Mengapa Zero Waste Cities dihubungkan dengan kualitas hidup seseorang? Dalam hal ini petugas sampah. Coba kita renungkan kembali, bagaimana peran dan risiko yang harus dihadapi oleh petugas sampah ketika melaksanakan tugasnya.

Suatu kali saat saya membuang sampah dari diapers, bungkus susu, sampah makanan, dan plastik, kadang berpikir bagaimana rasanya menjadi petugas sampah. Pekerjaan yang menurut saya berat karena selain harus mengambil sampah ke rumah-rumah, juga memilah mana sampah makanan, sampah plastik, sampah daur ulang, dan yang tak bisa didaur ulang. Setelah itu membawanya ke TPA terdekat untuk diolah.

Fenomena di atas tentu saja terjadi di setiap tempat yang belum melaksanakan sepenuhnya pemilahan sampah oleh diri sendiri.

zero waste city project

Belum lagi jika jarak yang ditempuh antara rumah-rumah yang diambil sampahnya dan TPA. Mungkin memang tidak sampai 3 km kalau di tempat saya, namun jika ditempuh dengan berjalan kaki sambil mendorong gerobak sampah tentu akan sangat melelahkan. Bayangkan bagaimana jika dalam keseharian kita tukang sampah itu tidak masuk kerja selama satu hari saja. Sampah pasti sudah menggunung di depan rumah orang-orang. Lalu baunya yang tak sedap akan tercium kemana-mana.

Selama ini umumnya petugas sampah lah yang melakukan tugas untuk mengambil, memilah hingga mengolahnya. Sedangkan tenaga mereka terbatas, juga dengan kesehatan udara yang dihirupnya. Oleh karena itu dalam artikel ini saya ingin bercerita sedikit bagaimana kita harus ikut mengambil peran dalam memperlakukan barang-barang tak terpakai atau sisa makanan yang sudah menjadi sampah. Sebelum benda-benda tersebut berakhir di tempat sampah depan rumah.

Keberadaan Petugas Sampah

Sebegitu pentingnya kehadiran petugas sampah untuk kita, namun tetap saja masih ada banyak orang yang tidak menghargai keberadaannya. Memandang rendah pekerjaannya hanya karena gajinya yang tak lebih dari lima ratus ribu rupiah setiap bulannya. Petugas sampah yang akan selalu tercium bau tak sedap ketika mereka lewat. Namun tak pernah sekalipun mungkin kita mengingat bagaimana harumnya pekerjaannya untuk banyak orang.

Justru pentingnya keberadaan petugas sampah itulah mereka harusnya layak untuk diberi penghargaan yang tinggi. Bukan hanya sekadar tiga ratus hingga lima ratus ribu setiap bulannya. Sedih sekali ketika membayangkan salah satu petugas sampah yang bekerja di sekitar rumah saya. Sebut saja namanya Pak Sam. Umurnya kira-kira 30-an. Pak Sam memiliki tiga anak yang selalu diajaknya ketika ia harus mengambil sampah.

Anak pertamanya laki-laki kira-kira berumur 10 tahun. Lalu anak keduanya perempuan, kira-kira berumur 7 tahun. Lalu yang paling kecil laki-laki berumur sekitar tiga atau empat tahun. Jangan ditanya ibunya kemana, mengapa ia harus ikut dengan Bapaknya mengambil sampah-sampah di perumahan? Istri Pak Sam adalah seorang buruh di sebuah tempat laundry. Jadi sangat tidak mungkin untuk membawa ketiga anaknya ke tempat kerjanya itu. Maka Pak Sam lah yang membawa ketiga anaknya itu ketika mereka berdua sibuk bekerja.

Apakah mereka tidak sekolah? Ya, jawabannya sudah bisa ditebak. Jika anaknya sekolah tentu Pak Sam tidak akan membawanya ikut serta mengambil sampah-sampah. Jika ditanya mengapa, tentu saja persoalan biaya. Berapa biaya masuk dan SPP yang harus dibayarkan jika anak mereka sekolah. Karena mereka memang tidak punya pilihan lain. Pilihannya hanya ada dua : makan atau sekolah.

