Orang-orang di kota boleh saja sinis mengatakan kopi pahit berasal dari biji dan proses yang buruk. Tapi, bagi orang-orang tua yang mewarisi ingatan pada situasi sulit, berpikir realistis, bahwa kopi, jagung, atau beras sama-sama memberi rasa pahit yang serupa. Sebab, ngopi tidak selalu tentang gaya hidup yang dilakukan untuk menegaskan kelas sosial tertentu. (Rumah di Tanah Rempah)

Aroma kopi yang menguar dari balik cangkir begitu menenangkan dan menyenangkan. Tahu mengapa begitu? Ada penelitian kecil yang mengatakan bahwa menghirup aroma kopi dapat menajamkan pikiran. Cukup dengan menghirupnya saja, bagaimana dengan menyesapnya sampai tandas?

Ya, menurut peneliti, hal ini berkaitan dengan ‘efek plasebo’, yaitu kondisi di mana seseorang mengharapkan peningkatan performa dan akhirnya mengarahkan mereka ke hasil yang lebih baik.

“Penciuman adalah salah satu indera yang paling kuat. Para pemimpin perusahaan, arsitek, maupun manajer ritel, dapat menggunakan aroma kopi untuk meningkatkan kinerja karyawannya,” kata Madzharov, pemimpin penelitian dari Stevens School of Business yang mengungkapkan dalam publikasi jurnalnya pada Journal of Enviromental Psychology.

jalur rempah dunia

Maka tidak heran jika kopi menjadi salah satu komoditas Indonesia yang banyak dicari, bahkan sejak sebelum zaman kemerdekaan. Hingga kini, kopi masih menjadi idola. Minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, tak memandang bagaimana status sosial mereka. Mulai dari kopi jagung atau beras hingga kopi yang dikemas cantik agar nampak indah ketika diabadikan.

Namun siapa sangka ada cerita di balik setiap seduhan kopi yang saat ini kita nikmati. Cerita di balik kekayaan jalur rempah dunia.

Kopi-Kopi Milik Belanda atau Milik Kita?

Dalam sebuah buku berjudul Rumah di Tanah Rempah saya tertarik dengan bahasan tentang Era Eksploitasi Jawa. Mungkin kita tidak akan pernah lupa dengan era tanam paksa yang diberlakukan Pemerintah Kolonial.

Menurut catatan sejarah, Parit Raya Bondoyudo diperkirakan telah dibangun sejak tahun 1600 M. Konon, parit itu menjadi salah satu pertahanan Kerajaan Lumajang dari serangan tentara Majapahit dalam Perang Bondoyudo. Tetapi kemudian Belanda melihat potensi lain untuk mengumpulkan pundi-pundi.

Pada masa penjajahan, parit dibangun sebagai bagian dari proyek irigasi untuk memaksimalkan hasil pertanian dan perkebunan. Kala itu, masyarakat diwajibkan menanam komoditi ekspor, terutama kopi, tembakau, tebu, tarum, dan teh. Ada pajak dan beban kerja setahun penuh bagi mereka yang tak memiliki lahan. Tanam paksa adalah kunci yang membawa Belanda menuju era kemakmuran.

Sistem tanam paksa yang dipelopori oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch tahun 1830 menjadi era dimana Jawa dan Sumatra menghadapi era yang paling ekspolitatif dan jauh lebih kejam dari praktik monopoli dan kongsi dagang VOC. Hingga munculnya jalur rempah dunia.

Komoditi Ekspor di Era Cultuurstelsel

Sejak dahulu hingga kini, kopi dan tembakau memainkan peran penting terhadap perekonomian Indonesia. Keberadaan kopi, tembakau juga tebu sebagai komoditi pada masa tanam paksa memberikan banyak pembelajaran pada kita, generasi muda yang saat ini tinggal menikmati. Menyesap kopi tanpa peduli.

kopi komoditas rempah dunia

Salah satu kopi kesukaan Meneer Belanda

Menurut catatan sejarah, Belanda pada era keemasan kolonialisme di abad ke-19, telah menginvestasikan miliaran gulden untuk tembakau dengan ekspansi yang mencakup banyak wilayah perkebunan di Jawa, Sumatra, Bali hingga Sulawesi. Ekspor besar-besaran terhadap tembakau telah dilakukan ke berbagai penjuru benua.

