Cerpen Sumur Karya Eka Kurniawan adalah cerita pendek pertama yang saya baca di tahun 2021. Eka Kurniawan, nomine Man Booker International Prize 2016 dan peraih Prince Claus Laureate 2018. Cerita pendek ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris di antologi Tales of Two Planets dengan judul “The Well”, diterbitkan oleh Penguin Books pada 2020.
Kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan dalam bentuk bundling oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama di tahun 2021 seharga Rp 50.000,- untuk Pulau Jawa. Ngga usah kaget ya dengan harganya. Lima puluh ribu rupiah untuk satu bundling cerpen memang lumayan mahal. Namun, begitulah seharusnya penulis dihargai karyanya sedemikian rupa. Dan mudah-mudahan Eka Kurniawan mendapatkan royalti yang pantas dari penerbit Indonesia.
Review Cerpen Sumur Karya Eka Kurniawan
Khas Eka Kurniawan, kebanyakan tulisannya memang menyasar segmen umur 16 tahun ke atas. Begitu juga dengan cerpen ini. Sebenarnya tidak ada adegan yang vulgar sebagaimana biasa dalam novel-novel beliau sebelumnya. Namun, cerpen Sumur karya Eka Kurniawan kali ini cukup sadis juga, hehe.
Dibuka dengan perkelahian dua orang petani yang saling memegang senjata. Hingga berakhir pada kematian salah seorang diantaranya. Lalu yang satu masuk bui karena perbuatannya. Sangat disayangkan karena sebenarnya dua lelaki itu adalah teman masa kecil. Anak-anak mereka pun juga bersahabat, Siti dan Toyib. Toyib adalah anak dari laki-laki yang membunuh. Sedangkan Siti adalah anak dari laki-laki yang terbunuh.
Sejak kejadian itu, Toyib merasa sangat bersalah pada keluarga Siti. Padahal jauh di lubuk hatinya, Toyib begitu menyayangi Siti. Namun apalah daya seorang Toyib, Siti tak pernah lagi berbicara padanya, apalagi memandang Toyib setelah kejadian yang menimpa Bapaknya dan menyebabkan Siti menjadi anak yatim.
Hingga mereka beranjak dewasa pun Toyib terus berusaha untuk menebus kesalahan yang dilakukan Bapaknya. Karena desa mereka sangat miskin, Toyib bersedia mengambilkan air untuk keluarga Siti setiap hari. Padahal jarak antara sumur dan rumah penduduk cukup jauh, dan jalannya juga terjal. Mereka harus melalui medan terjal tersebut dengan memikul ember. Namun tak masalah bagi Toyib, asal keluarga Siti bisa memenuhi kebutuhannya akan air bersih.
Dikisahkan di desa tersebut tak ada satu orang pemuda pemudi pun yang betah berada di kampung. Karena bahkan untuk menanam singkong saja sangat sulit karena tanahnya yang gersang. Tak ada yang bisa diharapkan dari desa itu. Hingga suatu ketika Siti pun mencoba peruntungan untuk pergi ke kota. Mencoba hidup lebih baik untuk ibu dan adiknya.
Ingin rasanya Toyib turut serta. Mengikuti Siti agar Toyib bisa menjaganya. Sebagaimana yang kita tahu, rasa sayang pada gadis pujaan tentu tak akan bisa dikalahkan oleh apapun. Bagaimanapun keadaannya. Namun ketika kesempatan untuk pergi ke kota menyusul Siti itu ada, Toyib harus merelakan impiannya. Impian untuk pergi ke kota, impian untuk memiliki Siti.
Bagaimana ending dan apa yang menghadang Toyib, teman-teman bisa baca sendiri kisahnya 🙂
Tentang Sebuah Desa dan Dampak Perubahan Iklim dalam Cerpen Sumur
Dalam Cerpen Sumur karya Eka Kurniawan ini digambarkan sebuah desa yang mengalami kekeringan berkepanjangan. Tanahnya tak bisa ditanami apapun. Sawah-sawah pun mengering, hewan ternak pun menjadi kurus kering. Orang-orang di desa tersebut kini hanya tersisa orang-orang sepuh yang tetap mempertahankan kampung halamannya apapun yang terjadi.
Keringnya sumur atau sumber mata air satu-satunya di desa tersebut tentu saja menjadi masalah pelik yang harus segera dicarikan solusi. Melihat perkelahian dua orang lelaki dewasa memperebutkan air hingga menewaskan salah satu diantaranya menunjukkan pada kita bahwa begitu pentingnya air dalam kehidupan.
Tanpa air, manusia memang tak akan bisa hidup. Tanpa air, manusia tak akan bisa menghidupi ternak-ternaknya, serta tanamannya. Oleh karena itulah kemarau berkepanjangan punya dampak psikologisnya tersendiri bagi orang-orang yang langsung merasakan efeknya. Kedua lelaki yang berkelahi sampai itulah contohnya.
Kini kita bisa melihat bagaimana manusia juga punya insting bertahan hidup hingga rela untuk saling membunuh agar salah satu diantaranya mendapatkan kebutuhannya dengan bebas.
Tidak heran jika dikatakan bahwa orang-orang yang hidup di lingkungan dengan suhu yang ekstrim, atau di lingkungan yang sangat panas atau bahkan sangat dingin tidak bisa disamakan dengan orang-orang yang hidup di lingkungan tropis seperti kita, Indonesia. Mereka secara fisik sudah sangat lelah dan membutuhkan air, maka tak heran jika perangainya begitu keras.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa suhu ekstrem memang akan berdampak pada mental seseorang. Jadi ini bukan hanya sekadar isu, tapi sudah menjadi data dan fakta yang mengerikan. Cerpen Sumur Karya Eka Kurniawan ini menjelaskan betapa perubahan iklim sudah nampak jelas dirasakan oleh masyarakat kita. Kemarau berkepanjangan, banjir yang tak tahu musim. Semuanya adalah dampak dari perubahan iklim akibat perbuatan manusia itu sendiri.
Seting dari cerpen Sumur karya Eka Kurniawan ini adalah desa dengan sumurnya yang mengering dari waktu ke waktu, tak heran jika dua orang lelaki berkelahi sampai mati karena masalah air. Bukan tidak mungkin terjadi. Eka Kurniawan seolah mengingatkan kita semua tentang masalah alam dan kemanusiaan lewat cerpennya, Sumur.
Begitu juga dengan fenomena pemuda desa yang pindah ke kota untuk memperbaiki nasibnya. Ini juga marak terjadi. Sehingga penduduk kota pun semakin banyak, lahan semakin sempit. Desa menjadi lebih tertinggal lagi. Tak ada yang mau kembali ke desa karena masalah kenyamanan. Padahal, tugas penduduk desa yang kadang disekolahkan ke kota sampai jadi sarjana adalah program Pemerintah agar desa mereka bisa dibangun dan diperbaiki dengan ilmu yang mereka miliki sepulangnya dari kota.
Tapi apa yang terjadi? Mereka sudah kepalang nyaman hidup di kota. Lalu, siapa yang akan memajukan desa tempat asal mereka? Jawabannya tentu saja tidak ada. Untuk itulah ketimpangan sosial maupun ekonomi akan terus terjadi di negeri kita selama pemuda pemudinya tidak memiliki keinginan untuk membangun desa asal masing-masing. Begitulah fenomenanya.
Sumur
Oleh Eka Kurniawan
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2021, 48 halaman
ISBN 978-60206-53242