Apa itu luka batin, bagaimana mengidentifikasinya dan bagaimana cara memulai perjalanan untuk pulih dari luka batin? Yang Belum Usai adalah kompilasi esai penulis-penulis PijarPsikologi mengenai luka batin. Satu poin penting yang saya catat dan jadikan mindmapping adalah tema Katarsis yang sebelumnya juga pernah saya kaji dari buku Emotional Intelligence karangan Daniel Goleman.
Mengapa saya memilih Katarsis?
Katarsis sebagai upaya pembebasan
Hidup kita ini seringkali dihadapkan pada situasi yang menguji emosional. Lalu ada masanya karena kondisi yang tidak memungkinkan, kita dituntut untuk menyimpan emosi tersebut. Misalnya saja emosi yang harus disimpan ketika berhadapan dengan orang tua, dosen atau guru, atau orang yang lebih tua dan kita hormati. Emosi yang disimpan tersebut bisa dalam bentuk perasaan sedih, marah, kecewa, takut, dan lain sebagainya.
Katarsis adalah istilah seseorang saat melampiaskan amarah. Katarsis terkadang dimaknai sebagai salah satu cara mengatasi amarah. Karena pada kenyataannya hati dan pikiran kita adalah sebuah tempat yang memiliki kapasitas. Ibarat sebuah gelas, ketika gelas itu sudah terisi penuh maka ia akan luber, tidak mampu menampung semua yang masuk ke dalamnya. Ketika sebuah emosi yang dipendam sudah melebihi kapasitasnya, maka ada saat di mana emosi tersebut akhirnya harus dilepaskan.
Gambar di atas mudah-mudahan terbaca ya.
Bentuk Katarsis
Ada banyak hal yang mungkin menghambat seseorang mengungkapkan emosi negatifnya. Entah dari egonya sendiri atau memang karena tuntutan situasi. Sebagaimana kita tidak bisa menahan senyum dan tawa saat kita merasa bahagia, emosi negatif juga memiliki porsinya sendiri untuk dilepaskan.
Dalam prosesnya, katarsis membantu kita berhadapan dengan emosi dan pola pikir. Proses katarsis pada dasarnya adalah sebuah usaha untuk melepaskan emosi negatif agar kita dapat berpikir lebih jernih dalam menghadapi sebuah masalah. Beberapa hal yang bisa dilakukan katarsis misalnya :
Menulis
Aktivitas menulis bisa menjadi opsi yang baik untuk katarsis. Tidak perlu takut kalau kita bukan penulis ataupun pujanngga. Karena bentuk ini adalah urusan katarsis dengan otak dan tubuh kita, bukan dengan orang lain. Tulis semua yang ada di pikiran kita, anggap saja kertas tersebut seperti ruangan kosong yang akan kita isi dengan apa saja yang kita inginkan. Menulis ekspresif seperti ini selain melepaskan emosi juga menghadirkan banyak manfaat seperti menghilangkan stress, memperbaiki fungsi imun tubuh dan lain-lain.
Seni
Koes Ayunda dalam Yang Belum Usai juga menuliskan bahwa seni juga bisa sebagai sarana mengekspresikan emosi negatif seseorang. Melepaskan emosi adalah cara kita mengalirkan energi-energi baik yang kita sadari maupun tidak disadari dan mewujudkannya dalam bentuk aslinya. Biarkan tangan kita menggambar apa saja di atas kertas gambar. Bebaskan emosi yang dirasakan. Sepeti ketika udara yang kita hirup tak dilepaskan, emosi terpendam hanya akan membuat dada kita sesak.
Menonton Film
Pilih saja genre film yang kita sukai. Jika emosi sedih yang kita rasakan butuh untuk diekspresikan, menonton film seperti ini bisa menjadi penyaluran yang tepat. Sudah pernah mencobanya bukan?
Beberapa hal di atas hanyalah contoh katarsis. Ada banyak cara positif lain yang bisa dilakukan sebagai bentuk pelepasan emosi. Emosi terpendam yang tidak segera diungkapkan bisa menjadi gangguan dalam aktivitas kita sehari-hari. Burnout atau kehilangan minat menjalani aktivitas dan tidak produktid bisa menjadi dampak negatif jika kita terus menerus membiarkan emosi terpendam tidak tersalurkan.
Dari sinilah saya menemukan jawaban mengapa seringkali ketika suasana hati saya tidak enak, saya justru sulit untuk berkonsentrasi menulis hal-hal yang produktif. Ternyata emosi terpendam ini sangat berkaitan erat dengan produktivitas kita lho.
Memahami Emosi yang Dirasakan dalam Katarsis
Katarsis hanya akan berhasil jika kita menyadari sepenuhnya emosi yang dirasakan. Karena lari dari hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. Cepat atau lambat semua akan butuh diekspresikan. Kita bisa mencari waktu yang tepat untuk membiarkan diri sendiri melepaskan semua lapisan topeng yang selama ini kita pakai. Jangan takut merasakan emosi yang sudah terpendam sejak sekian lama, karena tak ada yang salah untuk dirasakan. Hanya dengan melepas emosi, kita bisa membersihkan pikiran dan membiarkan pola pikir kita berproses tanpa kekalutan.