Cultuurstelsel sebagaimana yang diceritakan dalam buku Rumah di Tanah Rempah juga telah membuka keran terhadap liberalisme ekonomi di Jawa dan juga Sumatra saat itu. Multatuli pernah membawa perbincangan lebih dalam atas kekejaman yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda terhadap kaum bumi putera. Hingga akhirnya, cultuurstelsel berhasil dihapuskan dan memunculkan aturan baru atas desakan para pejuang politik etis atau politik balas budi, yaitu UU Agraria 1870.

Afdeling Malang : Penghasil Kopi Terbesar di Jawa Timur Jadi Jalur Rempah Dunia

Perkebunan kopi di Nusantara terjadi pada periode tanam paksa atau Cultuurstelsel. Komoditas kopi menjadi komoditas primadona dalam perdagangan internasional. Pemerintah kolonial Hindia Belanda membuka perkebunan kopi termasuk Afdeling Malang (Goor, 1986: 35).  Afdeling Malang bukan tempat penting sebelum masuknya ekonomi perkebunan.

Dilansir dari situs resmi Terakota, Perkebunan kopi dibuka di Afdeling Malang sejak 1832. Lokasi Afdeling Malang strategis, yakni diapit dua barisan pegunungan : pegunungan Arjuna-Kawi di sebelah barat dan Bromo-Semeru di sebelah timur. Kondisi geografis ini sangat menguntungkan karena aktivitas vulkanis gunung berapi membuat lahan menjadi subur.

komoditas kopi

Perkebunan kopi dan para pekerja yang diyakini ada di Malang. (pict from KITVL)

Saat itu, Afdeling Malang merupakan bagian dari Keresidenan Pasuruan, yang membawahi delapan distrik. Meliputi Penanggungan, Turen, Ngantang, Karanglo, Pakis, Gondanglegi, Sengguruh (Kepanjen), dan Kota Malang.

Afdeling Malang menjadi penghasil kopi terbesar di Provinsi Jawa Timur. Pada 1887-1889, menghasilkan 143.173 pikul kopi. Sedangkan daerah penghasil kopi lain seperti Besuki (Banyuwangi dan Jember) 13.630 pikul, Probolinggo 22.098 pikul, dan Jombang hanya sekitar, 4.332 pikul. Produksi kopi di Afdeling Malang hampir 10 kali lipat dibandingkan Besuki.

Kekayaan alam dan sumber air melimpah meski cuaca kemarau menjadi modal agar hasil produksi kopi di Afdeling Malang menjadi tinggi. Perkebunan kopi di kawasan Malang didominasi jenis Robusta, Arabika dan Liberia (Sardjono, 1954: 6). Sungguh kekayaan alam yang berlimpah ini tentu menjadi sumber penghasilan tersendiri bagi penduduk di sekitarnya.

“Perkembangan sektor perkebunan itu telah menarik orang-orang dari daerah di luar Malang baik dari Jawa Tengah maupun Madura,” tulis Rixvan Afgani dan Sarkawi B. Husain dari Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga dalam jurnal Indonesian Historical Studies 2018 berjudul “Manisnya Kopi di Era Liberal: Perkebunan Kopi Afdeling Malang, 1870-1930.”

potret anak-anak petani kopi

potret anak-anak petani kopi (KITVL)

Berdasar catatan yang dikeluarkan pemerintah kolonial yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), jumlah penduduk pada 1847 di seluruh Afdeling Malang sebanyak 87.990 jiwa. Komposisi penduduk di Afdeling Malang mulai beragam. Jumlah penduduk bumiputera tergolong tinggi dibandingkan dengan kawasan lain pada tahun yang sama.

