Bagaimana strategi pengasuhan generasi Z? Menghadapi anak-anak yang lahir di era digital memang sulit jika sebagai orangtua tidak bisa mengimbanginya. Apa sih yang cenderung dipercayai orangtua era ini? Setiap orangtua pasti khawatir dengan keselamatan anak-anaknya dan berupaya melindungi mereka sekuat tenaga. Agar tidak terjerumus dalam hal-hal negatif yang kita anggap sedang mengelilingi mereka saat ini.
Tsunami informasi serta adanya paparan berita yang bisa diakses dengan mudah kapanpun dan dimanapun membuat kita menjadi orangtua yang cenderung paranoid. Namun bukan berarti kita harus menjadi overprotektif pada anak-anak generasi Z ini.
Sebelumnya kita harus tahu, siapa sih generasi Z itu? Generasi Z merupakan generasi yang lahir tahun 1996 hingga tahun 2010. Jadi, kalau diantara kita ada yang memiliki anak yang lahir di tahun-tahun tersebut, maka selamat datang! Anda sudah masuk ke dalam parenting dalam dunia digital atau yang biasa disebut dengan era 4.0. Banyak yang bilang era 4.0 adalah era berjamurnya aplikasi dan gadget yang bermunculan dan kemudian menjanjikan pengurangan tekanan sebagai orangtua.
Adanya teknologi yang diterima secara luas sebagai alat pengasuhan anak tersebut ada kelebihannya juga lho. Sebagai orangtua kita juga bisa memonitor hampir setiap aspek tumbuh kembang anak. Namun tidak sedikit juga celahnya. Yuk kita ketahui dulu bagaimana karakter anak-anak gen Z ini.
Perbedaan Karakter Generasi Z, Y dan X
Mari kita berangkat dari tahun dimana ibu atau ayah atau bahkan kakek dan nenek kita lahir. Yaitu di tahun 1965-1976. Tahun tersebut adalah tahun lahir generasi X.
Generasi X atau yang biasa disebut Post Boomers adalah generasi yang lahir pada periode tahun 1965 hingga tahun 1976. Generasi X umumnya memandang pendidikan yang tinggi sebagai salah satu prioritas utamanya. Generasi X ini cenderung sangat menghargai waktu, working smart, dan mandiri.
Sedangkan Generasi Y yang lahir diantara 1977-1994 lebih umum disebut sebagai generasi Millenial. Sebab mereka merupakan generasi yang lahir ketika dunia memasuki era milenium kedua. Pada masa itu, perkembangan teknologi sedang marak-maraknya dan itu membuat generasi ini akrab dengan berbagai media digital.
Ciri khas generasi Y ini pada umumnya adalah percaya diri, multitasking, dan mampu bertoleransi. Pada generasi ini, toleransi dan perbedaan pendapat mulai menjadi satu hal yang penting dan dibiasakan. Generasi ini juga sedikit banyak mulai menampilkan sifat individualis, sehingga kerap terjadi gesekan ketika harus berhubungan dengan generasi di atasnya yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan.
Generasi Z yang lahir di tahun 1995-2010 memiliki karakter dengan pemikiran terbuka, dimungkinkan karena ada kaitannya juga dengan adanya teknologi dan internet. Generasi Z merupakan generasi yang lahir setelah adanya internet.
