The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams. (Eleanor Roosevelt)
Masa depan adalah milik orang-orang yang berani untuk bermimpi. Saya setuju banget dengan ungkapan itu. Karena mimpi adalah hal yang membuat seseorang lebih bersemangat. Tidak hanya bersemangat dalam menjalani hidup, tapi juga mencapai tujuan.
Tentu saja tidak sekadar bermimpi, tapi juga berusaha untuk mewujudkannya dengan segenap raga dan jiwa.
Kisah Pak Kim, Seorang Tukang Bangunan yang Memelihara Mimpi
Saya mengenal Pak Kim sejak beliau menjadi tukang kepercayaan Ayah. Mungkin 10 tahun yang lalu, Ayah sedang membangun sebuah pondok pesantren untuk laki-laki. Bukan milik kami, tapi milik persyarikatan. Hanya saja Ayah saya didapuk sebagai mudzir di sana.
Untuk teman-teman yang belum tahu apa itu mudzir, jadi ia semacam “direktur” kalau di sebuah perusahaan. Jadi ketika Ayah saya baru saja mendapat sumbangan dana dari walikota, beliau langsung memutuskan untuk memperbaiki infrastruktur Pondok Pesantren yang sudah lapuk dan terlihat tidak terawat.
Dari proyek itulah Ayah saya mengenal Pak Kim dan beberapa kawannya yang sampai saat ini masih “setia” jika Ayah saya meminta tolong.
Terakhir 2 tahun lalu ketika saya membangun rumah, Pak Kim dan beberapa kawannya inilah yang mengerjakan. Jadi mau tidak mau sering banget bertegur sapa dan berinteraksi dengan Pak Kim.
Yang saya ketahui, Pak Kim ini punya anak laki-laki berusia sekitar 19 tahun yang ternyata sedang kuliah di salah satu Universitas swasta di Kota Malang. Ternyata Ayah yang menjadi Badan Pengawas Harian di kampus tersebut juga memberikan rekomendasi untuk anak Pak Kim agar bisa diberi kelonggaran untuk pembayaran kuliahnya.
Alhamdulillah, anak Pak Kim juga ternyata sangat rajin dan punya inisiatif untuk membantu “bapaknya”. Tiap Sabtu dan Minggu, anak Pak Kim membantu bersih-bersih di Pondok Pesantren yang dikelola oleh Ayah saya juga. MasyaAllah, salut banget dengan didikan Pak Kim ini.
Saat anak-anak lain mungkin sibuk dengan urusan kampus, alasan healing, dan hal lain yang biasanya dilakukan oleh anak-anak kuliahan saat ini, ternyata anak Pak Kim tidak seperti itu. Ia bersedia membantu “bapaknya” dengan meringankan sedikit beban beliau dengan cara bekerja paruh waktu sebagai tukang bersih-bersih di Pondok Pesantren di akhir pekan.
Sungguh tidak mudah lho mendidik anak di era seperti ini, punya jiwa besar, punya tekad dan kegigihan, serta mengesampingkan gengsinya untuk meringankan pekerjaan orangtuanya. Saya pun belum tentu bisa.
Sampai sekarang, Pak Kim masih terus menjadi tukang bangunan kepercayaan Om saya (yang kerjanya juga sebagai developer). Begitu juga dengan anak lelakinya yang masih terus kuliah dan kerja sambilan di akhir pekan. Sepertinya sih dua tahun lagi lulus, dan semoga bisa mengangkat derajat Bapak Ibunya ya.
Sementara anak kedua Pak Kim saat ini memasuki Sekolah Menengah Pertama. Meskipun Pak Kim dan istrinya lulusan SMP saja, tapi beliau punya keinginan kuat untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya, minimal sampai sarjana. Begitulah tekad Pak Kim.
Anggota Dewan Harusnya Berkaca Pada Pak Kim
Nilai istimewa lain dari Pak Kim dan anaknya adalah beliau sangat jujur dan profesional. Kalau tukang lain mungkin mengambil waktu istirahat lebih dari satu jam di jam kerjanya untuk bermain handphone atau tidur-tiduran. Namun tidak dengan Pak Kim.
Kalau belum waktunya makan ya ngga makan, kalau belum waktunya istirahat ya ngga istirahat, kalau belum waktunya pulang ya ngga akan berkemas. Meskipun tidak ada yang menjaga para tukang saat itu di rumah saya yang kosong, namun pekerjaan Pak Kim selalu selesai tepat waktu, pun dengan hasilnya yang memuaskan.
Om saya bilang beliau juga ngga pernah korupsi jam kerja, di saat banyak tukang bangunan lain sengajar mengulur waktu agar pekerjaannya bisa diperpanjang karena proyek yang belum selesai. Pak Kim dan teman-temannya sungguh berbeda. Etika saat mengetuk pintu, minta izin masuk rumah saat suami saya tidak ada, dan masih banyak lagi. Jarang banget berinteraksi dengan saya jika tidak diperlukan.
Beliau menjaga pandangan banget lah pokoknya, tidak seperti banyak tukang bangunan yang sering saya temui di jalanan. Genit, suka cat calling, dan saya yakin pekerjaannya pasti suka molor deh sama yang sempat-sempatnya godain cewek di jalan.
Kalau anggota dewan yang duduk di istana melihat kegigihan, kejujuran, dan juga integritas Pak Kim pada pekerjaannya harusnya malu sih, meskipun ngga semua akan merasa malu ya wkwkw. Karena saya pun malu dengan Pak Kim yang tidak pernah menyia-nyiakan waktu kerjanya.
Keterbatasan beliau yang hanya punya satu handphone untuk dirinya dan juga istrinya, beliau pun tak pernah membawa ponsel saat bekerja. Namun saya yakin, kalau ada ponsel pun beliau tidak akan pernah tergoda untuk bermain ponsel saat jam kerja.
Intinya mah saya salut banget dengan orang-orang seperti Pak Kim. Meskipun profesinya adalah seorang tukang bangunan yang kerap dianggap sebagai profesi kecil yang tidak butuh “sekolah” namun sesungguhnya Pak Kim dan kawan-kawannya justru memberikan saya begitu banyak pelajaran berharga.
Tentang sebuah tekad, mimpi, adab, dan juga menjalani pekerjaannya dengan sepenuh hati adalah hal yang mungkin tidak semua orang miliki. Namun Pak Kim memiliki semua itu.
Kalau Pak Kim saja memelihara mimpinya dengan tekad, semangat, dan juga kerja keras, masa iya kita ngga?
Teman-teman juga bisa ngintipin blog salah satu teman saya yang istikamah memelihara mimpinya di sini yuk!