Bagaimana dengan kondisi kesehatan para petugas sampah? Bukankah udara yang mereka hirup hampir sepanjang hari adalah udara yang telah terkontaminasi dengan sampah? Yes, untuk itulah program Zero Waste City ini dikatakan dapat meningkatkan kualitas hidup para petugas sampah.

Sampah dan Kualitas Lingkungan

Salah seorang petugas sampah yang dulu sangat akrab dengan keluarga saya dulu sudah meninggal. Istrinya juga bekerja part time di rumah. Membantu menyetrika baju dan bersih-bersih dapur. Jika kita pergi ke rumahnya, kita akan mendapati betapa rumah tersebut sangat jauh dari kata “sehat”. Baik dari segi kualitas udara maupun kebersihannya. Rumah mungil yang terdiri dari dua kamar tersebut kadang tidak kebagian sinar matahari. Lantaran tertutup oleh rumah-rumah di sebelahnya yang lebih tinggi.

Jadi kondisinya sangat lembab. Belum lagi kualitas udara yang bersih. Jika teman bloger saat ini menghirup udara segar ketika membuka jendela rumah, maka bersyukurlah banyak-banyak. Karena tidak semua orang bisa seperti itu. Termasuk salah satu petugas sampah yang dulu saya kenal. Begitu pintu atau jendela rumah dibuka, maka yang terhirup adalah aroma sampah yang busuk. Timbunan sampah yang entah kapan habis.

Maka ketika ada program City ini, hati saya langsung tertuju pada kualitas hidup petugas sampah yang kerap kali kurang kita perhatikan. Jika huniannya tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah mungkin akan ada banyak orang yang beranggapan ia akan baik-baik saja. Namun interaksinya setiap hari selama kurang lebih enam jam dalam sehari bahkan lebih bersama tumpukan sampah tentu saja berhubungan dengan udara yang dihirupnya selama itu.

Apalagi jika rumahnya berdekatan dengan tempat pembuangan sampah, harus berapa jam mereka mencium bau sampah dan menganggapnya sebagai hal yang sudah biasa. Mau gimana lagi? Seperti itu kira-kira pandangannya.

zero waste dan kualitas udara

Berbagai Macam Penyebab Polusi Udara

Polusi udara disebabkan oleh limbah dalam bentuk gas. Pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin menghasilkan banyak karbon dioksida. Penggunaan pendingin menghasilkan gas CFC, dan tumpukan sampah menghasilkan gas metana. Jadi jika berbicara tentang polusi udara, maka bukan hanya efek dari banyaknya kendaraan dan pendingin. Namun kita juga berbicara soal tumpukan sampah yang menghasilkan gas metana.

Ketiga gas tersebut termasuk dalam gas rumah kaca. Gas tersebut membentuk lapisan di atmosfer bagaikan rumah kaca, memerangkap panas dan memantul kannya sehingga merusak lapisan ozon. Pembangkit listrik tenaga fosil, dan instrustri yang mengemisikan asap mengandung sulfur dioksida dan nitrogen dioksida ke udara. Saat kedua gas tersebut bertemu dengan air di udara, akan terjadi hujan asam. Dilansir dari Live Science, hujan asam adalah hujan dengan air yang bersifat asam karena memiliki pH yang rendah.

Hujan asam dapat mengubah tanah dan air menjadi asam, membuat pertumbuhan terhambat atau mati, banyak ikan dan spesies kecil lainnya juga tidak tanah atas hujan asam. Karena sifatnya yang asam, hujan ini dapat merusak bangunan dengan cara pengikisan kimiawi. Jadi jelas ya di sini bahwa persoalan tumpukan sampah yang semakin hari kian meresahkan bukan hanya berhubungan dengan kualitas udara bersih bagi lingkungan di sekitarnya. Namun juga berhubungan erat dengan kestabilan iklim di bumi ini.

Beberapa refrensi banyak menuliskan tentang bahayanya menghirup udara di dekat tumpukan sampah. Apa saja itu?