Perbedaan inilah yang kemudian membawa kita pada gesekan-gesekan saat mendidik anak. Karena memang kita dilahirkan, dibesarkan serta dididik di era yang berbeda dengan anak kita sekarang. Suka atau tidak, kita harus memahami bagaimana dunia yang sedang dihuni oleh anak kita saat ini. Kesampingkan ego bahwa kita dulu pernah dididik orang tua dengan cara seperti ini dan itu. Zaman sudah berubah Mom! Yuk kita buka pikiran dan mulai memahami dunia mereka. Terdapat beberapa strategi yang diusulkan oleh Astrid Savitri seorang praktisi parenting dalam bukunya yang bertajuk Parenting 4.0 :
Generasi Z akan menjadi pintar. Bahkan lebih pintar dari generasi sebelumnya. Kemampuan mereka untuk memproses sejumlah besar informasi dengan cepat sebenarnya mempersiapkan mereka untuk melakukan pekerjaan yang lebih menuntut secara mental. Seluruh anggota generasi ini seolah sedang melatih diri untuk menangani tugas yang lebih rumit (Astrid Savitri)
Lima Strategi Pengasuhan Generasi Z
Sebelumnya kita harus sadari bahwa gaya mengasuh anak ini universal dan dalam waktu yang bersamaan juga bervariasi. Tidak ada buku panduan, namun tujuannya sama : ingin anak-anak tumbuh sehat dan bahagia. Nilai-nilai hidup yang dianut oleh seseorang juga cenderung berubah seiring dengan berubahnya keadaan. Adanya perbedaan inilah yang kemudian memunculkan adanya generation gap atau perbedaan generasi yang amat besar.
Ada yang mencari sumber pengasuhan anak lewat buku, dari orangtua mereka sendiri, atau mempelajari parenting dari internet. Jika para orangtua non-millenial mencetak foto dan menyimpannya dalam album foto, sementara tidak dengan orangtua Millenial yang menggunggah foto di instagram. Bagaimanapun juga, mereka adalah digital native yang terbiasa berbagi kehidupan pribadi di media sosial.
Namun bagaimanapun besarnya perbedaan itu kita semua memahami bahwa ada satu sifat mendasar yang tetap sama : menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Entah dengan cara memberi anak kebebasan atau mengatur kehidupan anak secara ketat. Sebenarnya tidak ada gaya pengasuhan yang sempurna atau cacat total. Karena kita semua pun harus terus belajar sepanjang hidup dan terus beradaptasi dengan perkembangan dunia.
1. Selamat Tinggal Pengasuhan Overprotektif
Orangtua yang cenderung paranoid karena tsunami informasi tersebut di atas kadang menyebabkan mereka melakukan proteksi yang berlebihan pada anak. Alih-alih melindungi, mereka justru merusak kepercayaan diri anak.
Semua perlindungan orangtua adalah inisiatif positif tentu saja, namun memiliki konsekuensi negatif dan tidak disengaja yang nantinya akan memiliki dampak besar. Saya pun juga mengalaminya meskipun kemudian orangtua saya berubah. Ketika mereka mengasuh anak-anak secara ketat bahkan hingga remaja. Orangtua seperti ini biasanya akan melakukan apa saja agar bisa ‘menghilangkan’ apapun atau siapapun yang merintangi jalan kesuksesan anak-anaknya.
Apa akibatnya? Anak-anak akan menjadi merasa berhak atas fasilitas khusus karena orangtua mereka selalu mengatakan “kamu anak yang istimewa”. Lalu anak-anak akan merasa tidak aman, takut, dan bahkan paranoid juga karena perilaku orangtuanya. Anak-anak juga akan percaya bahwa diri mereka rapuh dan tidak dapat menangani kesulitan. Alam bawah sadarnya akan menyimpulkan sebuah narasi bahwa dunia ini tidak aman dan membahayakan mereka. Bisa dibayangkan bagaimana akhirnya? Mari mengawasi tanpa memberikan tekanan serta energi negatif pada mereka.
2. Jangan Panik
Ketika seorang anak gen Z memutuskan untuk memiliki tato, tindik, atau memilih teman yang “buruk” sebaiknya kita tidak bereaksi secara emosional. Melainkan berbicara penuh rasa hormat dengan mereka. Kita berhak membantu mereka agar memikirkan implikasi jangka panjang dari pilihannya.
Kalau bertato maka ia akan….
Kalau ia memiliki tindik maka ia akan….
