Lebih baik sebar yang baik benar-benar jadi pedoman saya selama bermedia sosial dan berinteraksi dengan banyak orang lewat kanal digital. Termasuk salah satunya melalui blog dengan tulisan-tulisan saya ini. Kalau dirasa tidak ada kebaikan yang bisa didapatkan oleh orang lain dalam tulisan saya, ya mendingan ngga usah menulis dan dibaca oleh banyak orang.

Sebagaimana kata pepatah, “mulutmu harimaumu.” Maka ketikan kita lewat jari-jari adalah perpanjangan dari mulut yang memilki dua nilai. Nilai positif dan negatif. Selanjutnya tergantung pada diri sendiri, akankah kita mau dikenang menjadi orang yang bermanfaat karena menyebar kebaikan atau keburukan.

lebih baik sebar yang baik

Jangan Menyebar Bulu Kemoceng, Lebih Baik Sebar yang Baik

Jika tidak ada kebaikan yang kita miliki untuk disebarkan, maka lebih baik tidak menyebarkan apa-apa.

Kalimat itulah yang seringkali menjadi pengingat untuk diri sendiri. Karena saya pernah menjadi salah satu dari efek “ketidakbaikan” itu. Salah satu korban karena banyak orang yang tidak mampu menahan lisan atau jemarinya untuk menyebar berita yang belum pasti kebenarannya.

Jadi ceritanya suatu hari saya diuji dengan fitnah. Baru juga jadi blogger yang serius, baru dua tahun belajar kesana kemari, ternyata badai itu datang lebih cepat.

Jadi saat itu saya sedang mengikuti lomba SEO, dan sempat menempati posisi page 1 kurang lebih selama 7 hari. Hari ke hari posisi semakin turun, semakin turun bahkan hampir hilang dari urutan 100 besar. Namun saya tak putus asa, optimasi terus dilakukan.

Hingga akhirnya stabil di posisi 30 atau 40-an. Namun siang itu saya mendapat kabar bahwa blog saya dilaporkan ke DMCA. Apa itu DMCA?

DMCA adalah singkatan dari Digital Millennium Copyright Act, semacam lembaga yang mengatur tentang hak cipta atas konten digital. DMCA disahkan di Amerika Serikat pada tahun 1998. Seperti yang telah kita ketahui konten digital merupakan hasil karya seseorang baik berupa teks, gambar, foto, video, dan lainnya yang dikemas dalam format digital, termasuk blog.

Jadi orang ini melaporkan saya atas tuduhan plagiasi. Banyak orang yang akhirnya tahu kasus ini. Berawal dari sebuah whatsapp group khusus blogger, berita ini akhirnya menyebar entah sampai mana. Entah bagian mana yang menyebar, apakah bagian ketika saya belum klarifikasi atau bagian yang sudah saya klarifikasi kebenarannya.

lebih baik sebar yang baik

Beruntung dikelilingi orang-orang baik yang terlebih dahulu mengkonfirmasikan kebenaran beritanya pada saya sebelum menyebarkannya kemudian ke group-group lain. Sungguh luar biasa memang kekuatan sosmed ini.

Intinya sih saya merasakan juga bagaimana pedihnya dijelek-jelekkan orang, dituduh melakukan perbuatan yang tidak pernah saya lakukan. Hingga akhirnya datanglah kebenaran. Klarifikasi dari akun yang melaporkan. Bahwa dirinya pun juga tidak tahu menahu soal laporan itu. Hanya namanya saja dipinjam untuk melaporkan saya.

Karena tidak terbukti benar, sampai saat ini artikel saya pun masih ada, dan memang tidak seharusnya hilang dari peredaran. Karena saya memang membuat konten itu murni dari tulisan sendiri, beberapa referensi pun sudah saya cantumkan dalam artikel tersebut. Jadi saya yakin, Allah akan menolong saya dan mengungkap kebenarannya cepat atau lambat.

Kisah Dibalik Tuduhan

Saat dituduh tentu saja saya merasa sedih, gimana sih manusia. Saya pikir hal ini manusiawi dan setiap orang pasti akan merasa sedih dengan pemberitaan negatif yang menimpa dirinya. Namun orang tercinta mengingatkan saya untuk bersabar.

Bersabar ini memang punya dua arti ya. Sabar atas tuduhan menyakitkan dan bersabar untuk terus memperjuangkan kebenaran. Saya memilih keduanya. Hingga kebenaran terungkap, saya akan terus bersabar untuk memperjuangkannya.

Karena tak kunjung menemui titik temu, saya sempat down dan ingin berhenti ngeblog saja. Cemen sih memang, tapi sungguh itu hal menyakitkan bagi saya lho.

