novel almond

Novel Almond Sohn Won Pyung, Kisah Anak dengan Spektrum Alexitimia

56 Comments

Photo of author

By jeyjingga

Novel Almond karya Sohn Won Pyung adalah salah satu novel bertema psikologi yang direkomendasikan salah seorang teman pada saya. Sebelumnya kebanyakan yang saya baca adalah buku-buku nonfiksi psikologi. Selain untuk menambah pengetahuan, juga ingin lebih memahami tentang isuย mental health.ย 

Novel Almond membawa isu mental healthย yang relevan dengan kehidupan kita saat ini. Meskipun fokusnya pada salah satu tokoh yang mengalami spektrum alexitimia menurut diganosa dokter. Yaitu ketidakmampuan dalam mengungkapkan emosi.

Novel Almond dan Persoalan Amigdala

Setiap orang memiliki dua ‘almond’ dalam kepalanya. Letaknya jauh terbenam kokoh di antara belakang telinga hingga kepala. Bentuk dan besarnya pun sama seperti almond. Namanya ‘Amigdala’ karena dikatakan mirip biji buah persik atau disebut juga sebagai almond.

Sinar merah akan masuk ke ‘almond’ jika mendapat rangsangan dari luar. Sehingga kita dapat merasakan rasa takut, kesal, senang, atau benci berdasarkan sifat rangsangan. Namun sepertinya ada yang rusak dengan ‘almond’ dalam kepala si tokoh utama. Oleh karena itu ia tidak tahu mengapa orang lain tertawa atau menangis. Ia juga tak bisa merasakan dengan jelas apa itu rasa bahagia, sedih, cinta dan takut. Baginya, emosi dan simpati hanyalah sebuah tulisan yang samar-samar.

Tokoh utama dalam novel almond ini didiagnosa menderita alexitimia atau ketidakmampuan mengungkapkan emosi serta merasakannya. Orang-orang yang mengalami luka di bagian Broca dan aera Wernicke sebagai pusat bahasa dalam otak tidak mampu berbicara dan memahami bahasa. Namun tidak demikian penyakit ini. Ia hanya tidak dapat merasakan emosi dan tidak bisa membaca emosi orang lain sehingga mengalami kebingungan dalam merespons emosi.

Para dokter menyatakan penyakit ini disebabkan karena almond atau amigdala dalam kepalanya berukuran kecil dan jaringan komunikasi antara sistem limbik otak dan lobus frontal tidak lancar. Salah satu gejala yang muncul apabila amigdala berukuran kecil adalah tidak bisa merasakan takut. Teman bloger bisa membayangkan ya bagaimana rasanya jika tidak bisa merasakan takut?

Mungkin beberapa orang beranggapan bahwa YoonJae, tokoh utama dalam novel ini, adalah anak pemberani. Padahal ketakutan adalah sebuah emosi yang berasal dari naluri. Tidak merasakan takut bukanlah sebuah keberanian, namun lebih pada seperti orang bodoh yang tetap diam walau diterjang serangan.

novel almond

Novel Remaja Korea Yang Membangkitkan Empati

Pada novel ini saya belajar bagaimana mengenali kesehatan mental yang sangat jarang diderita oleh manusia. Penulis menginginkan ada rasa pedih dan empati pada setiap orang yang memandang rendah siapa saja yang “berbeda”. Termasuk persoalanย bullyingย yang sampai saat ini masih menjadi PR bagi kita bersama, bukan hanya di Korea.

Kita tahu bagaimanaย bullyingย akan berdampak buruk bagi siapapun yang pernah mengalaminya. Kisah hidup YoonJae dalam novel ini menggambarkan bagaimana perasaan anak-anak dengan kesehatan mental yang terganggu. Sehingga bisa dibilang novel ini adalah sebuah novel yang dapat membangkitkan kekuatan rasa pedih dan simpati.

YoonJae dilahirkan dalam keadaan ibu dan ayahnya yang “berantakan”, kemudian ditinggal oleh ayahnya di usia yang masih sangat kecil. Ibu YoonJae yang terpaksa harus kembali pada ibunya yang semula menentang pernikahan mereka, pada akhirnya bisa menerima ibu YoonJae dan anaknya yang disebut orang-orang sebagai monster. Disebut monster karena bahkan pada saat temannya jatuh atau terluka ia tak bisa membantu atau bahkan sekadar menyatakan empatinya.

Ibunya sekuat tenaga menutup-nutupi keadaan anaknya yang berbeda itu. Ibunya selalu mengajari bagaimana respon yang semestinya dilakukan oleh YoonJae jika orang sedang merasa kesakitan, resah, atau bahkan ketika bahagia. Hingga YoonJae remaja pun terbiasa merespon berbagai kondisi meskipun ia tak bisa menampakkan perubahan ekspresi seperti orang normal lainnya.

