Ar-Rahman, Surah Ke-55 dalam Al-Quran merupakan salah satu surat favorit saya, juga suami. Kalimat demi kalimatnya sangat indah, pantaslah Al-Quran memiliki mukjizat yang sangat dahsyat. Ada cerita yang ingin saya bagi mengenai salah satu ayat dalam surat Ar-Rahman ini.

Surah Ar-Rahman adalah surah ke-55 dalam al-Qur’an. Surah ini tergolong surat makkiyah, terdiri atas 78 ayat. Dinamakan Ar-Rahmaan yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah. Sebagian besar dari surah ini menerangkan kepemurahan Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Ciri khas surah ini adalah kalimat berulang 31 kali Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu (manusia dan jin) dustakan?) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan karunia Allah yang diberikan untuk manusia.

Implementasi Surah Ar-Rahman

 

ar-rahman helping each other

pict from : pinterest/@creative.design

 

خير الناس أنفعهم ل الناس

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia yang lainnya

Saya percaya bahwa ada begitu banyak kebaikan dan keberkahan yang didatangkan Allah pada kehidupan seseorang, karena dirinya bermanfaat bagi orang sekitarnya.

Bagaimana nilai pahalanya, ganjarannya selama di dunia dan akhirat, sungguh membuat kita iri. Kalau saja, saya bisa begini dan begitu, maka tabungan saya menuju kampung akhirat akan semakin banyak dan tidak khawatir akan kehabisan bekal di jalan 🙂

Saya teringat dengan seseorang yang saya kenal baik beserta dengan nilai kemanfaatannya bagi masyarakat sekitarnya.

Beliau adalah seorang pengajar di sebuah universitas swasta di sebuah kota pendidikan. Beliau bukanlah orang kaya yang punya aset dimana-mana, tapi setiap ada yang membutuhkan bantuan berupa harta, beliau selalu punya jatah untuk membantu orang yang datang kepadanya.

Beliau juga bukan saudagar kaya yang punya usaha kos-kosan, cafe, atau tempat bisnis semacam itu. Tapi beliau bahkan banyak membantu pedagang cilok yang baru-baru ini terbakar sepeda motornya. Beliau juga bukan seorang pejabat kelas atas yang punya koneksi disana-sini. Tapi ketika orang membutuhkannya untuk sekedar memasukkan anak yatim ke sebuah sekolah favorit dan membutuhkan banyak biaya, beliau juga mampu melakukannya.

Kok bisa ya?

Saya pun berpikir demikian.

Saat beliau harus menghidupi seorang istri dan keempat anaknya, beliau masih tetap meluangkan waktu untuk ummat. Beliau juga aktivis sebuah organisasi dakwah yang banyak bergerak di bidang sosial dan ekonomi. Saya pun tak habis pikir, rasanya beliau tidak akan pernah punya rasa capek untuk melakukan semua hal yang ia bisa 24 jam dalam sehari.

Kadang keluarganya khawatir, katanya. Kapan mereka akan punya rumah sendiri tanpa mengontrak?

Akan dijawab oleh beliau, Insya Allah ya setelah ini. Dan benar adanya, Allah memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka karena keteguhan beliau dalam dakwahnya.

Kadang dia pun ragu ketika ada orang datang kepadanya, mengeluhkan kesempitan hidupnya dan berakhir dengan keluhannya untuk meminta bantuan secara finansial. Tapi masyaAllah, istrinya menguatkannya untuk menyisihkan uang belanja mereka. Untuk siapa? Tentu saja untuk orang yang lebih kesusahan daripada beliau dan keluarganya. Kemudian sekali lagi, Allah memberikan lebih banyak ganti dari sikap kedermawanannya itu.

