bahasa dalam otak tidak mampu berbicara dan memahami bahasa. Namun tidak demikian penyakit ini. Ia hanya tidak dapat merasakan emosi dan tidak bisa membaca emosi orang lain sehingga mengalami kebingungan dalam merespons emosi.
Para dokter menyatakan penyakit ini disebabkan karena almond atau amigdala dalam kepalanya berukuran kecil dan jaringan komunikasi antara sistem limbik otak dan lobus frontal tidak lancar. Salah satu gejala yang muncul apabila amigdala berukuran kecil adalah tidak bisa merasakan takut. Teman bloger bisa membayangkan ya bagaimana rasanya jika tidak bisa merasakan takut?
Mungkin beberapa orang beranggapan bahwa YoonJae, tokoh utama dalam novel ini, adalah anak pemberani. Padahal ketakutan adalah sebuah emosi yang berasal dari naluri. Tidak merasakan takut bukanlah sebuah keberanian, namun lebih pada seperti orang bodoh yang tetap diam walau diterjang serangan.
Novel Remaja Korea Yang Membangkitkan Empati
Pada novel ini saya belajar bagaimana mengenali kesehatan mental yang sangat jarang diderita oleh manusia. Penulis menginginkan ada rasa pedih dan empati pada setiap orang yang memandang rendah siapa saja yang “berbeda”. Termasuk persoalan bullying yang sampai saat ini masih menjadi PR bagi kita bersama, bukan hanya di Korea.
Kita tahu bagaimana bullying akan berdampak buruk bagi siapapun yang pernah mengalaminya. Kisah hidup YoonJae dalam novel ini menggambarkan bagaimana perasaan anak-anak dengan kesehatan mental yang terganggu. Sehingga bisa dibilang novel ini adalah sebuah novel yang dapat membangkitkan kekuatan rasa pedih dan simpati.
YoonJae dilahirkan dalam keadaan ibu dan ayahnya yang “berantakan”, kemudian ditinggal oleh ayahnya di usia yang masih sangat kecil. Ibu YoonJae yang terpaksa harus kembali pada ibunya yang semula menentang pernikahan mereka, pada akhirnya bisa menerima ibu YoonJae dan anaknya yang disebut orang-orang sebagai monster. Disebut monster karena bahkan pada saat temannya jatuh atau terluka ia tak bisa membantu atau bahkan sekadar menyatakan empatinya.
Ibunya sekuat tenaga menutup-nutupi keadaan anaknya yang berbeda itu. Ibunya selalu mengajari bagaimana respon yang semestinya dilakukan oleh YoonJae jika orang sedang merasa kesakitan, resah, atau bahkan ketika bahagia. Hingga YoonJae remaja pun terbiasa merespon berbagai kondisi meskipun ia tak bisa menampakkan perubahan ekspresi seperti orang normal lainnya.
YoonJae banyak mengalami peristiwa memilukan, yaitu kematian neneknya di depan matanya serta sang Ibu yang mengalami koma. YoonJae yang hidup seorang diri akhirnya menemukan orang yang memerhatikan dan mengerti kondisinya yang sebenarnya. Termasuk berandalan yang sekelas dengan YoonJae, yang semula memukulinya dan penasaran dengan kondisi YoonJae yang tidak bisa merasakan sakit. Bahkan ia tak mengaduh sama sekali ketika YoonJae ditendang dan dihajar hingga babak belur.
Berandalan bernama Gon itu tentu saja tidak akan pernah mendapatkan apa yang diinginkannya. Serta banyak lagi peristiwa yang membuat saya ngilu dan berkali-kali harus menenangkan diri karena ikut khawatir pada tokoh YoonJae.
Novel Almond adalah novel yang memberi harapan kepada orang-orang yang percaya bahwa hati dapat mengendalikan kepala. Juga mengajarkan pada kita semua bahwa setiap anak-anak lahir dalam kondisi suci, bersih, bagai kertas putih kosong. Namun kita tahu ada anak-anak yang tumbuh dalam kesulitan.