YoonJae banyak mengalami peristiwa memilukan, yaitu kematian neneknya di depan matanya serta sang Ibu yang mengalami koma. YoonJae yang hidup seorang diri akhirnya menemukan orang yang memerhatikan dan mengerti kondisinya yang sebenarnya. Termasuk berandalan yang sekelas dengan YoonJae, yang semula memukulinya dan penasaran dengan kondisi YoonJae yang tidak bisa merasakan sakit. Bahkan ia tak mengaduh sama sekali ketika YoonJae ditendang dan dihajar hingga babak belur.

Berandalan bernama Gon itu tentu saja tidak akan pernah mendapatkan apa yang diinginkannya. Serta banyak lagi peristiwa yang membuat saya ngilu dan berkali-kali harus menenangkan diri karena ikut khawatir pada tokoh YoonJae.

Novel Almond adalah novel yang memberi harapan kepada orang-orang yang percaya bahwa hati dapat mengendalikan kepala. Juga mengajarkan pada kita semua bahwa setiap anak-anak lahir dalam kondisi suci, bersih, bagai kertas putih kosong. Namun kita tahu ada anak-anak yang tumbuh dalam kesulitan.

Ada anak-anak yang membanggakan diri sejak usia berapa mereka melakukan tindakan pencurian. Sejak kapan mereka bermain dengan perempuan, dan atas sebab apa mereka ditahan dalam Balai Penahanan Remaja. Siapapun harus memiliki nyali agar bisa diakui oleh kelompok-kelompok seperti ini dalam pergaulan remaja. Kadang kita menganggap remaja nakal karena memang dia nakal, dan selamanya akan menjadi anak nakal.

Padahal, ia hanya perlu dirangkul, didengarkan, menerima seluruh eskpresinya, serta percaya padanya. Seperti apa yang dilakukan YoonJae pada Gon.

Biasanya orang-orang tidak peduli atas kemalangan orang lain dengan alasan terlalu jauh. Namun mereka juga tidak melakukan hal apapun atas kemalangan yang terjadi di hadapan mereka dengan alasan rasa takut yang begitu besar. Kebanyakan orang tidak melakukan apa pun ketika merasakannya dan dengan mudah melupakan rasa simpatinya. (Almond, halaman 207)

Novel ini sungguh dapat membantu orang yang terluka, terutama anak-anak yang masih belum bisa menemukan jati dirinya. Anak-anak memang mendambakan cinta, di saat yang bersamaan mereka adalah orang yang paling banyak memberikan cinta.

Almond by Sohn Won-Pyung
Penerjemah : Suci Anggunisa Pertiwi
Penerbit Grasindo, 2019. Jakarta, 222 halaman

Baca Jugaย Loving The Wounded Soul, Review

56 thoughts on “Novel Almond Sohn Won Pyung, Kisah Anak dengan Spektrum Alexitimia”

  1. Kaaak, kok bisa dapat bukunya? Karena aku kemarin-marin lihat di Gramedia masih Pre-order ๐Ÿ˜‚
    Terima kasih udah memberi resensi atas buku ini! Aku penasaran banget sama isi buku ini dan sekarang, jadi semakin pengin untuk baca karena ceritanya menarik! ๐Ÿ˜

    Sekali lagi, terima kasih ya, Kak ๐Ÿ˜

    Reply
  2. saya baca resensinya aja kok udah berkaca kaca ya.
    Ngga bisa bayangin gimana jadi Yoon Jae.
    Mungkin kalau saya yang baca, jadi novel yang masuk ke kategori lama baca karena terlalu emosional.

    Reply
  3. Aku paling suka buku dan film bertemakan psikologi kak, jadi lebih paham karakter orang dan tidak mudah menjudge mereka. Kasihan Yoon Jae. Btw, apakah kerusakan almond ini juga dialami psikopat,?

    Reply
  4. menarik nih mba cerita-cerita soal mental health, aku tuh merasa kaya belakangan ini perlu banget asupan buat menyehatkan mental. biar kita bisa self-love, self-appreciation dan bisa manage good and bad emotion ๐Ÿ™

    Reply
  5. Aku gak tau perasaanku kalau aku membacanya langsung, mungkin terharu atau kasian melihat kondisinya, anak2 sepeti ini biasanya di lahirkan dari ibu yang kuat menghadapi dunia

    Reply
  6. Baca ulasan mba mengenai Novel Almond Sohn Won Pyung,jadi menambah pengetahuan seputar kesehatan mental.
    Tentu gak banyak orang tau termasuk aku apa itu kesehatan mental ” mental health ” itu sendiri.
    Apalagi dalam novel ini menceritakan seseorang yang menderita Spektrum Alexitimia.

