Jika pernah melihat film berjudul Freedom Writers tentu kita tak akan asing lagi dengan rasisme yang terjadi di dunia barat. Tidak hanya di Amerika, tapi juga hampir di seluruh dunia. Namun ketika Islam datang dan ayat turun tentang kemuliaan manusia tidak terletak pada warna kulitnya, namun ketaqwaannya, isu ini (rasisme) meskipun masih eksis, akhirnya banyak imperium yang akhirnya menghapus perbudakan dan rasisme ini.

 

Seperti yang dituliskan oleh seorang Yahudi dalam bukunya Homo Sapiens bahwa masyarakat pada umumnya didasari oleh hierarki khayalan. Meskipun tidak semua hierarki selalu sama. Mengapa masyarakat India tradisional menggolong-golongkan orang berdasarkan kasta? Sementara masyarakat Amerika berdasarkan ras?

 

Banyak cendekiawan yang menyimpulkan bahwa sistem kasta Hindu mulai terbentuk ketika orang-orang Indo-Arya menyerbu anak benua India sekitar 3000 tahun silam dan berhasil menundukkan populasi setempat. Para penyerbu membentuk masyarakat yang berlapis-lapis, dimana mereka, tentu saja menempati posisi-posisi teratas (pendeta dan prajurit), menyisakan penduduk asli untuk hidup sebagai pelayan dan budak. Para penguasa berdalih bahwa sistem kasta mencerminkan hakikat jagat yang abadi, bukan perkembangan sejarah yang kebetulan terjadi.

 

Setiap kali profesi baru berkembang atau sekelompok orang baru muncul, mereka harus dikenali sebagai suatu kasta agar menerima tempat yang sah di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok yang gagal mendapatkan pengakuan sebagai kasta, secara harfiah merupakan orang buangan. Mereka disebut Dalit atau dalam bahasa Inggris disebut Untouchable (yang tidak tersentuh). Mereka harus hidup terpisah dengan orang lain dan mencari nafkah dengan cara-cara yang memalukan dan menjijikkan, misalnya memulung sisa-sisa di tempat pembuangan sampah. Bahkan anggota-anggota kasta terendah menghindari bercampur dengan mereka, makan dengan mereka, menyentuh mereka apalagi menikahi mereka.

 

Hal ini tidak hanya terjadi di India, tapi juga beberapa Negara hasil jajahan Inggris seperti Pakistan dan Afghanistan. Tak lupa Iran. Sebagaimana diceritakan oleh Agustinus Wibowo dalam bukunya Selimut Debu dan Garis Batas. Bahkan orang-orang Sunni di Iran, apalagi imigran Afghanistan karena perang, tidak diberikan pekerjaan apapun meskipun kualifikasi mereka layak. Jabatan paling tinggi yang bisa mereka dapatkan hanyalah seorang kuli bangunan dengan penghasilan di bawah rata-rata. Rumah paling mewah yang dimiliki orang Sunni di sana adalah sepetak tanah dengan bangunan tanah liat dan sebuah karpet di ruang tamu. Tidak ada tempat tidur, tidak ada dapur, tidak juga kamar mandi. Mereka hidup di lingkungan kumuh. Bahkan tidak jarang kebanyakan dari mereka ingin kembali ke Negaranya sebagai orang yang merdeka meskipun setiap hari harus berhadapan dengan bom dan ranjau.

Slaves cutting the sugar cane on the Island of Antigua, 1823

unsplash.com/@britishlibrary

Pilih yang mana? Hidup tertindas direndahkan namun tetap bisa makan atau kembali pada kebebasan namun kelaparan?

 

Lingkaran setan ini juga berlangsung di Amerika. Seperti yang diceritakan pada film Freedom Writers dimana orang-orang Eropa berkulit putih seperti penguasa Arya di India atau sekte terbesar di Iran. Andai kita hidup 3000 tahun silam berdiri di manakah kita? Membela kaum yang terpinggirkan hanya karena terlahir di sebuah keluarga kasta rendah atau menjadi jumawa karena terlahir lewat suku Arya yang terhormat?

 

Seringkali saya berpikir, bagaimana jika saya terlahir di sebuah kasta yang rendah dan terpinggirkan. Bahkan untuk menulis seperti ini saja saya tak akan pernah punya kesempatan. Bagaimana jika saya terlahir di sebuah rumah petak di sebuah pinggiran kota Teheran? Akankah saya akan mendapatkan pendidikan seperti sekarang ini? Bisakah saya menjadi pembela bagi mereka semua yang terbuang? Bisakah saya memperjuangkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan sebagai manusia? Benarkah Hak Asasi Manusia hanyalah khayalan orang-orang empunya kepentingan untuk membela golongan mereka?

Beruntungnya saya punya iman dan islam dalam dada saya. Lahir dalam keadaan Islam dan di tengah keluarga Islam, Alhamdulillah.

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abu Dzar,

 ﺍﻧْﻈُﺮْ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻭَﻻَ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻔْﻀُﻠَﻪُ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ

“Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.”

Allah menciptakan kita berbeda-beda agar kita saling mengenal satu sama lainnya. Yang membedakan di sisi Allah hanyalah ketakwaannya.

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺇِﻧَّﺎ ﺧَﻠَﻘْﻨَﺎﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺫَﻛَﺮٍ ﻭَﺃُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻛُﻢْ ﺷُﻌُﻮﺑًﺎ ﻭَﻗَﺒَﺎﺋِﻞَ ﻟِﺘَﻌَﺎﺭَﻓُﻮﺍ ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (Al-Hujurat: 13)