Beliau dan keluarganya sama sekali tidak takut untuk hidup susah dan menderita. Bahkan beliau selalu berpesan pada anak didiknya,

Pergilah mencari rizki di bumi Allah seperti burung yang meninggalkan anak-anaknya dalam sangkar. Burung induk akan selalu kembali membawa hasil buruan untuk anak-anaknya dan kemudian ia bagi-bagikan. Tanpa khawatir besok mau makan apa. Yang penting jalan saja dulu, berbuat baik semaksimal mungkin di hari itu, karena siapa tau besok sudah tidak ada kesempatan lagi untuknya.

Dari cerita beliau, saya belajar untuk tidak menunda-nunda melakukan kebaikan. Meskipun kita sendiri berada dalam kondisi sempit. Segera lakukan sebelum syaithan menahanmu untuk berbuat baik, hingga akhirnya kita melewatkan kesempatan untuk beramal di hari itu. Allah tidak akan pernah menahan hak kita, dan Allah tidak akan membiarkan seseorang mati sebelum semua haknya diberikan di dunia.

Saya juga tiba-tiba teringat kisah teman adik yang sedang menempuh kuliah di sebuah universitas swasta. Sebagai anak yatim, dia adalah orang yang sangat kuat dan tekun dalam mencari nafkah untuk dirinya sendiri, dan ibunya. Dia menjajakan krupuk jualannya di kampus. Semata-mata demi membantu ibunya agar dia bisa makan dan pergi ke kampus menggunakan motor bekas milik almarhum ayahnya.

Sikapnya yang santun dan baik pada semua orang membuat saya sangat kagum. Dia ditinggal ayahnya sedari kecil. Ibunya berjualan kue untuk kehidupannya dan adik-adiknya. Diapun ikut membantu dengan berusaha menggoreng krupuk di malam hari setelah pulang kuliah, membungkusnya semalaman, kemudian dia jual pagi harinya di kampus. Beruntung kuliahnya mendapatkan beasiswa sehingga ibunya tak perlu memikirkan biaya kuliahnya.

Dalam kegiatan sehari-harinya sebagai seorang mahasiswa dan penjual kerupuk, seringkali dia juga jadi relawan kemanusiaan dan sosial di berbagai tempat.

Bahkan dia ikut berpartisipasi sebagai donatur tetap sebuah badan amal untuk memberikan pendidikan gratis bagi adik-adik di perbatasan kota yang tak mampu melanjutkan sekolahnya lagi karena keterbatasan biaya. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak orang lain, tapi hanya itulah yang ia punya, dan ia memberikan semuanya untuk kegiatan tersebut. Lalu bagaimana dengan kebutuhannya sehari-hari? Allah yang menjamin, begitu katanya.

Saya pun seperti tertampar keras dengan jawabannya. Bahkan saya yang sudah berpenghasilan sendiri saja masih banyak berhitung-hitung dengan jumlah yang harus saya keluarkan untuk dana amal, mana yang harus saya simpan untuk tabungan.

Betapa malunya diri ini, merasa sudah berbuat banyak, namun belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjuangan dua orang tersebut diatas. Bagaimana mungkin saya menyebut diri saya sudah punya nilai manfaat, jika masih ada orang di sekitar saya yang masih kesusahan dan membutuhkan banyak bantuan hampir setiap bulannya.

Ah, justru Allah memberikan keberkahan bagi mereka-mereka yang bahkan tidak ada waktu untuk memikirkan dirinya sendiri. Hidupnya dijamin oleh Allah, seperti mereka menjamin kehidupan orang lain agar tidak akan pernah ada orang yang tidak bisa mengambil manfaat dari dirinya meskipun hanya seporsi makan lengkap dengan lauk pauknya.

Semoga kisah ini bisa memberikan inspirasi bagi kita untuk selalu menebar kebaikan sekecil apapun. Karena hal-hal besar dimulai dari kebaikan kecil seberat biji sawi, dan Allah memperhitungkan itu. Jangan sampai pada hidup kita yang singkat ini, tidak ada satu kemanfaatan pun yang kita berikan untuk orang lain.

Allah سبحانه و تعالى berfirman,

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman : 60)

Baca Juga Kisah Sang Budak dan Anjing