1. Particulate Matter atau PM adalah kumpulan partikel padat atau cair yang ditemukan di udara. Komponen utama dari PM adalah sulfat, nitrat, amonia, natrium klorida, karbon hitam, mineral debu, dan air. Keberadaan PM di udara erat kaitannya dengan peningkatan angka kematian dan kasus penyakit dari waktu ke waktu.

Semakin kecil ukurannya, partikel bahaya ini semakin mudah terhirup dan terserap ke dalam jaringan paru. Sehingga kemudian mengalir dalam darah. Partikel berukuran 2,5 mikron atau bisa jadi kurang dari 2,5 mikron, yang paling berisiko merusak kesehatan dan menyebabkan berbagai penyakit.Namun bukan hanya itu.

Masih ada lagi yang perlu kita ketahui, yaitu paparan polutan dalam ruangan dari asap pembakaran kompor kayu atau arang tradisional dapat meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan akut, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru-paru, hingga risiko kematian dini di usia muda.

2. Ozon3 yang dimaksud di sini bukanlah yang menjadi bagian penyusun atmosfer bumi. Ozone yang termasuk polutan berbahaya ada di permukaan tanah. Ozon yang ada di tanah adalah kandungan utama penyusun kabut asap yang terbentuk dari reaksi sinar matahari dengan polutan udara, seperti nitrogen oksida (NOx) dan volatile organic compounds (VOC) dari asap kendaraan, bahan kimia, serta limbah industri maupun rumah tangga.

Itulah kenapa risiko dampak pencemaran udara akibat kandungan ozone dalam tanah akan semakin meningkat selama musim panas di negara 4 musim. Dalam penelitiannya, Ozone yang berlebihan di udara dapat melemahkan fungsi paru-paru. Akibatnya akan menyebabkan masalah pernapasan, memicu gejala asma kambuh, dan juga menyebabkan penyakit paru-paru.

Saat ini di Eropa, ozone di permukaan tanah dianggap sebagai salah satu partikel pencemaran udara yang paling memprihatinkan. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang menyebutkan angka kematian harian naik sebesar 0,3%, dan penyakit jantung sebesar 0,4%, setiap partikel ozone di udara meningkat 10 mikrogram per meter kubik, dilansir dari Science Daily.

3. Nitrogen Dioksida adalah sumber utama dari aerosol nitrat yang membentuk pecahan partikel berukuran kecil. Kadar nitrogen dioksida di udara yang melebihi 200 mikrogram per meter kubik dianggap sebagai gas beracun yang membahayakan tubuh.

Pasalnya, partikel penyebab pencemaran udara ini bisa menimbulkan peradangan yang memengaruhi fungsi saluran pernapasan.Sumber utama emisi nitrogen dioksida biasanya berasal dari proses pembakaran, seperti pemanas, pembangkit listrik, mesin kendaraan, dan kapal laut. Termasuk pada pembakaran sampah.

Sebuah studi menunjukkan bahwa gejala bronkitis pada anak yang memiliki asma meningkat setelah mengalami paparan partikel nitrogen dioksida dalam jangka panjang. Lebih dari itu, fungsi paru-paru juga akan semakin melemah ketika terlalu banyak menghirup partikel nitrogen dioksida di udara.

4. Sulfur Dioksida, yaitu gas tidak berwarna dengan bau khas yang tajam. Partikel penyebab pencemaran udara ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Sumber sulfur dioksida yang paling utama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak yang digunakan untuk pemanasan domestik, pembangkit listrik, dan kendaraan bermotor.

Selain itu, peleburan bijih mineral yang mengandung sulfur juga turut menyumbang partikel sulfur dioksida beterbangan di udara. Sulfur dioksida dapat merusak dan memengaruhi berbagai fungsi sistem di dalam tubuh. Mulai dari kerusakan sistem pernapasan, penurunan fungsi paru-paru, hingga menyebabkan iritasi mata. Paparan berlebih dari senyawa kimia ini juga dapat menyebabkan batuk-batuk, asma, bronkitis kronis, dan meningkatkan risiko kita terhadap infeksi saluran pernapasan.