Masih banyak lagi hal-hal yang disampaikan dalam buku Yang Belum Usai ini yang ditujukan agar masyarakat mengenal lebih dekat dengan luka batin. Mulai dari Unfinished Business, Negative Core Beliefs, Mekanisme Pertahanan Psikologi, Katarsis, Self Healing, dan seterusnya. Penting karena kita perlu terbiasa mendengar, membaca dan membicarakan luka batin agar luka tersebut bisa benar-benar kita rawat dan sembuhkan. Luka batin dalam diri perlu kita sadari, identifikasi, beri nama dan obati. Tujuannya agar batin kita tenang, hubungan dengan orang lain juga sehat, dan agar generasi penerus bangsa tidak hidup dalam bayang-bayang luka batin leluhurnya.
Bagian lain dari buku ini bisa dibaca di sini : Membersihkan Sampah Pikiran
Yang Belum Usai by Pijarpsikologi
Penerbit Elex Media Komputindo, 189 halaman. 3/5
Menulis itu yg menyelamatkan saya dr kasus 1 tahun yg lalu 🙈🙈🙈
Rebutan wedok? Wkwkwkwk
Belum sepelik itu kakak 🙈🙈🙈😂😂😂😂
iki jaman ntas dipedot.. durung edan e mbak hahaha
Pas itu belum..
Rebutan wedok alias 27 nyaris terjadi bulan kemarin 😂😂😂😂
Seru itu Mbak kalau dibahas yang mekanisme pertahanan diri. Itu kan teori dari Freud, aliran psikoanalisa. Kalau nggak salah ada 11 bentuk mekanisme pertahanan diri dan biasanya tampak pada perilaku secara tak sadar. Karena memang diolah di alam bawah sadar. Itu kalau kita paham, bisa baca perilaku orang.
Iyaaa bang zzen. Pengin lanjutin tentang defense mechanism juga dari Freud. Tapi fokus dulu katarsis aja deh mindmapingnya. InsyaAllah nanti saya tulis khusus yang defense mechanism bang Zen, siap kurasi yah? Hehehe
Sering mendengar tentang katarsis. Baru tahu artinya^^ Thanks mbak
Sesuka itu sama tulisanmu Mba Jihan! 😘
Ekspresi saya ketika baca ini adalah bengong.
Pertama gegara ulasannya, kedua, karena tulisannya~
Gustiiii, kapan aku bisa nulis NF sebagus ini T__T
NF adalah kelemahanku. Baca ini, berasa mendelep.. wkwk
Di luar itu, bahasannya keren~ ><
Terimakasih mbaa sudah mampir. Btw NF itu apa? 😂😂🙏
O istilahnya katarsisi ya, baru tahu
Wah, sudah kuduga, selalu kece ulasannya … 😍🤩
Menulis merupakan self healing juga yah, Mbak Ji
Woow bener-bener baru dengar istilah ini.
Mantap mbak Ji. Makasih infonya…
😊🥰
masya Allah… Tulisan yg sangat bermanfaat. Sukaa
Penasaran jadi ingin membaca buku itu kakak
Wah, jadi ingin membaca buku itu 😍
Masya Allah, serinh denger istilah itu. Dan sekarang bukunya pengen saya baca mbak. Hehe
Terima kasih Kak Jihan untuk ulasannya, bikin semangat lagi untuk menulis, apalagi lihat tulisan-tulisannya Kakak yang selalu menginspirasi
Wuah baru dengar nih ada istilah katarsis. Nice info mbak. Jadi pengen baca versi lengkap buku ini nih. Dalem kayaknya isinya ya. Btw, salah satu cara self healing itu menulis, sayangnya aku cuma bisa nulis status. Belum bisa nulis sekeren temen-temen. Hehehe
Aku pernah punya buku ini tapi lupa kemana😭😭
Katarsisku kalau lagi badmood ya nulis, tapi kadang kalau lagi nggak jelas banget. Biasanya aku suka nyanyi-nyanyi gitu. Rasanya jadi plong kalau udah bersuara agak kencengan. Ya moga-moga aja tetanggaku nggak pingsan dengar suaraku yaa, hihi.
Kalau zaman kuliah dulu terbantu banget saat baca puisi atau latihan vokal di pantai, karena teriak-teriak bebas gitu kan. Duh lega rasanya kalau lagi badmood pas jatah latihan vokal wkwk.
Nanti baca lagi pelan2, serius menarik banget ini teh
Bikin adem ati
[…] Ada banyak buku yang saya baca, tetapi tidak semua bisa memenuhi gizi untuk pikiran. Membaca bab demi bab dalam This is My Way, saya menyadari banyak hikmah yang bisa diambil darinya. Saya belajar sekaligus melahap gizi yang dibutuhkan. Sebab manusia butuh dua sayap untuk bisa terbang mencapai kebahagiaan. Satu sayap jasmani, satu sayap rohani. Keduanya harus seimbang. Teman-teman harus jadikan This is My Way sebagai salah satu referensi di saat kita butuh penyeimbang. […]
Saya jadi tertarik buat mengevaluasi diri terkait luka batin. Apakah saya masih menyimpan luka batin atau tidak. Terima kasih tulisannya Mba 🙂