Seorang pria bertubuh gempal dan tinggi muncul dari balik pintu kaca lobi. Asih segera bangun dari duduknya, memastikan bahwa benar Pak Satpam yang ia panggil dari telepon tadi sudah datang. Pria dengan seragam biru itu membawa serta satu orang teman di belakangnya. Mereka berdua berjalan dengan tegap dan cepat menghampiri Asih yang berdiri di balik meja resepsionis.
“Mbak Asih sendirian?” tanya Pak Kirno, satpam yang mengangkat telepon Asih beberapa menit yang lalu. Asih mengangguk dan memberi isyarat pada Pak Kirno untuk segera masuk ke ruangan resepsionis dan memperlihatkan layar yang sedari tadi membuat Asih gelisah.
“Ini Pak, coba lihat deh. Bukannya di lantai 6 ngga ada siapa-siapa ya?” Asih menunjukkan area yang ia maksud.
“Wah iya, kok komputer di ruangan itu nyala Mbak?” Pak Kirno tak kalah heran dengan yang ditanya. Ia juga memperlihatkan monitor yang mereka perhatikan bersama pada rekan kerjanya.
“Kita cek saja, mungkin lupa dimatikan tadi sore?” usul rekan Pak Kirno. Asih dan Pak Kirno saling pandang. Untuk memenuhi rasa penasaran Asih dan Pak Kirno itulah tampaknya satu-satunya solusi yang harus mereka lakukan. Pak Kirno pun mengangguk.
“Tapi ngga pernah begini. Apa mungkin ada orang di dalam? Kuncinya Bapak pegang kan?” tanya Asih khawatir.
“Iya Mbak kuncinya ada di pos satpam. Saya cek dulu ya Mbak, mungkin memang lupa dimatikan.” Pak Kirno menenangkan Asih.
Asih hanya mengangguk dan kembali duduk. Firasatnya sangat tidak enak. Kenapa ada dua komputer di ruangan itu yang menyala sendiri? Ia sangat yakin tadinya ruangan itu bahkan tidak ada cahaya satu pun di sana ketika mengamati CCTV. Namun beberapa menit kemudian tiba-tiba ada cahaya yang menyala dari monitor. Apa benar komputer itu lupa dimatikan oleh pemilik ruangan? Tapi kenapa malam-malam begini tiba-tiba menyala?
“Tenang saja Mbak, kan ada kami di sini. Kami ke atas dulu ya.” Pak Kirno berusaha menenangkan Asih yang tampak masih gelisah.
“Iya Pak terimakasih. Nanti kembali kesini lagi ya Pak, kabari saya.” Ucap Asih sambil sesekali ekor matanya masih melihat pada layar monitor di atas meja kerjanya.
“Siap Mbak!” Ujar Pak Kirno kemudian sambil berlalu meninggalkan Asih menuju lantai enam.
Sesampainya di lantai enam, Pak Kirno segera membuka pintu yang terkunci dengan hati-hati. Ia memang melihat cahaya layar komputer dari luar ruangan.
Cklek. Pintu ruang EDP (Electronic Data Proccess) pun terbuka.
“Siapa di dalam?” Teriak Pak Kirno. Suaranya menggema ke dalam ruangan. Rekannya kemudian masuk terlebih dahulu dan meneliti keadaan ruangan. Gelap. Hanya ada cahaya dari monitor. Pak Kirno pun menyalakan lampu ruangan. Matanya tetap mengawasi bagian depan, belakang, kiri dan kanan ruangan. Tidak ditemukan apa pun di sana. Pak Kirno menghampiri monitor yang menyala sementara rekannya tetap berjaga di dekat pintu ruangan.
Begitu Pak Kirno mendekat ke arah layar, tidak ada satu pun program yang sedang berjalan di dalamnya. Pak Kirno melongok ke bawah meja, juga tak ada siapa pun di sana. Hanya ada tanaman monstera yang tergeletak di samping meja. Ruangan ini masih tergolong baru, karena sebelumnya ruangan EDP berada di lantai empat. Lantai lima dan enam adalah gedung yang baru selesai dibangun dan dikhususkan untuk para petinggi Rumah Sakit dan pekerja non-medis. Penghuni ruangan ini juga hanya tiga orang saja. Tugas orang-orang dalam ruangan ini juga hanya berakhir pada pukul empat sore. Lalu setelahnya tidak ada aktivitas lagi di dalamnya. Satpam juga selalu mengunci ruangan ini sebelum pukul enam sore. Jadi mengapa layar komputer ini menyala ya?
“Tidak ada apa pun,” ujar Pak Kirno kemudian sambil berlalu dan mengunci kembali ruangan itu setelah mematikan dua layar komputer yang tiba-tiba menyala dan membuat Asih, sang resepsionis ketakutan.
“Mungkin lupa dimatikan aja itu,” ucap rekan Pak Kirno keukeuh dengan pendapatnya.
“Iya, yuk balik!” Pak Kirno dan rekannya pun segera berlalu dan menuju lift untuk segera turun. Karena memang tidak ada apa pun disana. Tidak ada yang mencurigakan juga. Andai pun maling pasti satpam bisa mengendus jejaknya.
Setelah Pak Kirno melaporkan apa yang terjadi pada Asih, ia pamit untuk kembali berjaga di postnya. Asih berterima kasih dan kembali ke tempat duduknya, masih dengan rasa penasaran dan cemas yang menghantui pikirannya. Ia ingin tidur seperti biasanya, tapi untuk merebahkan kepalanya di atas meja saja ia tak bisa. Ia seperti merasa ada sepasang mata yang mengawasinya dari kejauhan. Entah siapa.
Sementara itu di nurse station kelas 1.
“Huaahhmm, aku ngantuk banget. Aku tidur dulu ya? Nanti kalau ada bunyi bel aku ngga bangun tolong bangunin.” Ujar Firda, perawat kelas satu pada Dini, temannya berjaga malam ini.
“Iya Mbak,” jawab Dini sambil lalu. Ia sibuk dengan tumpukan kertas di depannya. Membolak-balik tumpukan kertas itu lalu berhenti. Matanya kemudian mencari-cari sumber suara. Ia melihat seniornya yang sudah tertidur di sebelahnya. Kemudian ia melanjutkan kembali membaca setiap lembar laporan visitasi malam itu. Namun lagi-lagi ada suara yang mengusiknya. Ia berdiri seketika dan melongok ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa pun. Dini hanya mendengar nafasnya sendiri. Bahkan seniornya, Firda dengkurannya pun tak terdengar. Suasana begitu sunyi. Dini menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba fokus dengan tugasnya. Tak ingin kembali berspekulasi seperti dua malam sebelumnya.
Tantangan Pekan 8 Episode 2
Episode 1 : Jaga Malam
[…] Episode 2 : Jaga Malam (2) […]
Seru ih, siap menanti kelanjutannya mbak.
[…] Episode 2 : Jaga Malam (2) […]
[…] Episode 2 : Jaga Malam (2) […]
Wuih, dari awal kisahnya dah mulai serem, tapi berani juga ya si Asih sendirian.