5. Karbon Monoksida, yaitu salah satu gas beracun penyebab pencemaran udara. Gas ini memang tidak berwarna, tidak berbau, bahkan tidak mengiritasi kulit dan mata. Namun, menghirup karbon monoksida dalam jumlah banyak sangatlah berbahaya sehingga berisiko buruk bagi kesehatan tubuh. Pembakaran gas, minyak, petrol, serta bahan bakar padat atau kayu, merupakan beberapa sumber penghasil gas karbon monoksida.

Karbon monoksida dikatakan gas berbahaya karena mencegah oksigen berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Sebagai gantinya, karbon monoksidalah yang akan berikatan langsung dengan hemoglobin. Akibatnya, pasokan oksigen ke jantung akan menurun sehingga mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen.

Setelah mengetahui kelima partikel tersebut di atas, kini teman bloger bisa memahami ya bagaimana kualitas udara yang dihirup oleh saudara-saudara kita sebagai petugas sampah. Udara bersih yang bercampur dengan pembakaran bahan bakar padat atau kayu, pemasanan domestik, hingga nitrogen dioksida jika sampah-sampah tersebut dibakar.

Ada begitu banyak risiko dalam pekerjaannya, namun mereka tak peduli. Bagaimanapun, hidup tanpa risiko tentu tidak memungkinkan bukan? Maka pekerjaan apapun itu, selama halal dan cukup untuk menghidupi keluarganya kenapa tidak? Meskipun para petugas sampah ini harus bertaruh nyawa.

Stigma yang Beredar di Masyarakat tentang Petugas Sampah

Jika kita melihat seorang petugas sampah dengan gerobaknya yang berwarna kuning itu lewat di depan rumah, apa yang akan kebanyakan orang lakukan? Kalau tidak menutup lubang hidup, mungkin menghirupnya dalam-dalam, lalu menahan napas hingga petugas sampah lewat. Atau adakah yang tahan dengan bau sampah?

Tentu saja tidak ada yang tahan dengan bau sampah. Apalagi dalam waktu yang lama. Begitupun para petugas sampah. Namun karena mengumpulkan sampah dan membawanya menuju Tempat Pembuangan Akhir adalah tugasnya, maka mau bagaimana lagi?

Bahkan banyak dari kita yang masih saja menganggap buruk pekerjaan ini. Bukan karena pekerjaan yang haram, tapi derajatnya hingga gajinya seperti tidak ada yang layak untuk dibanggakan. Hingga suatu ketika saya pernah berselancar di dunia maya dan menemukan sebuah gambar. Gambar yang menurut saya sangat bagus untuk pembelajaran anak-anak. Mengenalkan mereka pada petugas sampah serta tugas mulianya.

stigma negatif petugas sampah

Pada gambar tersebut seorang Ibu dan anak sedang berdiri di pinggir jalan dan melihat petugas sampah yang sedang bekerja mengumpulkan sampah-sampah di pinggir jalan. Sang Ibu berkata pada anak di sampingnya :

Belajar yang rajin ya, biar kamu ngga kayak gitu nantinya

Maksudnya, ketika anak belajarnya rajin maka ia tidak akan berakhir sebagai petugas kebersihan seperti yang mereka lihat saat itu.

Namun di sisi lain, ada juga seorang ibu bersama dengan anaknya. Mereka melihat hal yang sama. Lalu sang Ibu berkata :

Belajar yang rajin ya, agar kamu bisa menciptakan dunia yang lebih baik untuk mereka

Mereka yang dimaksud di sini adalah petugas sampah/kebersihan yang sedang bertugas di pinggir jalan.

Sangat berbeda kan frasenya? Karena memang nyatanya demikian. Stigma negatif pada petugas sampah adalah hal yang sampai saat ini mengakar dalam kebudayaan kita. Seperti tidak ada kehormatan dan kebaikan dalam diri para petugas mulia tersebut. Berbeda halnya dengan kejadian di sebuah film yang menggambarkan bagaimana petugas kebersihan adalah pekerjaan yang juga harus dihormati.