Kalau memilih teman yang “buruk” maka…
dan seterusnya. Inilah saat penting bagi orangtua untuk memainkan perannya. Menjadi pemimpin yang bijak dan mantap dengan memberi mereka wawasan akan risiko-risiko yang harus mereka hadapi atas keputusan mereka sendiri. Kita perlu mendampingi anak di saat-saat seperti ini, agar mereka mampu memikirkan efek jangka panjangnya. Kemudian mempertimbangkan keputusannya kembali.
3. Memberi Pujian yang Spesifik
Anak-anak generasi Z seperti adik saya misalnya, tahu bagaimana saya dan kakak-kakaknya yang lain kerap dipuji orangtua sebagai anak hebat dan luar biasa. Meskipun sebenarnya tidak begitu hehe..
Sebagai orangtua generasi Z kita harus bijaksana soal yang satu ini. Kita harus bisa memuji Gen Z dengan kata-kata yang mencerminkan kinerja mereka yang sebenarnya. Tidak hanya sekadar basa basi, hebat dan luar biasa saja.
Pada gen Z, perlu kita usahakan untuk tidak mengatakan, “kamu pintar”. Namun “Ibu suka lho dengan caramu mengatur waktu belajar dan bermain game. Pertahankan ya!”
4. Panutan Konsistensi
Salah satu unsur yang paling tidak terlihat oleh orang lain di dunia kita saat ini adalah persoalan konsistensi. Tampaknya tidak ada yang konsisten kecuali ketidak konsistenan itu sendiri. Perubahan terjadi setiap saat, misalnya ayah ibu yang bercerai, berganti pekerjaan, perubagan peraturan, bahkan koneksi internet yang berubah dengan cepat.
Oleh karena itu orangtua harus konsisten dalam isyarat verbal dan visual mereka. Karena anak-anak merasa aman ketika orangtua dan guru memberi contoh mengenai konsistensi lewat perilaku, bukan lewat nasihat-nasihat panjang. Persis seperti apa yang ayah saya contohkan. Beliau konsisten dalam beribadah dan beramal, maka anak-anaknya pun akan meneladani ini meski tidak diminta atau dinasihati sekalipun.
5. Menjadi Mentor Bukan Hanya Memantau
Kalau kita jadi bos, sah-sah saja memata-matai tiap hal kecil yang dilakukan seseorang di internet. Apa yang dicari, situs-situs apa yang dibuka, dan konten-konten apa yang dikirimkan. Namun kita adalah orangtua. Jadi kita harus mendidik mereka mengenai persoalan ini. Semakin banyak tembok yang kita bangun untuk mencegah mereka menggunakan teknologi, semakin banyak peretas cilik yang akan berusaha menembus tembok tersebut.
Maka sebagai orangtua, kita cukup memberikan pendampingan yang memungkinkan agar tercipta lingkungan tempat anak-anak merasa nyaman berbicara tentang kegiatan digital mereka. Singkatnya, orangtua harus mendidik dan percaya. Karena teknologi adalah alat yang bergantung pada penggunanya.
Kita juga perlu tahu bahwa gen Z akan sangat sulit terlepas dari tidak menggunakan gadget dan internet. Sebab hal ini juga akan mengakibatkan mereka tertinggal banyak hal. Tugas-tugas sekolah anak Gen Z juga membutuhkan penelitian, komunikasi digital, dan keterampilan komputer. Jadi tidak mungkin mereka dilarang menggunakan teknologi. Sebagai orangtua kita harus menjelaskan pada mereka bahwa teknologi tidak dimaksudkan untuk hiburan semata.
Jika mereka mulai terlalu banyak berkoneksi dengan orang lain maupun segudang sosialisasi online, saat inilah yang paling tepat untuk kita sebagai orangtua melakukan pembatasan dan pengurangan teknologi.
Menjadi mentor juga termasuk ketika kita mau melibatkan diri dalam apa yang anak-anak lakukan. Sehingga kita bisa mendapatkan pengalaman langsung dan mengetahui apa yang harus dikembangkan dan apa yang harus dihindari.
