Sebelumnya : Time Capsule #dirumahaja (1)

Karantina Mandiri Hari ke-16

Beberapa hari yang lalu ada salah satu anggota keluarga di dalam rumah yang mengikuti rapat di balaikota. Rapat yang panjang dan penuh kewaspadaan melihat angka kasus positif Covid-19 semakin meningkat hingga hari ini. Kurva itu terus naik, tidak stag bahkan turun. Hal ini membuat kami semakin waspada sekaligus was-was bagaimana nasib perekonomian Indonesia tiga bulan ke depan?

Rapat itu menghasilkan beberapa kebijakan yang membahagiakan sekaligus menyedihkan. Kabar sedihnya, jumlah PDP semakin banyak. Begitu pula dengan ODP, meskipun sekarang bersisa satu orang saja yang dinyatakan positif. Dua lainnya sembuh. Sehingga walikota beserta jajarannya memutuskan untuk memberlakukan jam malam (maksimal toko buka pukul 20.00, tidak boleh berkerumun dan hanya boleh take away alias dibawa pulang untuk dimakan di rumah), serta social distancing dan kampanye #dirumahaja hingga tiga pekan ke depan. Jadi total 5 pekan aku harus bersabar untuk tidak keluar rumah.

Bahkan mulai pekan ini tidak akan ada lagi salat jumat hingga pandemi dinyatakan berakhir oleh Pemerintah. Padahal kurang dari satu bulan lagi bulan Ramadan tiba. Jika pandemi ini belum berakhir maka akan menjadi Ramadan pertama tanpa salat tarawih berjamaah. Ramadan pertama yang pasti akan dilalui dengan kebisuan suara alas kaki yang selalu terdengar usai azan Isya dikumandangkan.

Kabar baiknya, Pemda memberikan anggaran 52M (dari hasil anggaran yang semula direncanakan untuk perbaikan jalan dan lain-lain) untuk membagikan sembako pada pekerja non-informal yang sangat membutuhkan, kecuali pengusaha yah.

Ada nafas lega begitu mendengar keputusan rapat siang itu. Ada setitik harapan bahwa tidak akan terjadi chaos seperti yang pernah terjadi pada peristiwa 1998. Ada rasa bahagia begitu mendengar pemimpin kami masih berempati pada rakyat kecil. Ada bangga yang membuncah menjadi bagian dari kebijakannya.

Pun apa yang sudah kami lakukan di hari ketujuh karantina mandiri. Gerakan jempol emak-emak yang meneriakkan untuk berbagi pada sesama alhamdulilah berbuah hasil. Sekitar 1000 paket sembako bisa kami himpun untuk didistribusikan pada lima kecamatan. Masing-masing kecamatan tentu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ada yang membutuhkan 200 paket, ada juga yang hanya butuh 50 paket.

Selain sembako, ormas kami juga mendistribusikan APD untuk dua rumah sakit yang saat ini memakai jas hujan sebagai alat pelindung dirinya kala menangani pasien. Karena saat ini semua pasien pasti diperlakukan sebagai carrier. Jika tim medis tidak waspada dan hati-hati maka akan semakin banyak korban yang berjatuhan, pun akan semakin panjang rantai penularan yang harus diputus.

Anak-anak muda digerakkan untuk membantu pendistribusian sembako. Kami menyadari bahkan di hari ketujuh pun sudah begitu banyak orang yang mengeluh karena berkurangnya penghasilan mereka sehari-hari. Jalanan sepi, anak kos mudik, Kota Malang mendadak menjadi kota mati. Roda ekonomi berputar perlahan. Kesibukan hanya berpusat pada bank, Rumah Sakit, dan beberapa warung yang melayani kebutuhan pokok. Banyak toko yang menjadi sepi, mall tutup sehingga banyak juga pengurangan tenaga kerja hingga jangka waktu yang belum bisa ditentukan.

Tetangga sebelah bahkan ada yang sudah membongkar gerai minumannya. Biasanya ada gerai mini yang menjual es teh dengan berbagai macam perisa di sana. Tepat pada hari ke 10 karantina mandiri di kota kami, gerai itu tutup. Mungkin sudah tidak mampu untuk membayar pegawai di tengah pandemi ini. Ah, betapa virus ini begitu mematikan. Tidak hanya mematikan siapa yang ia jadikan inang, tapi juga mematikan perekonomian.

Namun sekali lagi, bukannya tidak ada solusi. Kami berusaha untuk mematuhi apa yang menjadi titah umara dan ulama. Sehingga para pengusaha, pegawai pemerintah atau pegawai formal lain yang penghasilannya tidak dipengaruhi oleh peristiwa ini maka kami himbau untuk ikut berpartisipasi menjadi donatur tetap. Setidaknya sepuluh ribu satu hari bisa disisihkan dari uang belanja harian kita. Sepuluh ribu itu sangat berarti jika kita himpun bersama. Sehingga kita tidak akan pernah lagi melihat tetangga yang kelaparan. Pun yang mengeluh, mencaci Pemerintah atau bahkan mencaci Tuhannya sendiri karena peliknya persoalan yang akan ia hadapi selama pandemi ini.

Kita tidak akan menjadi bangsa yang besar selama kita terus memikirkan diri sendiri. Di sinilah empati dan kemanusiaan yang ada dalam nurani diuji. Gerakan sosial ini tidak akan merugikan kita kok. Orang beriman pasti tahu akan mengalir kemana harta yang disedekahkan. Bahkan orang tidak beriman pun tak punya alasan untuk menampik krisis yang menimpa bangsa ini, karena ia masih manusia.

Malang, 31 Maret 2020

Jumlah kasus per 31 Maret 2020 pukul 12.00 WIB :

Positif : 1.528, Meninggal : 136 orang, Sembuh : 81 orang

Selanjutnya : Time Capsule #dirumahaja (3)