Bagi teman bloger yang sudah melihat drama Start Up, masih ingat dengan kejadian Han Ji Pyeong yang membuang tanaman keberuntungan dari Seo Dal Mi? Dimanakah Han Ji Pyeong membuang tanaman tersebut? Tepat. Ji Pyeong memang membuangnya di tempat sampah. Namun ia tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dikerjakan sebelum membuang sampah berupa tanaman.

Lalu dengan tegas petugas mengingatkannya keesokan harinya. Bahwa seharusnya Ji Pyeong memotong-motong terlebih dahulu tanaman tersebut. Mengubur daunnya dalam tanah. Lalu membungkus pot dari tanaman tersebut dengan kantung yang tak mudah terbakar. Baru boleh dibuang. Jika Ji Pyeong membuang begitu saja tanaman itu, petugas sampah akan kesulitan membawa dan memilahnya.

Begitulah, terkadang memang tanpa sadar kita juga tak memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Bagi kita mungkin hal sepele namun bagi petugas sampah, membantu untuk memilah sampah adalah hal yang sangat membantu. Misalnya saja sampah diapers yang dihasilkan oleh seorang bayi. Jika ada lima diapers yang dibuang per harinya, lalu kita tidak memisahkannya dengan sampah organik, apa jadinya tempat pembuangan akhir?

Apa jadinya bau yang ditimbulkan karena sampah bercampur menjadi satu? Tentu saja hal ini juga akan membuat petugas sampah menjadi tidak nyaman. Lalu bagaimanakah seharusnya?

Daur Ulang Sampah Saja Tidak Cukup untuk Menuju Zero Waste Cities

Isu lingkungan akhir-akhir ini memang menguat setelah gerakan Zero Waste mulai dikenal dan digalakkan akhir-akhir ini. Tentu saja kabar ini adalah hal baik yang ternyata masih bisa menjadi perhatian oleh banyak orang selain kabar artis atau koruptor. Menurut saya hal ini terjadi bukan tanpa sebab. Namun karena begitu banyak bencana terjadi akibat sampah yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi seiring bertambahnya jumlah populasi manusia.

Berdasarkan Buku Gemar Rapi karya Khoirun Nikmah juga dikatakan bahwa di Indonesia sendiri, semakin banyak problem yang disebabkan oleh menurunnya kualitas tanah, air, dan udara gara-gara manusia itu sendiri.

Selama ini banyak yang membuang barang hasil decluttering sembarangan. Problem yang lebih mendasar adalah budaya konsumerisme yang memudahkan seseorang memilih sesuatu secara instan, cepat serta mudah. Namun sayangnya, hal itu berakibat pada lingkungan yang semakin rusak. Mendaur ulang sampah saja tidak cukup untuk kita. Alih-alih meningkatkan kualitas hidup petugas sampah.

Setidaknya ada 8R yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas hidup petugas sampah. Artinya kita bisa mengurangi sampah, membantu petugas kebersihan dalam memilah sampah, serta berperan aktif untuk menciptakan hunian yang ramah alam, tidak mencemari lingkungan, less waste dan yang paling penting tidak konsumtif.

Sehingga harapannya tidak hanya meningkatkan kualitas hidup petugas sampah saja nantinya, namun juga semua orang. Menurut Metode Gemar Rapi, 8R yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya :

8R untuk zero waste

1.Refuse (Hindari)
Langkah pertahanan pertama terhadap clutter atau barang-barang yang berserakan adalah dengan mencegahnya. Begitu pula dengan sampah. Jika sudah menghindari dan mencegah sejak awal, kita tidak perlu lelah mengolah dan mengelolanya, bukan? Dalam hal berbenah, langkah refuse ini juga berkaitan erat dengan sikap konsumtif.Langkah refuse bisa menjadi rem bagi kita.

