Manusia yang melakukan atau tak melakukan sesuatu karena selain-Nya sesungguhnya bukanlah manusia yang merdeka. Dirinya menghamba pada dunia
100 Hari Melihat Diri – halaman 71
Saya tersentil dengan kalimat tersebut. Sejenak saya berhenti dan memberi tanda khusus pada tulisan tersebut. Bahwa mengapa Bab Niat selalu diletakkan di awal setiap kitab? Dari ribuan hadis mengapa hadis Niat selalu menjadi hadis yang paling populer dan diletakkan pada hadis nomor satu? Karena sebegitu pentingnya niat, hingga disimpulkan di setiap kitab-kitab pembelajaran bahkan hingga motivator mengatakan bahwa niat adalah nomor satu. Ialah yang menggerakkan manusia. Karena niatlah manusia itu sadar apa yang dilakukannya.
Begitulah buku ini banyak memberikan sentilan-sentilan pada diri saya sebagai pembaca. Picoez al-Jingini yang punya nama asli Agus Affianto ini menceritakan obrolan ringan seorang tokoh utama di dalamnya bersama dengan tanaman-tanaman peliharaannya. Refleksinya justru diungkapkan oleh banyak tanamannya itu. Sebagai seorang dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, tak heran banyak juga pengetahuan tentang tanaman yang tersirat dalam tulisannya.
Beliau menuliskan refleksinya bersama dengan tanaman kesayangannya mulai dari hari pertama hingga hari ke-40. Bukan 100 ya, karena memang didiskon 60% hehehe…
Gaya cerita refleksi beliau ini menceritakan masalah-masalah hidup yang dekat dengan kesehariannya, juga keseharian kita selama ini pada umumnya. Mulai dari kekecewaan, ambisi, marah, benci, bingung, gamang, kalut, dendam, aleman, putus asa, dan lain-lain dituturkan melalui khutbah dari tumbuh-tumbuhan yang dirawat dan menjadi komoditas usahanya. Justru karena khutbah-khutbahnya ini berasal dari tumbuhan, seharusnya kita sebagai manusia malu. Karena jika tumbuhan saja bisa menyadari berbagai macam hikmah dalam setiap kejadian yang dialami manusia dalam hidupnya, bagaimana kita sebagai makhluk yang katanya berakal?
Seperti satu paragraf yang menjadi kesimpulannya di Hari ke-15 yang diberi judul Hidayah is Everywhere, bahwa :
Hidayah dari Allah ada dimana-mana setiap saat, semua kembali pada diri kita, apakah mau mengambil hikmah yang didatangkanNya ataukah justru membiarkannya lewat begitu saja
Ada juga satu kisah lain yang membekas bagi saya yang baru belajar untuk berubah lebih baik ini. Dikisahkan Picoez bahwa suatu hari ia bertemu dengan sepasang suami istri yang mendorong gerobak sampah. Sang suami berjalan dengan menyeret salah satu kakinya, sepertinya ia mengalami stroke ringan.
Hatinya berkata bahwa ia ingin memberi pasangan itu sedekah dengan uang yang tak seberapa. Namun rasanya ada satu pikiran yang menahannya melakukan hal itu. Bukankah hukum berkata bahwa sedekah diutamakan untuk keluarga dan saudara dekat dahulu? Barulah bersedekah pada orang lain?
Akhirnya, ia pun mengurungkan niatnya untuk bersedekah kepada sepasang suami-istri yang sudah tua itu. Saat melanjutkan aktivitasnya, hatinya dipenuhi rasa gelisah entah apa itu. Bahkan setelah beberapa jam kemudian, rasa gelisah itu tak mau pergi juga. Meski dianggapnya tak ada apa-apa, hati kecilnya tak bisa berbohong. Maka diceritakanlah kegelisahannya itu pada pohon anggur. Seperti biasa dari hari-hari sebelumnya, anggur pun memberikan nasihatnya.
Begitulah jika terlalu kaku memegang hukum syariat pada sesama manusia. Mungkin saja sepasang suami istri tadi memang benar-benar membutuhkan. Tapi atas nama hukum syariat yang kamu pegang dengan kaku, kamu urungkan niatmu. Bisa saja saat ini Allah sedang memperingatkanmu agar tak kaku pada sesamamu. Pegang hukum syariat dengan kuat untuk dirimu; jangan kamu lepaskan meski laksana menggenggam bara api. Tapi, untuk sesamamu, lenturlah. Toh seandainya kamu tadi tetap bersedekah, meskipun bukan pada keluarga dekat atau saudara, apakah ini akan menjatuhkanmu dalam dosa?
Saya pun seolah berkaca, seringkali manusia begitu kaku menerapkan hukum syariat pada sesamanya, sedang untuk dirinya sendiri tak digenggamnya erat. Lentur-lenturlah saja.
Serta masih banyak lagi hikmah dari tanaman yang disayangi Picoez dari hari ke hari. Setiap harinya saya seperti belajar kembali, merefleksikan kembali niat serta aktivitas yang selama ini dilakukan.