Teknologi Masih Wewenang Orangtua
Pada umumnya, anak-anak gen Z sangat menghormati peraturan-peraturan yang diterapkan orangtua. Mereka juga ikut membantu dalam melakukan tugas-tugas di rumah, menjadi siswa yang baik, dan pulang ke rumah tepat waktu. Oleh karena itu sebagai orangtua kita juga harus memberi pengertian pada mereka bahwa ketika harus menggunakan teknologi, orangtua juga harus membantu dan memberi peraturan. Memberi mereka pengertian dan wawasan mana yang tidak pantas untuk dilakukan dan memberi konsekuensi atas ketidaktaatan meereka. Tentu saja dengan disertai penghargaan karena ketaatan mereka.
Berkaitan dengan jejak digital, anak juga perlu wawasan dan edukasi soal ini. Maka kita juga perlu menjelaskan tentang jejak digital yang bisa menjadi petaka pada mereka. Pengasuhan generasi Z tidak berhenti di sini.
Menjadi Teladan dalam Pengasuhan Generasi Z
Menjadi teladan adalah salah satu langkah simple yang bisa kita kerjakan dalam kehidupan sehari-hari dalam pengasuhan generasi Z ini. Misalnya saja tidak memegang ponsel saat makan malam atau waktu bersama keluarga. Menggunakan waktu berkualitas tanpa gangguan bersama anak-anak juga akan memberi mereka kesan positif dan membiasakan mereka untuk tidak menggunakan ponsel ketika tidak dibutuhkan.
Anak tidak dilahirkan dengan buku panduan. Orangtua harus mencari tahu bagaimana anak-anak mereka berdasarkan apa yang mereka ketahui. Memiliki pemahaman yang lebih baik tentang generasi Z dapat membantu Ibu dan Ayah membina hubungan yang lebih baik dengan generasi yang muncul dari individu yang bersemangat, positif, dan memesona ini.
Referensi :
Parenting 4.0 oleh Astrid Savitri
Emotional Intelligence by Daniel Goleman
Sangat menginpirasi utk para orang tua yg ingin anaknya sukses💓💓
Bener banget nih orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya.. kita jangan hanya menyuruh tetapi tidak dibarengi dengan teladan bagi anak-anaknya
Berarti anak pertama saya termasuk dalam generasi Z yang lahir pada tahun 2009. Kalo bapaknya generasi SM (sebelum masehi) hehehe…
Cara pengasuhan yang salah, malah bisa berdampak negatif ya.
Terima kasih atas infonya Mba, keren, jadi tau banyak pola pengasuhan yang seharusnya dilakukan maupun yang sebaiknya dihindari.
Generation gap ini haris dipahami dgn baik krn kita hidup di masa yang berbeda. Ortu hrs bs beradaptasi jg dan belajar cara parenting yg tepat
Generasi Z katanya sejak lahir udah ada internet. Beda ama ortunya yg masih tertatih-tatih ama internet. Tapi bener sih, teknologi masih wewenang orang tua. Sebagai peringatan juga sih, supaya ortu ga boleh gaptek.
Anak² saya, 2 masuk generasi Z, 2 lagi masuk generasi setelahnya, yaitu generasi Alpha. Lahir di atas 2010 soalnya. Ortu gak bs overprotective lg yaa karena anak2 Gen Z dan A ini lebih mudah dalam mempelajari sesuatu.
byk org yg gak ngerti tp suka pake2 istilah milenial. bocah masih belajar baca dibilang milenial, padahal emaknya bocah itu yg milenial. alias dah tua.
yg paling kurekam dr berbagai ilmu parenting, jd ortu mau gak mau jd teladan anak. makasih mbak tambahan ilmu yg bermanfaat
terus anak saya yg lahir di 2017 namanya generasi apa ya? hehe… iyah syukurlah saya masih termasuk generasi millenial, jadinya kan merasa keren…gak tua2 amat. kalau pengasuhan generasi Z lebih ke mengasuh keponakan saya sendiri, kudu sabaaar sabaaar sabaaar
Gen Z lebih pintar daripada generasi sebelumnya? Setuju banget!