Sehingga berbelanja dengan penuh kesadaran dan tidak mengedepankan keinginan semata adalah hal yang harus kita lakukan. Kita juga harus mengingat bahwa segala sesuatu yang masuk ke rumah kita berpotensi menjadi clutter. Maka, ketika kita berada di luar rumah, harus senantiasa berusaha mencegah kehadiran berbagai clutter ini.
Clutter yang bisa kita refuse diantaranya brosur atau katalog belanja, kemasan plastik sekali pakai, sedotan, atau cindera mata dari suatu acara.
refuse for zero waste cities

2. Reduce (Kurangi)
Tindakan reduce ini cocok untuk diterapkan terhadap barang konsumsi, terutama pada hal-hal yang belum bisa kita hindari 100%. Seperti popok sekali pakai misalnya. Maka solusinya jika siang hari memakai popok kain, malam harinya kita bisa memakai popok sekali pakai.

Selain pada barang, reduce juga dapat dilakukan terhadap sikap atau perilaku. Contohnya saja mengurangi penggunaan AC agar lebih hemat energi atau mengurangi kuantitas membeli makanan dengan jasa ojek.

3. Reuse
Pada dasarnya menurut Metode Gemar Rapi, reuse ini dapat dijadikan sebagai langkah preventif dan juga kuratif. Sebagai langkah preventif, contohnya dengan menggunakan benda-benda yang memang bisa dimanfaatkan berulang kali seperti botol minuman dan kotak makanan.

Sedangkan untuk tindakan kuratif reuse berguna sebagai cara paling mudah agar barang yang sudah tak terpakai tidak berakhir di tempat pembuangan sampah. Contohnya pemanfaatan botol bekas selai untuk menyimpan selai buatan sendiri, atau bisa juga untuk menyimpan gula, garam, dan lain sebagainya.
Melalui reuse, kita bisa memperpanjang durasi pemanfaatan suatu benda sekaligus menghindari (refuse) berbelanja benda yang sama.

Jadi, bisa untuk menghemat juga. Apapun yang dimiliki sebaiknya kita manfaatkan semaksimal mungkin agar tidak mudah menjadi sampah.
Dengan begitu, kita pun ikut berperan dalam meningkatkan kualitas hidup petugas sampah.

4. Recycle (Bentuk Kembali)
Dalam Bahasa Indonesia, recycle dikenal dengan istilah daur ulang. Misalnya sampah gelas diproses sedemikian rupa hingga dapat menjadi bahan baku pembuatan gelas lagi. Selain itu perlu kita ketahui bahwa untuk mendaur ulang sampah, diperlukan banyak sekali energi dan air. Di Indonesia juga sepertinya belum banyak tempat yang dapat menerima daur ulang sampah. Apalagi untuk limbah tekstil.

Sampah hasil decluttering idealnya ketika sudah tak bisa diolah dengan cara lain, perlu didaur ulang. Beruntung sekarang mulai marak adanya bank sampah di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa perusahaan besar pun mulai menyediakan tempat bagi konsumen mengantarkan sampah kemasan untuk didaur ulang.Begitu juga dengan kebiasaan memisahkan sampah yang bisa didaur ulang dan sampah organik saja masih belum banyak dilakukan. Jadi, opsi daur ulang ini masih perlu dukungan, khususnya dari para pemangku kepentingan. Pemerintah Indonesia perlu membuatkan aturan yang ketat dan memfasilitasinya.

5. Rehome (Donasi)
Alternatif lain yang mudah untuk mengolah hasil decluttering adalah dengan mendonasikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Tentu saja syarat benda yang dapat didonasikan adalah kondisinya masih baik dan layak.

6. Repurpose (Alih Fungsi)
Repurpose sebenarnya mirip reuse. Hanya saja dengan usaha lebih seperti upcylce. Jadi, barang yang sudah tidak bisa memenuhi fungsi aslinya diberi sedikit perlakuan khusus sehingga dapat digunakan untuk fungsi lain. Contoh paling sederhana, memanfaatkan daster yang sudah bolong atau sobek-sobek sebagai lap.

Namun tidak serta merta dijadikan lap. Namun daster tersebut perlu kita olah sedikit, misalnya dengan dibentuk kotak dan diambil dulu kancing atau risletingnya. jadi lap yang dihasilkan pun tidak kumal serta tidak berantakan bentuknya.

7. Replant/Regrow (Tanam Kembali)
Solusi ini berlaku untuk sampah makanan atau organik. Misalnya tanaman seperti daun bawang, wortel, dan aneka buah yang berbiji. Jadi, kita dapat menumbuhkannya kembali.