Ada anak-anak yang membanggakan diri sejak usia berapa mereka melakukan tindakan pencurian. Sejak kapan mereka bermain dengan perempuan, dan atas sebab apa mereka ditahan dalam Balai Penahanan Remaja. Siapapun harus memiliki nyali agar bisa diakui oleh kelompok-kelompok seperti ini dalam pergaulan remaja. Kadang kita menganggap remaja nakal karena memang dia nakal, dan selamanya akan menjadi anak nakal.
Padahal, ia hanya perlu dirangkul, didengarkan, menerima seluruh eskpresinya, serta percaya padanya. Seperti apa yang dilakukan YoonJae pada Gon.
Biasanya orang-orang tidak peduli atas kemalangan orang lain dengan alasan terlalu jauh. Namun mereka juga tidak melakukan hal apapun atas kemalangan yang terjadi di hadapan mereka dengan alasan rasa takut yang begitu besar. Kebanyakan orang tidak melakukan apa pun ketika merasakannya dan dengan mudah melupakan rasa simpatinya. (Almond, halaman 207)
Novel ini sungguh dapat membantu orang yang terluka, terutama anak-anak yang masih belum bisa menemukan jati dirinya. Anak-anak memang mendambakan cinta, di saat yang bersamaan mereka adalah orang yang paling banyak memberikan cinta.
Almond by Sohn Won-Pyung
Penerjemah : Suci Anggunisa Pertiwi
Penerbit Grasindo, 2019. Jakarta, 222 halaman
Baca Juga Loving The Wounded Soul, Review
Kaaak, kok bisa dapat bukunya? Karena aku kemarin-marin lihat di Gramedia masih Pre-order 😂
Terima kasih udah memberi resensi atas buku ini! Aku penasaran banget sama isi buku ini dan sekarang, jadi semakin pengin untuk baca karena ceritanya menarik! 😍
Sekali lagi, terima kasih ya, Kak 😍
ini juga kemarin beli di gramedia pakai layanan antar, kakak di kota mana? mudah-mudahan bisa dapat bukunya yaa 😀
Iya aku juga pengin bukunya
saya baca resensinya aja kok udah berkaca kaca ya.
Ngga bisa bayangin gimana jadi Yoon Jae.
Mungkin kalau saya yang baca, jadi novel yang masuk ke kategori lama baca karena terlalu emosional.
Jadi tambah pengen beli
Beliiiiii. Ada bonus stiker BTSnya juga. Ehhh 😂😂🤣
Aku paling suka buku dan film bertemakan psikologi kak, jadi lebih paham karakter orang dan tidak mudah menjudge mereka. Kasihan Yoon Jae. Btw, apakah kerusakan almond ini juga dialami psikopat,?
Aku kemarin cari buku novel ini di internet Googling, tapi belum ketemu , kira-kira dimana ya bisa didapatkan?
bisa di gramedia terdekat mba. Ada layanan antar ke rumah kok.
Terakhir kali baca novel yang mengangkat tema mental illnes tuh jadi ikutan nyeseknya, tapi kok aku jadi pengen baca Almond ini.
Thanks reviewnya, mbak
menarik nih mba cerita-cerita soal mental health, aku tuh merasa kaya belakangan ini perlu banget asupan buat menyehatkan mental. biar kita bisa self-love, self-appreciation dan bisa manage good and bad emotion 🙁
Dari reviewnya novel almond ini sangat baguss..
Saya jadi keinget kalau udah lama banget nggak baca novel, huhuhu
Aku gak tau perasaanku kalau aku membacanya langsung, mungkin terharu atau kasian melihat kondisinya, anak2 sepeti ini biasanya di lahirkan dari ibu yang kuat menghadapi dunia
Baca review nya aja aq udah mupeng banget pengen beli. Sempat pengen beli pas di awal2 dan gagal mulu keduluan kebutuhan emak beli bedak.. Hihi
Aku baru tahu bahasa ilmiahnya alexitimia, ketidakmampuan mengungkapkan emosi serta merasakannya. Kondisi seperti itu kuncinya pada pelukan dan rangkulan orangtuanya ya berarti
Tumben nih saya denger eh baca yang namanya Spektrum Alexitimia. Kemarin-kemarin tahunya cuma Spektrum Autism aja. Baru tahu, pas baca postingan ini..