    Reply
  7. Cerita novel maupun drakor apalagi bila yang diangkat adalah bullying, memang sangat dekat dalam kehidupan kita ya. Jadi masukan untuk lebih simpati dan antisipasi

    Reply
  8. Ini kan novel yang dibaca RM dan Suga BTS. Ternyata isinya sebagus itu ya. Bakal jadi wish list saya setelah i want to die but i want to eat ttopoki. Senang kalau ada novel yang mengangkut issue mental health dan keluarga seperti ini.

    Reply
  9. Duh, kasian banget ya sama orang yang menderita penyakit ini. Apalagi sejak kanak-kanak dia nggak bisa merasakan dan merespon emosi. BTW penyakit ini bisa sembuh total atau hanya dikurangi saja ya Mba? Kujadi penasaran euy..

    Reply
  10. Sekilas baca judul novelnya aku kira ttg makanan ternyata mengangkat ttg ‘almond’ amygdala. Amygdala ini pusat emosi dalam otak ya mb, memang gak kebayang kalo yg kecil ini rusak huhu

    Reply
  11. Aku selalu ngilu kalau baca novel psikologi. Gimana ya, serasa menguliti diriku sendiri karena bagaimanapun setiap orang itukan punya sisi gelap masing-masing. Review novel Almond ini juga lumayan bikin mikir di pagi hari.

    Reply
  12. Ceritanya beda ya…kl pembullyan kan emang di mana pun banyak banget. Bahkan kayaknya gak ada tempat yang gak mengenal bullying kalau di situ banyak anak remaja.
    Tapi kesehatan mental seperti itu emang jarang ya? Risetnya kudu kuat itu penulisnya ๐Ÿ™‚

    Reply
  13. Sebuah ulasan yang gamblang dan menarik. Saya jadi pengen baca novelnya, setelah entah berapa tahun saya tidak membaca novel

    Reply
  14. aliximia ini sama gak sih mbak dengan sindrom yg dialami albert einstein. aku lupa namanya. tapi sindrom itu juga membuatnya gak bisa ngerti arti bahagia dan bingung melihat temannya tertawa. penderitanya juga gak tau apa itu sakit, sedih dan tak berempati. jadi penasaran sama novelnya mbak. suka aku yg tema tema skeptis begini.

    Reply
  15. Ceritanya menarik. Anak remaja yang mengalami spektrum alexitimia. Pasti akan ada hal istimewa yang terjadi. Atau kegelisahan apa yang Yoonjae alami. Bagaimana dia menyelesaikannya?

    Uh, pasti menyenangkan membaca buku ni. Kira-kira sudah ada di perpustakaan digital belum ya Kakak?

    Reply
  16. Dari artikel ini saya jd yakin kalau novel ini pasti bagus. Tema yg diangkat keren, konfliknya juga lumayan menarik. Anak yg tdk merasakan empati? Hmm, ini wajib dibaca sih

    Reply
  17. Nggak bisa bayangin kalau ada di posisi Yon Jae. Aku suka novel nonfiksi psikologi. Jadi penasaean pingin baca.

    Reply
  18. Belum pernah baca novel atau artikel apapun tentang psikologi. Trims sudah memberi pandangan tentang bidang ini

    Reply
  19. Tergerak komen dan pengen beli karena ada hadiah stiker BTSnya, hahah.
    Ih menarik ya temanya, nggak pasaran dan sisi psikologinya diangkat dgn baik.

    Reply
  20. Uda beberapa postingan lihat ada yang review buku ini, tapi belum berhasil buat aku tertarik buat baca. Tapi berkat review nya mba Jihan, aku mulai tergoyah.
    Baiklah cus kan dalam wishlist dulu aahh, hehehe

    Reply
  21. Wuah, mewek bombai mbak. Kalau ngomongin mental health suka ingat sama masa lalu. Apalagi soal bullying, aku ngerasain juga gimana tiap hari dicekoki soal body shamming

    Reply
  22. Baru baca reviewnya aja udah ngerasa trenyuh… Bener banget orang2 yang punya masalah itu hanya butuh dirangkul.

    Btw aku sebenarnya suka baca novel psikologi, tapi udah lama ga baca novel agak berat, kemampuan baca buku udah menurun banget ๐Ÿ™ˆ

    Reply
  23. Saya pun menyadati. Masih banyak orang yang tidak bisa melihat perbedaan. Ada yang berbeda, dianggap aneh, lalu dibully. Padahal mereka yang berbeda juga terus berjuang. Dan karena tidak didukung, akhirnya banyak yang menyerah. Saya jadi ingin membaca buku ini, Mbak.

    Reply

Leave a Comment