Salah satu diantaranya, para Gen Z langsung menemukan jalan untuk bisa menggunakan teknologi internet yang sudah maju.
Semua itu tidak lepas dari hasil pendidikan dan trial error dari Gen Y aka milenal. Nah, Gen X nih generasi nanggung sebenarnya, from my point of view.
Beda generasi, beda cara mendidiknya ya Mbak. Generasi Z ini memang butuh cara pengasuhan khusus, cuma masalahnya orang tua mereka yang rata-rata generasi X belum banyak yang paham dengan itu. Jadi semakin harus mengedukasi masyarakat kita tentang topik ini
Adikku ini anak gen Z, dan emang mereka gak bisa overprotektif ya, kadang ikut ngurusin juga soalnya gap ke ortu cukup jauh. Wah nanti kalau ak punya anak, ikutan gen Beta nih kayaknya haha
Hm, karakternya cukup berbeda dngan generas Y dan X ya Mbak. Jadi harus hati-hati mengasuh anak generasiZ. Sepakat tidak boleh over protectiv.
Hehe..mikirnya ngeri2 syedap sih ngasuh anak zaman sekarang. Gimana enggak? Kadang google lebih dipercaya daripada ortu. Emang kudu bisa tarik ulur nih. Kadang kenceng kadang kendorin dikit asal jangan loss. Semangat buat para ortu generasi z dah
Dua anakku generasi Z, si bungsu generasi alpha. Emang pengasuhan anak itu harus sesuai dengan jamannya. Boleh aja melihat bagaimana orang tua kita dulu mengasuh kita saat kecil, tapi tak semua bisa diterapkan pada anak-anak kita di masa kini
Ternyata setiap generasi memiliki tantangannya masing-masing yaa..
Dan kelebihan sesuai zamannya.
Aku salut sekali dengan yang meneliti behaviour masing-masing generasi. Semoga kita bisa menjadi orangtua yang mendidik sesuai pada zamannya.
jadi inget pesan Ali bin Abi Tahlib ya mbak jingga, didiklah anakmu sesuai zamannya ya mbak. terima kasih sharingnya jadi kepengen baca bukunya deh generasi 4.0 kaya apa
Menarik sekali pembahasan Mbak Jihan. Tiga anak saya, generasi Z semua. Mulai mahasiswa, SMP, dan SD. Perlu trik khusus menghadapi mereka, sementara saya gen X. Alhamdulillah aktivitas blogging mendekatkan saya dengan teknologi dan bisa belajar banyak hal, termasuk dalam tulisan ini.
Aku diposisi generasi y hehe generasi milenial. Kalau anak zaman sekarang berkaitan dengan teknologi yang lebih lagi
Generasi Z lebih mudah mengoperasikan gadget ya kan kak Jihan. Itu makanya orangtua jangan sampai ketinggalan dari anak.
Yang saya garis bawahi tentang keteladanan. Memang setiap anak lebih mudah melihat perilaku orangtua dibanding mendengar ceramah orangtua.
Memang kalau tidak ada panduan mendidik anak di geberasi ini agak sulit karena orangtuanya sudah tidak sezaman.. Makasih atas informasinya
Dari artikel mbak itu saya baru tahu bedanya 3 generasi itu.
Berarti saya masuk generasi Z dong
Anakku lahirnya tahun lalu. Itu masuknya generasi apa Mbak?
Beda generasi beda karakter ya mbak btw anak milenial nih sepertinya memenag butuh figur panutan yang seia sekata seperbuatan ya…karena zaman sudah berubah mereka ga bisa lagi hanya di doktrin ucapan tanpa tujuan yang jelas nyata hehehe
Baca parenting untuk Generasi Z aja udah bikin dag dig dug ser ya Mba Jihan, apalagi parenting buat Generasi Alfa, anak-anakku semua Generasi Alfa. Bismillah aja pokoknya. Selama anak punya dasar kuat, yaitu agama insya Allah hidupnya mau seruwet apapun akan lurus pada akhirnya.