Kemudian terjadi pertambahan penduduk sekitar 3.490 jiwa jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada 1846. Pertambahan penduduk terjadi di Afdeling Malang karena migrasi dan angka kelahiran. Migrasi terutama berasal dari daerah Kediri, Surabaya, dan Pasuruan.

Pembukaan lahan di kawasan distrik Kota Malang, Kepanjen (Sengguruh), dan Gondang Legi juga memicu perpindahan penduduk dari daerah lain ke Malang. Selain itu juga terjadi peningkatan kemakmuran hasil perkembangan industri, perkebunan, dan perdagangan.

Pada 1890, Malang mengalami pertambahan penduduk Eropa 150 persen dari 103 menjadi 284 dan Tionghoa 40 persen semula 465 bertambah menjadi 600 jiwa. Proses migrasi berlangsung terus hingga memasuki abad 20. Di antara lima Afdeling di wilayah Keresidenan Pasuruan, Afdeling Malang menempati rangking tertinggi dalam prosentase pertambahan penduduk dengan jumlah keseluruhan 761.555 penduduk. Diikuti Afdeling Bangil 116.031 orang dan Pasuruan 50.571.

ebuah lori melintas di dalam perkebunan kopi untuk mengangkut hasil panen. (Pict from : KITVL)

Sedangkan keluarga yang menanam kopi milik perkebunan Belanda di Afdeling Malang berjumlah 37.327 keluarga. Jumlah terbanyak tersebut didukung oleh kondisi lahan yang subur untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. (Kolonial Verslag 1916).

Perubahan penting bagi Afdeling Malang terjadi pada 1914. Terjadi perubahan status Distrik Kota menjadi kotamadya atau gemeente yang dikukuhkan dalam Staatsblad No. 297 tahun 1914 tanggal 25 Maret 1914. Keputusan ini mulai berlaku sejak 1 April 1914. Keputusan yang juga menjadikan Jawa Timur sebagai salah satu jalur rempah dunia.

Namun siapa sangka penduduknya sendiri tak bisa menikmati harumnya kopi dari tanah mereka sendiri. Justru kopi beras, kopi jagung yang merupakan “sisa” dari panen yang didapatkan. Bukan kopi kualitas premium seperti yang kita nikmati saat ini. Masa-masa kolonial dan kerja paksa yang kelam tak memberikan sisa kopi-kopi itu untuk nenek moyang kita.

Selain kopi, ada satu lagi ciri khas dari bumi Arek Malang, tanah dari Sang Raja Ken Arok berasal, yaitu tempe. Pasti semua pernah mendengar bagaimana tersohornya tempe Malang ini.

Menelisik Tempe dari Kerajaan Ken Arok dan Semerbak Rempah di Dalamnya

Ketika melihat sajian tempe dari ibu yang tak pernah tertinggal di dapur kami, saya jadi penasaran bagaimana Malang menjadi salah satu penghasil tempe terenak di Indonesia, bahkan di dunia.

Ingat dengan Fahri si tokoh utama dari film Ayat-Ayat Cinta? Ya, dia cukup sukses menjadi mahasiswa penjual tempe yang bertahan hidup di tanah Nabi Musa. Tanah dengan banyak sejarah dan kisah heroik. Ini tentu membuktikan bahwa tempe menjadi salah satu penganan terenak di dunia. Namun, siapa sangka tempe juga menyimpan sejuta kisah dalam setiap gigitan kedelai fermentasi itu?