Buku ini seperti kembara rohani yang berharga untuk direnungkan bersama-sama agar hati kita tentram. Karena dengan mengakui kesalahan lalu memperbaikinya, itulah satu-satunya cara mudah membebaskan hati dari rasa gelisah dan cemas yang sebenarnya datang dari diri sendiri. Gaya cerita penulis yang penuh joke ringan ini sangat enak dibaca, dinikmati selagi kita masih punya nafas untuk bertaubat 🙂
Mungkin benar, selama ini aku hanyalah tanduran berwujud manusia. Menyia-nyiakan pikiran, tak kugunakan. Pun jika kugunakan, entah kemana ia kuhadapkan ~ Picoez Al Jingini
100 Hari Melihat Diri; Diskon 60 Hari oleh Mprop Picoez Al Jingini
Cetakan Pertama, Mei 2020
Penerbit Diva Press, Yogyakarta, 239 halaman.
3.5/5
Baca juga : Berislam dengan Akal Sehat
terimakasih mbak. baca resensinys saja sudah membuat saya makin malu sama diri sendiri :”
Makin penasaran dengan bukunya. Ikutan ah…
Penasaran pakai banget ini tentang bukunya. Bagaimana bahasa tumbuhan bisa menasehati manusia. Itu akan sangat menyenangkan membaca fenomena tumbuhan berinteraksi dengan pengelolanya. Seru pastinya
Tulisan-tulisan seperti ini gak cukup dibaca sekali lalu masuk rak buku. Harus sering dibaca biar selalu ada yang ngingetin. Ahh jadi penasaran baca keseluruhan isinya
buku yang bagus, apalagi resensinya juga menarik… menjadi refleksi untuk diri sendiri… masyaAllah, semoga Allah selalu membimbing kita .. amin ya rabbal alaminn
Buku-buku model seperti ini yang menceritakan kisah nyata dari pengelaman hidup sangat menarik dibacar, ya karena kebanyakan memang relate juga si sama kehidupan sehari-hari.
Kembara rohani, hum aku suka pemilihan kosa kata itu mba. Oho Diva press ya, tema yang banyak dipilih oleh penerbit satu ini ya.
MasyaaAllah, pas banget nih sama kondisiku sekarang. Semua tentang niat yang harus diperbaiki, huhu. Btw aku udah ikutan GA-nya Kak hehe.
Kenapa ya tiapa baca review2mu aku jadi pingin baca bukunya.. Pinjem dong qaqaaaa… Wkwkwkwk
Yey, ada giveaway bukunyaa… Aku ikutan yaa
Pemaparan yang menarik ttg sedekah. Menyadarkan ku akan segala yang telah dilakukan.
Kadang jika hati kita membari kode. Sebaiknya langsung dieksekusi.
Terlalu kaku bener-bener melelahkan. Aku punya pengalaman dengan (orang) seperti ini.
Akupun juga pernah begitu. Rasanya nyesek dan gak tenang.
Biasanya kalau melakukan kebaikan rasanya tenang dan bahagia aja.
Tapi ko ini beda banget. Ugh makasi kak rekomendasi bukunya. Ulasan unik.
Keren ya bukunya. Ulasannya juga apik. Ngingetin aku agar selalu meluruskan niat.
Dan, yang bikin nampol itu ya gimana agar kita bisa gak kaku ngejalanin syariat..
Makasih mb Jihan^^
Duh, Prof Agus. Salim. Saya juga alumnus kehutanan, meski tidak di UGM, tapi di IPB. Hehehe. Tapi saya tahu sosok Prof Agus karena dulu saya sempat main ke Kehutanan UGM juga. Dosen kehutanan dengan hati bak pujangga. Tulisan-tulisannya selalu ditunggu. Bukunya apa lagi. Menunggu dia mengajar di kelas apa lagi. Kalo saya tanya beberapa teman yg juga mahasiswanya, pasti beliau masuk deretan dosen favorit. Hihihi. Seperti biasa Mba Jingga, ulasannya menarik dan selalu ditunggu.
Wah bener kah mba? Asyik juga ya kalau jadi mahasiswa beliau sepertinya. Terimakasih juga Mb Mutia sudah mampir 💕
Wah diskon 60 persen, eh 60 hari? Unik sekali buku ini.
Terlalu kaku dng hukum syariat mungkin karena kurangnya rasa ingin tau untuk belajar mendalami makna hakiki dari hukum syariat sehingga menyebabkan banyk orang menelan mentah2 …secara letterlek..mksh ya mba resensinya bagus bngt..
Bener banget stiap saat ada hikmah kehidupan, tggal bagaimana kita bisa mengambilnya sebagai hal yg positif atau tdk. Setuju dgn pernyataan ini mba…Bukunya keren thx ulasannya…
[…] Baca Selengkapnya […]
buku kisah nyata memang punya daya tarik sendiri. apalagi yang bisa merefleksikan pandangan kita. melihat diri dengan cara yang unik menyentil kita untuk kembali instropeksi diri.begitu bukan sih pesan dari buku ini?
‘kan aku tambah penasaran buku ini, Semoga dapat give awaynya. ceritanya dalam bentuk cerpenkah? Mbak Jingga tu kan aku jadi penasaran.