Setelah dicanangkannya kebijakan menggunakan masker ketika keluar rumah, saya pun mulai memburu masker yang dijual oleh beberapa orang teman. Sesuai anjuran Pemerintah untuk menggunakan masker kain, karena masker medis diprioritaskan untuk tenaga medis saja. Sehingga mereka tidak akan mengalami kelangkaan masker medis ketika sangat membutuhkannya. Saat itu sang adik menawarkan masker kain yang dijual temannya seharga enam ribu rupiah, dengan tampilan warna hitam dan model earlooop. Karena harganya murah, saya pun memutuskan untuk membeli dua puluh masker. Sepuluh untuk dipakai sendiri dan sepuluh saya berikan untuk orang tua.
Ketika barang sampai dan dicoba, kening saya berkerut. Hampir-hampir tidak ada udara yang bisa masuk. Bukannya tenang dan nyaman, saya malah sesak napas memakainya. Padahal kainnya tipis, namun terasa panas. Sehingga sangat sesak ketika dipakai. Kesalahan saya adalah tidak menanyakan terlebih dahulu jenis kain yang digunakan untuk masker non-medis tersebut. Padahal ada panduan tersendiri yang sudah pernah dilansir oleh Cambridge University perihal masker kain ini.
Universitas tersebut membuat penelitian untuk mengukur efektivitas berbagai bahan atau kain perlengkapan rumah tangga yang kerap digunakan ketika membuat masker sendiri. Untuk mengujinya, mereka menembakkan bakteri Bacillus Atrophaeus (0,93-1,25 mikron) dan virus Bacteriophage MS (0,023 mikron) pada bahan rumah tangga yang berbeda. Selanjutnya mereka mengukur presentase kemampuannya menangkap virus dan bakteri dari berbagai bahan atau kain tersebut lalu membandingkannya dengan masker bedah.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kinerja dari masker bedah lebih unggul daripada masker kain. Masker bedah mampu menangkap 97% dari bakteri 1 mikron. Sedangkan untuk masker kain yang terbuat dari kain-kain yang biasa ada di perlengkapan rumah tangga, presentasenya adalah sebagai berikut:
1. Bahan kantong di alat penyedot debu (vacuum cleaner bag) 95%
2. Kain lap piring 83%
3. Kain kemeja katun campuran 74%
4. Kain kemeja katun asli tanpa campuran 69%
5. Sarung bantal anti mikroba 65%
6. Syal 62%
7. Sarung bantal 60%
8. Sutra 58%.
(sumber statistik : wolipop.detik.com)
Namun ada salah satu faktor kenyamanan yang juga sangat penting, yaitu kemudahan untuk bernapas saat menggunakan masker. Kenyamanan itu akan mempengaruhi seberapa lama kita bisa menggunakan masker tersebut. Sayangnya, itu tidak ditemukan pada bahan tas penyedot debu dan kain penutup makanan yang persentase penangkalannya paling tinggi. Keduanya sangat sulit untuk dibuat bernapas.
Oleh karena itu berdasarkan penangkapan partikel dan kemampuan bernapas, para peneliti menyimpulkan bahwa kaus katun dan sarung bantal adalah bahan terbaik untuk membuat masker penutup wajah sendiri. Bahan-bahan tersebut mampu menyaring sekitar 50% partikel 0,2 mikron, ukuran yang hampir sama dengan virus Corona. Selain itu bahan tersebut juga lebih memudahkan kita untuk bernapas sehingga pemakainya akan merasa lebih nyaman. Tidak ada artinya jika kita memakai masker sebaik apapun ia bisa menyaring bakteri yang masuk, namun kita tidak bisa bernapas dengan baik.
Tidak heran jika banyak orang malas memakai masker mungkin salah satu faktornya dikarenakan ketidaknyamanan mereka saat bernapas. Maka sangat penting bagi pembuat masker agar memperhatikan detail kain yang akan mereka jahit dan produksi. Apakah orang akan nyaman memakainya atau tidak. Sejauh ini berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada, kain katun adalah bahan terbaik pembuatan masker. Selain karena presentase penyaringannya terhadap makhluk berukuran mikron, kain katun juga punya karakteristik yang dingin ketika dipakai, juga punya sirkulasi udara yang baik.
Bagaimana? Maskermu masih membuatmu sesak napas?
#BPNRamadan2020 – 25 April 2020
[…] Baca Selengkapnya […]
alhamdulillah ada keluarga yg bisa jahit, jadi bisa lumayan lebih hemat, motifnya jg lebih lucu hehehe. hanya saja memang kalo saya pribadi ngrasa gak sesak, karena sudah biasa sejak dulu ke mana-mana pakai masker, mungkin berbeda rasanya dgn orang yg baru saja memakai masker akhir-akhir ini.
Jangan sampai upaya kita menghindarkan diri dari virus membuat kita mengabaikan kenyamanan bernapas, ya …. Malah jadi muncul masalah baru.
Iya mbak, suamiku jg awalnya malas pakai masker krn tidak nyaman. Aku jg ga suka karena berembun di kacamata yg aku pakai. Tapi ada teman yg produksi dan itu nyaman kami pakai
Ini bisa jadi ladang bisnis bagi ukm kecil khususnya, mereka bisa membuat masker sendiri untuk kemudian dijual dengan harga murah.
Saya juga pakai masker kain mbak, awalnya memang terasa tidak nyaman. Bukan karena sulit bernafas tetapi karena belum terbiasa, kalau sekarang sudah terbiasa 😊 Untuk masker saya buat sendiri mbak, pakai kain katun dijahit pakai tangan☺
Yah tinggal pintar2 lah kitanya kak saat ini… secara masker kain juga masih ada yg mengalami kesulitan mendapatkannya…memang ga akan berarti juga kalau membuat sulit bernapas.. semoga ke depannya kualitas yang baik semakin banyak beredar di pasaran
Semakin banyak memang kak penjual masker kain yang bertebaran. Tapi gak tau juga bahannya sebenarnya recommended atau sesuai atau tidak.
Aku gak terlalu bisa membedakan bahan kak, kadang mitip-mirip.
iya kak masih gak nyaman, pengennya ada yang buat seperti N95 yang cembung gak nempel langsung di permukaan kulit, kalau bahan katun aku setuju banget akrena bahan itu selain rapat juga tidak berbulu dan bikin geli hidung
Nah bener nih bisa jadi hrs ada info /keterangan tertulis ya buat penjual masker kain online..sbnrnya bhn kain apapun asal pas jd masker bisa enak buat bernafas aku mah oke aja ya..timbang ga pake masker hehe..btw kain katun memang bagus sih ya..
masker kain sangat nyaman dipakai dan tidak bikin sesak
Bahan katun kalau menurut kurang cocok kalau dibuat masker kak. Soalnya terlal renggang ruas benangnya. Jadi kurang aman. Hanya nyaman saja saat digunakan
Mbak Jihan, bahan pun menentukan daya serap masker yaa… artis2 di tv ada yg punya masker branded pula ya haha, trus becandaannya katanya masker yg mehong2 itu di dalemnya ada ac nya haha
Ternyata Bahan yang digunakan juga sangat menentukan ya mbak,
Masker Kain klo menurut saya lebih nyaman digunakan
Saya suka kain yg berbahan syal. Malah kadang saya pakai yg semi jilbab itu. Hihihi. Ternyata itu cuma 62 persen ya. Padahal kain bahan untuk piring itu malah bahan kantong alat penyedot debut atau kain serbet.
Masker saya alhamdulillah tetap nyaman digunakan untuk bernapas.
Iya emang, tetangga saya juga ada yang beli masker, tapi sekali di pakai terus nggak pernah dipakai lagi, katanya malah susah untuk bernapas
Wah mbak jingga sama aku jg ikut bpn challenge hihi, aku suka masker yang langsung jadi cadar mbak sekalian hihi
hihi sama mba Shafira. Aku sempet kepikiran untuk sekalian pakai cadar gitu karena engga engap yah. Tapi kayak ngga matching sama jilbabku >.<
Mau tanya kak,aku BeHangat.Com kan berkumins, kalo pake masker selalu gatel-gatel gimana gitu. cara mengatasinya bagai mana ya, selain potong kumis.
hahaha, emang gatel-gatel gitu ya? Gimana kalo pake maskernya jangan terlalu rapat? Aku selama ini nggapernah gatel2 (ya soalnya aku ngga berkumis kali ya) wkwk. Tapi coba pasang maskernya jangan terlalu rapat kak. Jadi masih ada celah sedikit gitu, gesekan kumis sama kain dipersempit. eaa