Kata orang, rasanya tak akan pernah sama ketika tempe dibuat di luar Malang. Entah kenapa, saya pun sudah membuktikannya. Ada rasa yang berbeda di setiap gigitan yang hadir di mulut kita.

jalur rempah dunia

pict from : Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Rahasia Dibalik Gurihnya Tempe yang Dijual Fedi Nuril

Masihkah ingat dengan tokoh bernama Azzam dari novel best seller karya Habiburrahman El-Shirazy? Novel laris yang mengisahkan hidup seorang mahasiswa sekaligus pembuat tempe asal Indonesia di Mesir.

KCB atau Ketika Cinta Bertasbih menceritakan tentang Azzam mahasiswa Al-Azhar Cairo yang menyambi sebagai pedagang bakso dan tempe untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya di Kartasura. Azzam sangat rajin bekerja, memasarkan tempe-tempenya ke kalangan ibu-ibu Indonesia yang tinggal di Mesir dan juga teman-temannya yang berasal dari berbagai negara.

Tentu saja kita tidak akan membahas tentang romantisme Azzam di film maupun novel tersebut. Namun, yang akan kita bahas adalah bagaimana tempe dapat diterima oleh penduduk di sana? Memang seistimewa apa sih tempe itu? Kalau tempe yang dibuat Fedi Nuril di Mesir saja bisa membuat banyak orang jatuh hati, bagaimana dengan tempe yang dibuat di Indonesia, di Malang khususnya?

Tempe biasanya digoreng dengan menggunakan rempah-rempah. Selain bahannya yang asli dari kedelai di Pulau Jawa, jamur kapang, serta fermentasi yang pas, tempe yang digoreng menggunakan kunyit, bawang putih, ketumbar dan juga garam akan menghadirkan cita rasa tempe yang tidak akan terlupakan. Cita rasa khas Indonesia, dengan rempahnya.

Jika diperhatikan, menggoreng tempe dengan rempah seperti kunyit dan ketumbar adalah ciri khas kami, penduduk kota Malang. Penyajiannya mungkin cukup merepotkan dan tidak sama dengan penyajian tempe di tempat lain. Namun, inilah yang membuat tempe Malang terkenal dan gurih, bahkan jika hanya dikonsumsi dengan nasi saja, sudah cukup enak.

Perpaduan kedelai, kunyit, ketumbar, bawang putih serta garam akan membuat rasa tempe lebih kuat.

Tempe Malang Terabadikan dalam Manuskrip Serat Centhini

Siapa sangka kata “Tempe” sudah pernah ada yang mengejanya dari orang-orang jauh sebelum kerajaan di Jawa merasakan kejayaannya. Kata Tempe ditemukan pada manuskrip Serat Centhini jilid 3 yang menggambarkan perjalanan Mas Cebolang dari Candi Prambanan menuju Pajang dan mampir di dusun Tembayat Kabupaten Klaten, dijamu makan siang oleh Pangeran Bayat. Salah satu lauknya adalah Brambang Jae Santen Tempe.

Disebutkan bahwa kata tempe berasal dari bahasa Jawa kuno yaitu Tumpi yang berarti makanan yang berwarna putih. Tempe pada awalnya  dibuat dari kedelai hitam. Lalu Tempe dikembangkan di Jawa sebelum abad ke-16 dan dikenal di masyarakat ada Tempe Jogja, Tempe Banyumas, Tempe Malang dan Tempe Pekalongan.

Teknologi pengolahan Tempe merupakan teknologi yang berasal dari rakyat secara turun-temurun. Cara pengolahan Tempe pun sangat bervariasi, namun pada prinsip dasarnya sama, yaitu menciptakan kondisi yang cocok untuk perkembangan kapang (jamur tempe).

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus. Teknologi yang sudah ada, semua adalah hasil dari kreasi anak bangsa sendiri. Pada zaman Majapahit Tempe sudah diyakini ada. Penyebutan tempe sebagai makanan pun secara terang-terangan disebutkan dalam serat Centhini, jae santen tempe (yakni jenis masakan tempe yang dicampur santan) dan kadhele tempe srundengan.

