Tolongg! Tolong!

Suara minta tolong itu nyaris tak terdengar lagi karena Ibu saya berteriak-teriak karena panik. Semua orang berdiri di bibir pantai, seolah terhipnotis dengan kejadian yang sungguh tak pernah kami bayangkan.

Kepalanya sudah mulai tenggelam lalu timbul, badan saya terasa kaku. Lidah pun kelu. Rasanya sekujur tubuh ikut panas karena aliran darah yang nampaknya sangat deras. Benar-benar kejadian yang membuat saya trauma kemudian ketika melihat air dengan jumlah yang sangat banyak dan tak berujung.

Ketika ada seseorang yang segera meluncurkan perahunya, saya langsung lega. Belum, belum bahagia. Tapi saya sudah mengucap syukur karena sosok yang hampir tenggelam dan terus terseret arus bawah laut nan jauh di sana ada kemungkinan berhasil diselamatkan.

Ibu saya mulai berhenti berteriak. Saya memegang tangan suami sambil berdoa semoga perahu yang datang menolong kakak saya itu segera menggapainya. Lebih cepat, tolong! Saya berteriak di dalam hati.

Setelah beberapa menit, dua orang di atas perahu berhasil mendekat dan berusaha menarik kakak saya yang sudah mulai kehilangan tenaga. Tapi nihil hasilnya. Kakak saya nampaknya sudah mulai lemas, bahkan untuk mengangkat badannya sendiri untuk naik ke atas perahu. Tingginya sekitar 180 cm, berat badannya tentu lebih dari 70 kilogram. Dua orang yang menolongnya jauh lebih kecil dibanding dirinya, sudah jelas proses menolong satu nyawa menjadi lebih berat dan dramatis.

Kami semua merapal doa, tegang, tak bisa berbuat apa-apa karena kami pun tak pandai berenang di lautan.

Tak sampai sepuluh menit, menunggu kakak saya yang berpegangan pada bagian ujung perahu, akhirnya usaha dan doa dari semuanya membuahkan hasil. Akhirnya kakak saya berhasil naik ke atas perahu. Saat itulah saya langsung bisa tersenyum. Lega, bahagia, sekaligus bersyukur karena akhirnya kakak saya bisa diselamatkan.

Jalani Hidup dengan Sehat dan Selamat Jadi Kunci Kebahagiaan

Kalau ditanya apa hal yang membuatmu menjadi orang yang paling bahagia di muka bumi ini tentu jawabannya tak bisa satu saja. Karena ada begitu banyak anugerah yang diberikan oleh Allah pada kita semua sehingga sampai sekarang kita bisa menikmati banyak hal dalam hidup tanpa rasa takut.

Oleh karena itu kalau ditanya mana yang membuatmu bahagia adalah ketika saya tidak harus menyaksikan kakak saya sendiri tenggelam tak terselamatkan di depan keluarganya sendiri. Kebahagiaan itu ternyata terus saya syukuri sampai sekarang.

Saya tak bisa membayangkan apa jadinya jika saat itu tak ada perahu yang bisa menolong? Apa jadinya kalau kami sekeluarga menyaksikan salah satu anggota keluarga kami tenggelam di lautan lepas di ujung Pulau Jawa? Naudzubillah. 

Oleh karena itu saat artikel ini ditulis, hal paling membahagiakan bagi saya adalah peristiwa selamatnya kakak saya dari pusaran air laut yang membahayakan. Meskipun sampai saat ini saya masih ketakutan jika harus berhadapan dengan air yang jumlahnya banyak seperti sungai, bendungan, danau buatan, apalagi danau alami, dan yang semacamnya.

Perasaan takut tersebut juga diiringi dengan rasa syukur dan juga bahagia yang tak terlukiskan. Entah bagaimana teman-teman mendeskripsikannya. Namun bagi saya, kebahagiaan yang saya rasakan hingga sekarang benar-benar kebahagiaan sejati yang datang dari hati. Mungkin begitulah jika kita tengah berhadapan dengan maut lalu berhasil lolos darinya.

Belum lagi ketika beberapa teman dan sahabat memiliki keluhan kesehatan yang membuat saya “merinding”. Bukan karena takut, tapi lebih pada kekaguman yang membuat saya lebih berbahagia dan bersyukur karena diberikan kesehatan yang paripurna.

Baru banget seorang sahabat bercerita tentang kawannya yang menderita kanker. Harus berobat kesana kemari dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit karena tidak semua tercover BPJS. Saat mendengar orang lain mendapatkan musibah berat seperti itu, lagi-lagi kita pun harus bersyukur dengan kesehatan yang diberikan Allah pada kita semua.

Wujud nyata rasa syukur karena tidak harus mengalami hal yang sama tersebut lah yang membangkitkan kita untuk berbagi pada sesama. Lalu dalam prosesnya kita juga akan merasakan kebahagiaan sejati sebagai fitrah manusia. Yakni fitrah dimana Allah akan turunkan rasa tentram dan bahagia di dalam hati siapa saja yang mau berbagi dan bersyukur.

Beneran lho rasanya bahagia bisa menjalani hidup dengan sehat dan selamat. Mungkin kita merasakannya sebagai rasa syukur alih-alih kebahagiaan. Tapi tau ngga? Kebahagiaan itu justru datang dari hati yang penuh syukur.

Jadi yaa ngga salah kan kalau saya katakan hidup sehat dan selamat adalah kebahagiaan terbesar yang saya rasakan sampai sekarang.

Bagaimana dengan teman-teman? Apa yang membuatmu bahagia hari ini? Apa yang membuatmu bahagia selama setahun belakangan ini? Atau lima tahun belakangan? Bagi pengalamanmu dong di kolom komentar 🙂

 

*Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI*