Asih menyeka keringat yang menetes di dahinya. Padahal AC menyala dengan suhu 18°C. Cukup dingin untuk udara selarut ini. Ia melihat jam tangan mungil di pergelangan tangan kirinya, jarum pendek berhenti di angka satu. Artinya kurang lima jam lagi dia bisa istirahat.

Suasana lobi Rumah Sakit lengang, hampir tak ada keluarga pasien yang lalu lalang seperti di pagi atau siang hari.
Asih mencoba menyibukkan dirinya dengan game yang ada di gawainya. Tapi tetap saja ekor matanya tak bisa lepas dari sudut depo farmasi yang terletak sepuluh meter dari meja resepsionis yang ia tempati selama ini.

“Sih?” seseorang mencoleknya dari belakang. Asih terlonjak dari tempat duduknya. Wajahnya tegang, ia refleks mengelus dadanya kemudian menghembuskan nafas tak beraturan.

“Hhuuhh ngagetin aja sih mbaak!” protes Asih sambil memonyongkan bibirnya.

“Lagian main game kok matanya kesana sih.” Ujar wanita dengan pakaian serba putih di belakang Asih. Ia pun ikut melihat pojok depo farmasi yang sudah gelap karena mengikuti pandangan mata Asih. Tidak ada apa-apa.

“Sudah selesai visitnya?” tanya Asih kemudian meletakkan gawainya, bermaksud mengajak ngobrol lawan bicaranya agar ia mau menemani Asih berjaga malam ini. Ia juga ingin mengalihkan pertanyaan yang diajukan oleh teman bicaranya. Asih tak ingin melihat ke sudut itu lagi.

“Udah, aku mau balik nurse station dulu ya.”

“Eh tunggu dulu! Disini aja.” Asih menahan wanita itu agar tidak pergi.

“Kenapa? Di sini sepi ih ngga enak, gak ada cemilan lagi.” goda wanita itu sambil berlalu. Tak menghiraukan Asih yang cemberut ditinggal sendirian.

“Ya udah aku ikut aja ke nurse station,” kata Asih setengah berteriak menyusul temannya menuju nurse station. Yang diikuti tertawa kecil melihat Asih yang tampak tak nyaman sendirian di lobi Rumah Sakit.

“Direktur bakal marah lho kalau kamu ngga standby di sana sesuai tugas. Gih balik,” wanita itu mengingatkan Asih agar tidak meninggalkan meja kerjanya. Asih menoleh ke belakang. Lorong rumah sakit menuju meja resepsionis mendadak tampak gelap dan menakutkan bagi Asih. Ia bergidik sendiri. Kemudian mengalah dan kembali lagi ke meja kerjanya dengan langkah cepat.

Asih mencoba menyibukkan diri dengan melihat-lihat CCTV lewat komputer yang ada di meja kerjanya. Entah mengapa ia ingin saja iseng melihat-lihat rekan sejawatnya yang sedang bekerja di malam hari, juga keadaan Rumah Sakit malam itu. Tak berapa lama pandangan Asih terhenti pada salah satu tangkapan layar. Gambarnya membuat Asih berhenti di satu titik dan memperhatikan lebih seksama layar di depannya. Ia mendekatkan kepalanya di depan monitor. Seolah tak percaya, ia mengernyitkan dahinya.
Sebelum ia sadar harus menelepon satpam, Asih menepuk-nepuk pipinya. Berharap ini hanya mimpi.

Kemudian ia memperhatikan kembali monitor di depannya. Satu menit, tidak ada yang berubah. Fix, Asih harus menelepon satpam sekarang juga.
Ia memencet tombol 1 dari telepon kabel di mejanya. Tak lama kemudian suara di seberang berbunyi, menandakan telponnya diangkat.
“Pak tolong cek lantai 6 deh Pak.” Ucap Asih langsung menodong suara di seberang setelah mengucapkan Halo.
“EDP Mbak?”
“Iya betul ruang EDP.”
“Oke saya kesana”
Asih menutup telponnya, kemudian mengalihkan perhatiannya pada monitor di depannya lagi. Keringat dingin membasahi telapak tangannya segera.
Ia gelisah menunggu Pak Satpam datang. Waktu satu menit rasanya seperti satu jam. Ia mendadak lupa kejadian satu jam yang lalu di depo farmasi karena temuannya di layar komputer dua menit sebelum ia memutuskan menelepon Pak Satpam.

“Duh Pak Satpam lama bangeet..” gerutunya sambil sesekali menengok pintu masuk lobi, berharap Pak Satpam segera muncul di baliknya.

Tantangan 8 episode 1

Episode 2 : Jaga Malam (2)