Serat centhini ditulis sekitar tahun 1805 dengan sponsor Pakubuwono V yang mengharapkan kitab ini bisa menjadi semacam ensiklopedi gaya hidup, pandangan spiritual dan tatanan dialektis masyarakat Jawa.

Tempe Bacem Kotagede yang terkenal sering disandingkan dengan Gudeng Manggar. Tempe bacem merupakan produk kuliner Ki Ageng Mangir Wonoboyo II, musuh politik Panembahan Senopati yang kepalanya dikepruk sang Panembahan setelah menghadap sebagai menantu dengan menikahi Puteri Panembahan yang pandai menari tayub, Pembayun.

Dalam gudeng Manggar itu selalu ada tempe bacem Sargede (asal kata Pasar Gede, sebuah pasar di Kotagede), di sinilah kemudian orang Bantul mengenang Gudeg Manggar sebagai satu-satunya bentuk kemenangan atas Panembahan Senopati yang bangsawan dari keturunan luar Hutan Mentaok.

Tempe menjadi makanan yang amat terkenal setelah krisis pangan pasca Perang Diponegoro, saat itu Van Den Bosch menerapkan kerja rodi. Seluruh rakyat diharuskan menanam tanam-tanaman perkebunan seperti tebu dan karet, dan ini semakin merusak unsur hara tanah. Pada masa-masa ini tempe menjadi semacam makanan wajib.

sajian jalur rempah indonesia

Rakyat yang kelaparan dan kehilangan padinya karena harus berebut jam kerja dengan kewajiban rodi, memakan makanan yang dihasilkan dari tanaman yang gampang tumbuh seperti : Ubi, Singkong dan Kedelai. Lalu kedelai inilah yang kemudian diolah menjadi tempe. Salah satu versi sejarah menyatakan bahwa tempe ditemukan pada era tanam paksa, tahun 1875 dengan meniru makanan Cina yang bernama Koji, kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang.

Namun diantara semua jenis tempe, saya ikut bangga bagaimana tempe Malang dengan kekhasan aroma kunyit dan ketumbarnya menjadi ciri khas dan didaulat sebagai tempe terenak di dunia.

Daulat Tempe Malang Jadi Tempe Terenak di Dunia

Adalah Dr. Jonathan Agranoff, MD., MSc. yang memberikan predikat tersebut terhadap tempe Malang. Dokter ahli asal Inggris tersebut sudah sejak tahun 80-an berkecimpung dalam dunia pertempean untuk meneliti seluk beluk tempe, kuliner terbuat dari kedelai yang disebut-sebut asli Indonesia.

“Dari semua tempe yang pernah saya teliti, tempe asal Malang memiliki kulitas dan rasa yang paling bagus,” ungkap Dr. Jonathan Agranoff, MD., MSc.

Mungkin tidak berlebihan jika tempe Malang mendapatkan predikat sebagai tempe berkualitas terbaik di dunia, karena memang secara kualitas bisa dibilang lebih unggul dari tempe-tempe produksi kota-kota lainnya. Tempe Malang memiliki tekstur kedelai lebih padat, sehingga tidak mudah terputus atau hancur ketika diiris tipis-tipis.

Keunggulan ini membuat tempe Malang sangat cocok sebagai bahan baku kering tempe (orek tempe). Selain itu, jika digoreng bisa cepat kering sehingga setelah diberi bumbu kering masih terasa renyah.

jalur rempah indonesia

pict from Kemenparekraf

Tempe jenis ini juga kerap sekali dibuat mendol, sebuah kuliner khas Malang yang terbuat dari tempe yang dihancurkan dan dibentuk bulat lonjong sebelum digoreng. Ketika tempe ini dihancurkan, warnanya akan tetap menggairahkan dan menggugah selera siapa pun. Setelah digoreng, aroma daun jeruk purut dari mendol ini benar-benar membuat perut keroncongan.