Rasanya bangga banget bisa tergolong ke generasi Y dimana hampir bisa mengalami semua periode kehidupan jadul sampai modern.
Bener kata sahabat dan Rasulnya, setiap anak itu dibesarkan harus menyesuaikan dengan jamannya. Ga bisa dipaksa cara didik jaman dulu diterapkan di masa kini
Bener mba…
Tidak bisa tidak memberikan mereka teknologi. (dalam hal ini saya maksud adalah gadget)
tidak mungkin juga dilarang, jadi harus pinter-pinter memeberikan waktu bergadget ria, mendampinginya ketika bergadget.
Secara tahun lahir saya ini termasuk romobongan generasi milenial.
tapi cara-cara non milenial dan milenial, pernah saya kerjakan hampir semua.
contohnya, saya pernah simpan poto di album dulu, sekarang saya sudah simpan secara digital.
Sy gen y nyerempet x nih hehe.. Jadi lebih “bisa paham” atas perilaku gen z, gak seperti neneknya anak² yg selalu marah². Tp mmg gampang² susah ya mengasuh gen z ini, klo sy lbh setuju ortunya jadi role model anak² tanpa memaksakan kehendak
Seiring berjalannya waktu dan perubahan jaman tentu berbeda pula pola pengasuhan orang tua terhadap anak ya. Sekarang memang bukan jamannya lagi terlalu overprotective ke anak,harus ada trick dan strategi juga ya .
Teringat pernah bahas tentang Gen Z di blog ku, Gen Z adalah pemuda yang aktif dan kreatif
pola asuh yang harus diterapkan untuk generasi muda Z ini memang penuh sekali dengan tantangan ya, mereka berkembang dengan masa digital semuanya, harus benar-benar hati-hati dalam mengarahkan dan mengasuh mereka
anak zaman sekarang itu cara berpikirnya lebih analitikal dan logis jadi kita harus memberikan mereka informasi yang logis serta mengasah sisi kritis mereka juga tuh, plus harus melek tekno karena generasi anak-anak ini sangat aware sama gadget
Mendidik anak generasi Z memang harus sesuai zamannya ya kak. Kita tidak boleh memaksakan apa yang menurut kita baik saja, tapi lupa anak-anak kita berada di zaman apa
Makin ke sini sy rasa akan semakin pintar anak2 yg lahir dengan generasi selanjutnya. Yg tak kalah lain dr strategi di atas jg tak melupakan memberikan tempat yg nyaman secara emosional, krn tentu saja semakin banyak kemudahan, semakin kompetitif juga dan tentu sja hal ini sangat penting utk kesehatan mental mereka juga
Susah-susah gampang lo mendidik anak generasi Z
Saya yang tadinya selalu was-was akhirnya memberikan kesempatan
Semoga selalu sehat anak-anak kita
memang ya, beda generasi sudah harus beda gaya pengasuhan. Kita harus terus menyesuaikan perkembangan jaman anak-anak biar memahami mereka tumbuh dan berkembang dg jamannya 🙂
Dua anakku masuk ke generasi Z mba. Dan kelima adiknya generasi alpha.
Bener yang disampaikan Ali r.a untuk mendidik anak sesuai zamannya.
Bener banget mak perbedaan cara memgasuh ini rentan banget dengan bergesekan antara orangtua dan kita..tapi memang pola asuh untuk generasi z ini susah juga karena kita harus banyak belajar ga bisa ngikut pola asuh orangtua kita dulu
bagaimanapun tergantung peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak. untuk itu diharapkan orang tua berperan aktif mencari info yang berkaitan dengan cara mengasuh yang baik
Seharusnya sih teknologi dan pola asuh harus bisa berjalan beriiringan. Tapi dengan keadaan seperti itu yah agak sulit juga.
Dengan teknologi digital semakin mudah untuk belajar, karena rasa panik juga sering menghantui