Baca resensi ini aja aku udah ngilu ngebayangin si tokoh utama menjalani hari-harinya kak Jihan..
Alexitimia ini bisakah disembuhkan dengan berbagai terapi kak?
Baca ulasan mba mengenai Novel Almond Sohn Won Pyung,jadi menambah pengetahuan seputar kesehatan mental.
Tentu gak banyak orang tau termasuk aku apa itu kesehatan mental ” mental health ” itu sendiri.
Apalagi dalam novel ini menceritakan seseorang yang menderita Spektrum Alexitimia.
Cerita novel maupun drakor apalagi bila yang diangkat adalah bullying, memang sangat dekat dalam kehidupan kita ya. Jadi masukan untuk lebih simpati dan antisipasi
Aaah, aku jadi penasaran endingnya bagaiamana kah? Diterapikah atau gimana?
Bener2 dapat Insight yang baru kayanya klo baca novel ini. Aku mauuu beli
Ini kan novel yang dibaca RM dan Suga BTS. Ternyata isinya sebagus itu ya. Bakal jadi wish list saya setelah i want to die but i want to eat ttopoki. Senang kalau ada novel yang mengangkut issue mental health dan keluarga seperti ini.
Duh, kasian banget ya sama orang yang menderita penyakit ini. Apalagi sejak kanak-kanak dia nggak bisa merasakan dan merespon emosi. BTW penyakit ini bisa sembuh total atau hanya dikurangi saja ya Mba? Kujadi penasaran euy..
Sekilas baca judul novelnya aku kira ttg makanan ternyata mengangkat ttg ‘almond’ amygdala. Amygdala ini pusat emosi dalam otak ya mb, memang gak kebayang kalo yg kecil ini rusak huhu
Wah aku ga ssbar kalau ada film koreannya nih hihi. Skrg lg banyak sinema yg angkat isu kesehatan mentak gini ya Mbak
Aku selalu ngilu kalau baca novel psikologi. Gimana ya, serasa menguliti diriku sendiri karena bagaimanapun setiap orang itukan punya sisi gelap masing-masing. Review novel Almond ini juga lumayan bikin mikir di pagi hari.
Ceritanya beda ya…kl pembullyan kan emang di mana pun banyak banget. Bahkan kayaknya gak ada tempat yang gak mengenal bullying kalau di situ banyak anak remaja.
Tapi kesehatan mental seperti itu emang jarang ya? Risetnya kudu kuat itu penulisnya 🙂
Sebuah ulasan yang gamblang dan menarik. Saya jadi pengen baca novelnya, setelah entah berapa tahun saya tidak membaca novel
aliximia ini sama gak sih mbak dengan sindrom yg dialami albert einstein. aku lupa namanya. tapi sindrom itu juga membuatnya gak bisa ngerti arti bahagia dan bingung melihat temannya tertawa. penderitanya juga gak tau apa itu sakit, sedih dan tak berempati. jadi penasaran sama novelnya mbak. suka aku yg tema tema skeptis begini.
Ceritanya menarik. Anak remaja yang mengalami spektrum alexitimia. Pasti akan ada hal istimewa yang terjadi. Atau kegelisahan apa yang Yoonjae alami. Bagaimana dia menyelesaikannya?
Uh, pasti menyenangkan membaca buku ni. Kira-kira sudah ada di perpustakaan digital belum ya Kakak?
Waw, aku speechless. Jika itu kisah nyata, gak kebayang deh gimana rasanya. Jika mengalami hal seperti itu. Pasti berat yaa mba
Penyakit mental itu banyak banget variasinya ya. Memang harus dikenali juga apalagi yang sering berinteraksi dengan remaja. Kalo orang terdekat gak paham susah juga akhirnya tuh,mbak.