8. Rot (Kembali untuk Bumi)
Rot ini berarti busuk atau membusukkan. Atau, istilah yang lebih dikenal luas adalah mengomposkan. Tindakan ini dapat dilakukan untuk sampah organik yang sudah tidak bisa ditanam kembali. Artinya, semua sisa konsumsi yang sudah menjadi sampah dapat tetap kita selamatkan untuk menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi bumi.

rot for compost

Pengurangan sampah serta bagaimana mengolahnya dalam skala rumah tangga seperti yang telah disebutkan pada 8R di atas, ke depannya akan mengurangi penumpukan sampah di TPA. Serta secara tidak langsung juga akan memengaruhi kualitas hidup petugas sampah yang setiap harinya berjibaku dengan particular matter. 

Kalau bukan dari skala kecil kita memulainya, maka apakah mungkin ada perubahan besar nantinya? Yuk dimulai dari diri sendiri, dari keluarga sendiri lalu merambah ke skala kawasan yang lebih luas.

Kawasan Zero Waste Cities untuk Kualitas Hidup Petugas Sampah yang Lebih Baik

Mengutip dari laman YPBB, Zero Waste Cities adalah program pengembangan model pengelolaan sampah berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi di kawasan pemukiman. Program ZWC (Zero Waste Cities) ini diinisiasi oleh Mother Earth Foundation di Filipina. Kemudian YPBB mereplikasi dan menyesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing sejak tahun 2017 di tiga kota. Yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung.

Kemudian tahun 2019, Zero Waste Cities telah menambah lingkup kotanya ke Denpasar dan Surabaya yang akan dijalankan oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Ecological Observation and Wetlands Conversation (Ecoton).

Sasaran dari program Zero Waste Cities itu sendiri adalah untuk melaksanakan pengurangan polusi sampah ke sungai dan ke laut dengan memperbaiki sistem pengumpulan dan daur ulang sehingga mencegah masuknya 62.000 ton sampah (14.000 plastik) per tahun.

Pengurangan polusi sampah tersebut dilakukan dengan cara : setiap rumah mendapatkan edukasi door to door (100 % ), melakukan ketaatan pemilahan sampah (90%) dan jumlah sampah sampai 70% tidak lagi dikirim ke TPA. Hal inilah yang belum dilakukan di semua kawasan, termasuk kawasan saya sendiri.

Belum ada edukasi pada masyarakat serta petugas kebersihan tentang bagaimana mengelola sampah dan melakukan ketaatan pemilahan sampah itu sendiri. Sehingga jumlah sampah yang dikirim ke TPA sama dengan jumlah sampah yang diambil oleh petugas kebersihan. Berbeda dengan apa yang sudah dilakukan di salah satu kawasan di kota dan Kabupaten Bandung, sebagai contoh dalam artikel ini.

Selain adanya 8R yang disebutkan di atas, program ZWC ini juga memiliki tujuan untuk mengurangi beban pengelolaan sampah di tingkat Kota/Kabupaten. Jika diterapkan dalam skala luas dan dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten atau Kota, diharapkan program ini dapat membantu Kota/Kabupaten dalam mencapai target pengurangan sampah. Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Kebijakan Strategis Pengelolaan Sampah Nasional tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

pengumpulan terpilah

Pengumpulan terpilah oleh warga RW 7 Kelurahan Lebakgede Bandung , Indonesia. Sumber : http://ypbbblog.blogspot.com/

 

Menurut saya Zero Waste ini akan menjadi sebuah gaya hidup jika kita mampu konsisten mengedukasi masyarakat, dan tentu saja hal ini butuh proses. Untuk kita yang sudah terlanjur nyaman dengan kepraktisan yang ditawarkan bahan sekali pakai misalnya, Zero Waste bisa jadi sangat sulit dilakukan. Namun bukan berarti tidak mungkin, bukan?