Namun sore itu, saya mencoba untuk tidak menghiraukan berbagai macam desas-desus yang beredar. Saya mencoba untuk pasrah dan menyerahkan segala urusan pada Tuhan. Saya pun sempat mengikuti sebuah kajian rutin di hari Sabtu sore.

Seolah Allah sedang menasihati saya lewat ustadz yang menjelaskan materi tentang Tafsir Surat Al-Muzammil sore itu. Tentang bagaimana sikap kita seharusnya ketika menghadapi sebuah persoalan yang membuat hati kita sedih dan sakit.

Kalau sudah berusaha untuk mengklarifikasi berita bohong, maka tugas kita selanjutnya adalah bersabar. Kita harus tahu bahwa kehidupan manusia memang tidak akan pernah lepas dari permasalahan.

Bahkan kata guru saya, kalau memang ingin hidup tanpa masalah, kembali saja ke rahim ibu. Jangan pernah lahir ke dunia ini. Karena memang inilah kehidupan. Satu-satunya cara, yuk dijalani aja. 

Apalagi yang namanya hidup berdampingan dengan manusia yang lain, tentu saja ada yang tidak menyukai kita. Namun, bukankah kita hidup bukan untuk menyenangkan orang lain? Jadi santai saja. Sabar saja dengan apa yang orang katakan tentang kita.

Sore itu saat mengaji, nasihat guru saya begitu mengena dalam hati. Betapa ujian fitnah yang harus saya lalui ini adalah sesuatu yang mungkin Allah datangkan karena saya kurang kencang ibadahnya.

Maka diantara hiburan kita ketika dilanda fitnah adalah dengan salat di sepertiga malam dan mentadabburi AlQuran. Karena yang membuat manusia tegar dan kokoh adalah Qiyamul lail dan Tadabbur AlQuran itu sendiri.

Fokus beribadah, fokus melakukan hal-hal yang bermanfaat. Serahkan segala urusan pada Allah. Biar Allah yang bereskan semuanya.

menghadapi fitnah

Fitnah dan Bulu Kemoceng

Saat itu saya memang langsung teringat pada sebuah cerita tentang Fitnah dan Bulu Kemoceng. Fitnah ibarat kemoceng yang dicabuti bulunya lalu disebarkan begitu saja kemanapun arah angin membawanya. Siapapun yang dilewati oleh bulu itu, akan mengetahui berita yang dibawanya.

Begitulah fitnah. Menyebar bak bulu kemoceng yang akan sampai pada ratusan bahkan ribuan orang. Bagaimana kita mengembalikannya? Bagaimana kita akan mengembalikan bulu-bulu itu ke tempat yang semestinya? Sementara angin sudah membawanya entah kemana saja.

Bukannya kita harus ingat bahwa urusan dengan manusia itu paling susah taubatnya?

Kalaulah hal yang kita gosipkan itu benar, apakah kita terbebas dari perbuatan buruk? Bukankah kita juga sedang ikut menyebarkan berita itu dengan jempol kita?

Merusak kehormatan orang lain, merendahkan, lalu membiarkan kabar itu terbang melalui jempol kita. Bukankah itu sama saja dengan menyebarkan bulu kemoceng? Andai orang yang kita bicarakan keburukannya itu memaafkan kita, namun apakah kehormatannya yang sudah kita rendahkan itu bisa kembali seperti semula?

Apakah kita akan memberi klarifikasi ke semua orang yang sudah membaca berita yang kita sebarkan? Baik-baik lah ya berurusan dengan orang lain. Karena yang paling sulit adalah memperbaiki hubungan dengan manusia. Kalau dengan Allah mungkin kita bisa taubat, kita bisa bereskan dengan taubat nasuha.

Tapi bagaimana dengan manusia yang sudah kita sebarkan aibnya? 

Jangan sampai kita menemui Allah dalam keadaan muflis alias merugi. Kebaikan-kebaikan kita akan diambil oleh orang yang kita jelek-jelekkan, kita hina, kita rusak kehormatannya.

Yuk tahan lisan kita. Jika ada yang tidak baik, sampaikan saja pada orangnya. Tidak usahlah ikut membicarakan sesuatu yang tidak ada urusannya dengan kita. Tidak usah ikut-ikut menyebarkan kehormatan seseorang yang sedang dirusak. Fokus pada sesuatu yang bermanfaat, fokus pada apa yang kita sebut dengan “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”

Lebih baik sebar yang baik adalah hal yang perlu kita pegang sebagai prinsip di dunia yang serba mudah dan cepat ini.

lebih baik sebar yang baik

Lebih Baik Sebar yang Baik, Menyebar Kebaikan Tanpa Batas

Ternyata lebih baik sebar yang baik sudah lebih dulu digaungkan oleh Indihome. Salah satu provider yang menemani keluarga sejak saya duduk di bangku SMA. Satu-satunya penyedia internet yang saat itu menjadi andalan kami sekeluarga.