Dari reviewnya, jadi penasaran pengen baca novel ini. Kayaknya banyak ilmu psikolog anak yang bisa kita peroleh secara tak langsung.
[…] Belajar Genetika dengan mudah dan komprehensif adalah sesuatu yang saya cari-cari. Hingga suatu hari saya menemukan ada buku ini, kartun genetika yang akhirnya menjawab hal-hal yang membuat saya penasaran soal genetika ini. Pertanyaan-pertanyaan yang sempat terlintas dalam diri saya, seperti : […]
Almond menjadi kisah yang sering dialami oleh anak zaman sekarang. Betapa banyak yang mengaku pernah mendapat perundungan.
Termasuk 2 anak saya.
makasih mbak reviewnya, ini tokohnya mirik kayak di drama Flower of Evil ya, gak bisa merasakan emosi.
Dari artikel ini saya jd yakin kalau novel ini pasti bagus. Tema yg diangkat keren, konfliknya juga lumayan menarik. Anak yg tdk merasakan empati? Hmm, ini wajib dibaca sih
[…] Jihan Mawaddah : Almond, Kisah Remaja dengan Spektrum Alexitimia […]
Nggak bisa bayangin kalau ada di posisi Yon Jae. Aku suka novel nonfiksi psikologi. Jadi penasaean pingin baca.
Belum pernah baca novel atau artikel apapun tentang psikologi. Trims sudah memberi pandangan tentang bidang ini
Penasaran pengen baca bukunya ..pasti banyak ilmu yang bisa diambil dari novel ini. Baru baca review-nya aja dah merinding
Tergerak komen dan pengen beli karena ada hadiah stiker BTSnya, hahah.
Ih menarik ya temanya, nggak pasaran dan sisi psikologinya diangkat dgn baik.
Aku kok jadi kepingin beli mbaa.. hehehehe tapi pingin baca saat udah diulas mba Jihan aja.. wkwkwkw
terima kasih ulasannya mbak Jihan…..menarik!!!
baca tulisan ini jadi pengen baca novelnya deh
Membaca novel ini, mengajarkan tentang “rasa sakit” yang perlu diperhatikan oleh orang sekitar
wih menarik nih kayanyaaa, duh udh lama gak baca-baca novel lagi hihiii.. nyari aaah 🙂
Uda beberapa postingan lihat ada yang review buku ini, tapi belum berhasil buat aku tertarik buat baca. Tapi berkat review nya mba Jihan, aku mulai tergoyah.
Baiklah cus kan dalam wishlist dulu aahh, hehehe
Udah beberapa kali baca reviunya buku ini, jadi tambah penasaran. Khas banget persoalan remaja sekolah di Korea kayaknya masalah bullying.
Wuah, mewek bombai mbak. Kalau ngomongin mental health suka ingat sama masa lalu. Apalagi soal bullying, aku ngerasain juga gimana tiap hari dicekoki soal body shamming
Baru baca reviewnya aja udah ngerasa trenyuh… Bener banget orang2 yang punya masalah itu hanya butuh dirangkul.
Btw aku sebenarnya suka baca novel psikologi, tapi udah lama ga baca novel agak berat, kemampuan baca buku udah menurun banget 🙈
Keereen reviewnya…^^mirip seperti yang sy rasakan saat membaca Almond.
Akk reviu bukunya menyentuh banget, kak, jadi ingin beli bukunya, masih ada nggak yaa di pasaran huhu 🙁
Setelah membaca reviewe novel ini dari KK, saya jadi semakin penasaran untuk membacanya.
Cus lah cari di toko ijo siapa tau ada
Jadi pengin baca versi lengkapnya hehe
Saya pun menyadati. Masih banyak orang yang tidak bisa melihat perbedaan. Ada yang berbeda, dianggap aneh, lalu dibully. Padahal mereka yang berbeda juga terus berjuang. Dan karena tidak didukung, akhirnya banyak yang menyerah. Saya jadi ingin membaca buku ini, Mbak.