Sebagaimana yang telah dilakukan YPBB, kegiatan untuk pengolahan sampah yang telah dilaksanakan tentu akan membuat kualitas hidup petugas sampah menjadi lebih baik. Meski tidak bisa dipetik hasilnya secara instan.

petugas sampah

Juhana, petugas pengumpul sampah RW 7 Padasuka Cimahi (Sumber : http://ypbbblog.blogspot.com/)

 

Gambar di atas yang diambil dari blog YPBB menyiratkan betapa petugas sampah akan sangat terbantu apabila kita mampu menyisihkan waktu untuk memilah-milah sampah rumah tangga. Setelah melakukan 8R dan sampah tidak lagi bisa dikembalikan ke bumi (melalui rot alias pembusukan) maka saatnya untuk kita bertugas memilah sampah tersebut.

Sebagaimana yang telah saya tuliskan pada bab sebelumnya bahwa daur ulang saja tidak akan cukup untuk menuju Zero Waste Cities. Oleh karena itu saya ingin berbagi bagaimana YPBB melakukan hal menakjubkan yang menurut saya patut dicontoh oleh kota atau kabupaten lain. Kalaupun tak bisa, bolehlah di satu kawasan RT atau RW.

Menurut YPBB pengolahan sampah organis di Zero Waste Cities sebenarnya memiliki berbagai macam metode. Pengolahan sampah organis bisa dilakukan secara individu atau kelompok. Secara individu dikenal ada beberapa jenis media pengomposan. Diantaranya ada metode takakura dan bor biopori yang bisa kita contoh dari apa yang sudah dimulai oleh Diah Ayuditha, salah seorang staff YPBB.

Begitu juga dengan bor biopori yang telah dilakukan pada pelatihan Zero Waste Lifestyle di RW 7 Kelurahan Neglasari, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung. YPBB menurut saya sangat tepat untuk dijadikan sebagai pilot project menuju kawasan Zero Waste.

Kemudian dari skala komunal bisa diterapkan bata terawang, lubang kompos dan biodigester. Pemilihan media pengomposan ini dapat dipilih berdasarkan karakter warga dan potensi yang dimiliki oleh sebuah kawasan.

lubang kompos zero waste cities

Lubang kompos RW 7 Cihaurgeulis Bandung
Sumber : http://ypbbblog.blogspot.com/

Temukan Alasanmu Sendiri

Masih banyak lagi cara yang bisa digunakan untuk mengolah sampah selain yang telah disebutkan di atas. Namun yang harus kita ketahui dan kemudian untuk bisa diterapkan yaitu segala media maupun metode yang digunakan harus aman. Aman bagi siapa? Tentu saja aman dari dampak buruk bagi tanah dan lingkungan sekitar.

Hal inilah yang akan menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi petugas sampah. Tanah di sekitar menjadi subur dan dapat menumbuhkan pangan yang juga sehat dan bergizi. Jangan katakan usaha yang kita lakukan sia-sia meskipun hanya dilakukan dalam skala kecil. Baik itu dimulai dari keluarga, lingkup RT maupun RW. Karena tetap saja kebaikan sekecil apapun yang kita lakukan, mungkin saja menjadi sangat penting nilainya bagi orang lain. Mari temukan alasan kita sendiri.

Semua yang akan kita lakukan dengan beberapa contoh yang telah dilaksanakan oleh YPBB saya yakini akan menjadi perubahan besar untuk lingkungan.  Meskipun perlahan, namun pasti. Hal yang bisa teman bloger lakukan di awal seperti memperbanyak literasi, update informasi terkait seberapa mirisnya permasalahan lingkungan kita ini. Bahwa bumi kita sedang tidak baik-baik saja.

Dengan begitu, masyarakat akan lebih banyak yang teredukasi dan aware terhadap pentingnya peduli pada sampah serta petugas sampah. Apalagi jika kita sampai terjun langsung untuk mengambil bagian dari kebaikan kecil dalam meningkatkan kualitas hidup petugas sampah lewat Zero Waste City. Yuk sebarkan kebaikan sekecil apapun itu.

temukan alasanmu sendiri

Referensi :
http://ypbbblog.blogspot.com/
Metode Gemar Rapi by Khoirun Nikmah