Ayah saya seorang dosen sekaligus pengawas di salah satu lingkungan Kementerian dan ibu adalah seorang guru. Kakak, saya dan adik semuanya sekolah. Tentu semuanya butuh internet, dan Indihome adalah layanan internet pertama kami saat itu.

Indihome ternyata telah memberikan warna digitalisasi di Indonesia sejak internet pertama kali datang ke Indonesia. Namun, internet bak pisau bermata dua. Bisa bernilai manfaat namun bisa juga bernilai merugikan bagi penggunanya.

Prinsip lebih baik sebar yang baik dari Indihome ini relevan dengan apa yang kita hadapi saat ini. Zaman serba canggih, semua serba digital dan hampir semua orang bergantung pada internet. Entah untuk pekerjaan, belajar, hingga berjejaring. Internet serupa nafas dalam kehidupan seseorang. Sebentar saja tak ada internet, kita sudah merasa berada di negeri antah berantah. Merasa tertinggal dari yang lainnya.

jejak digital

Interaksi di dunia digital yang tak terbatas inilah yang harus kita sikapi dengan sangat hati-hati. Karena konten yang kita unggah adalah jejak digital yang selamanya tidak akan terhapus selama internet di planet ini masih digunakan. Konten kita akan selamanya dikenang oleh orang-orang yang membacanya.

Jadi kenapa tidak sebar yang baik saja?

Jangan sampai pula kita ikut-ikutan menyebarkan sesuatu yang dapat merusak kehormatan orang lain. Jika dirasa tidak ada manfaat atau nilai kebaikan di dalamnya, maka lebih baik postingan itu berhenti di kamu.

Daripada menyebarkan berita yang tak menyenangkan, lebih baik sebarkan cerita baik bukan? Seperti aksi sosial yang kami lakukan beberapa waktu terakhir. Daripada disibukkan dengan berita-berita yang provokatif, mengandung ujaran kebencian, bahkan hoax, lebih baik kita fokus untuk menyebarkan kebaikan lewat internet.

Jika kebaikan itu ditiru oleh banyak orang, bayangkan ada berapa banyak kebaikan yang mengalir untuk orang lain dan juga diri kita sendiri. Sebagaimana jangkauan Indihome yang tanpa batas itu, kita bisa juga menyebar kebaikan tanpa batas pula 🙂

Lebih Baik Sebar yang Baik, Pembagian Paket Bahan Mentah Untuk Masyarakat Sekitar

Pada Oktober 2021 lalu, kami berinisiatif untuk mengumpulkan muda-mudi untuk melakukan aksi sosial. Siapa saja bisa menyumbangkan apa yang dimiliki. Mulai dari sepuluh ribu rupiah, sumbang waktu, sumbang energi atau tenaga, semua orang bisa melakukan kebaikan yang tak terbatas ini.

Namun karena pandemi, mau tak mau pertemuan untuk membicarakan pelaksanaan acara sangat kami batasi meskipun hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Lagi-lagi kami harus mengandalkan internet dengan jangkauan jaringan yang luas serta koneksi yang bagus untuk melaksanakan rapat koordinasi.

Beruntung Indihome selalu siap sedia menemani kami meskipun hujan, badai, atau petir menghalangi, hehe..

lebih baik sebar yang baik

Kekuatan Indihome di tengah pandemi ini sudah tidak diragukan lagi. Karenanya, kita mampu bertahan di tengah tugas maupun pekerjaan yang menumpuk. Juga tetap dapat terkoneksi bersama dengan orang-orang tercinta. Juga dengan teman-teman satu visi untuk terus menebar kebaikan dan manfaat bagi banyak orang.

Bukan hanya sebagai penyedia layanan internet, beberapa kali Indihome juga memberikan banyak bantuan pada pondok pesantren di hari santri, dan masih banyak lagi jejak kebaikan yang dilakukannya tanpa batas.

Pandemi bukan jadi penghalang bagi kami untuk terus sebar yang baik. Karena kami tahu, Tuhan selalu memberikan jalan pada setiap kebaikan yang kita sebarkan. Daripada terus memikirkan tsunami informasi yang banyak mendatangkan keburukan untuk diri sendiri, lebih baik sebar yang baik yuk!

Punya cerita “Lebih baik sebar yang baik” apalagi nih? Boleh dong cerita di kolom komentar.

Jangan lupa untuk terus sebar kebaikan ke seluruh penjuru negeri agar kebaikan itu juga menular pada kita ya :))