Selain cocok diolah menjadi kering/orek tempe, tempe Malang juga menjadi bahan baku yang terbaik untuk keripik tempe. Jika dibandingkan, keripik tempe yang dibuat dari tempe jenis ini dengan keripik tempe yang bahan bakunya tempe jenis lain maka akan terasa perbedaan nyatanya. Keripik tempe dari tempe Malang yang sering menjadi buah tangan atau oleh-oleh para wisatawan yang berkunjung ke kota bunga ini dinilai lebih gurih dan renyah dibanding keripik tempe dari tempat lain.

Jalur Rempah Dunia

Para pedagang mempertaruhkan nyawa dan kekayaannya untuk memasarkan, juru masak meramunya untuk melezatkan hidangan, ahli kesehatan meraciknya untuk pengobatan. Para raja mengirim ekspedisi mengarungi samudera untuk mendapatkannya, diplomasi demi diplomasi dirajut, hubungan antarmanusia menjadi global dan sejarah peradaban manusia berubah. Sebegitu pentingnya rempah-rempah dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi penghela perkembangan ekonomi, sosial budaya, dan politik dalam skala global.

Jalur Rempah Dunia, telah menjadi simpul peradaban bahari Nusantara, jalur kebudayaan dan peradaban yang bukan sekedar sebagai akses pertukaran niaga, tetapi juga membawa serta gagasan, pengetahuan, seni dan budaya di sepanjang rute perjalanan dari ujung paling timur kepulauan Indonesia melewati selat Malaka sampai Afrika, Timur Tengah dan Eropa.

Berabad-abad lalu rempah telah menjadi komoditas bernilai tinggi. dari banyak kepulauan di nusantara, rempah dibawa dan diperdagangkan dari lintas pulau ke berbagai penjuru dunia.

Cita rasa rempah tidak hanya melabuhkan kapal dari luar nusantara namun juga menciptakan suatu titik dan jejak budaya yang kita sebut sebagai jalur rempah.

Jalur rempah menjadi bukti nyata bahwa rempah tidak hanya berperan sebagai komoditas namun juga andil dalam perkembangan peradaban dunia dan menjadi nafas kebudayaan bahari Indonesia. Inilah jalur rempah. Jejak-jejak kekayaan bangsa di masa lalu yang terus digali dan direkonstruksi. Suatu program yang diusahakan secara kolektif untuk maju sebagai warisan dunia UNESCO.

Titik titik itu menyatu, melebur dan menjadi rajutan. Rajutan itulah yang berasal dari Indonesia sentris jauh sebelum kehadiran bangsa-bangsa Eropa.

Ada interaksi di sana. Interaksi yang meneguhkan kebhinekaan kita, sekaligus meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jalur rempah Indonesia bahkan jauh lebih luas dibanding jalur rempah China. Maka sudah selayaknya kita turut bangga, melestarikan, serta menjadikannya serupa napas dalam kehidupan kita.

Dalam diskusi ”Menggali Ulang Sejarah Rempah Nusantara” di harian Kompas, akhir Januari lalu, Susanto Zuhdi mengatakan :

Keberuntungan kita adalah bangsa-bangsa Eropa mencatat sejarah pencarian rempah di Nusantara dan bangsa yang kalah adalah bangsa yang hanya mengingat, tetapi tidak mencatat. Jangan sampai kita akhirnya “kalah” karena terus-menerus terbuai dalam romantisme ingatan, tetapi lupa untuk berbuat. 

 

Referensi pendukung :

Jalur Rempah Dunia RI

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Facebook Official Account

Republika : Budidaya Kopi yang Mengubah Kota Malang

Rumah di tanah rempah oleh Nurdiyansah Dalidjo

Nationalgeographic

Journal of Enviromental Psychology about Coffee

ngalam.co

TimesIndonesia.co.id

Ikuti juga Komunitas Pertanian Sariagri yuk untuk mendukung pertanian di Indonesia.