Ketahanan Pangan masih menjadi isu hangat dan menarik untuk dibahas saat ini, sejak virus Covid-19 menyerang Indonesia. Saya dan keluarga pun tidak luput dari isu tersebut dan berusaha menjadi warga negara yang ingin ikut membantu ketahanan pangan di Indonesia. Lahirlah cerita ini, based on true story.

Ketahanan Pangan ala Lady Cempluk

Siang itu Lady Cempluk mengirim pesan singkat pada suaminya, Jon Koplo. Isinya perintah untuk segera pulang ke rumah karena ia ingin diantar ke suatu tempat.

Benar saja, Jon Koplo hari itu pulang cepat. Kalau biasanya sampai rumah jam 5 sore, kini jam 4 sore ia sudah berada di rumah. Segera menghadap istri yang dicintainya itu.

ketahanan pangan

“Yuk, jadi berangkat kan?” ucap Jon Koplo setelah mencuci seragamnya sendiri sebelum menjumpai Lady Cempluk dan anak kesayangannya, Gendhuk Nicole. Semua karena seruan protokol kesehatan dari Pemerintah. Jon Koplo jadi super tertib menjaga kebersihan.

“Jadi dong Beb… Aku siap-siap dulu ya.” Ujar Lady Cempluk kemudian sambil berlalu meninggalkan suami dan anaknya bermain, sementara ia berganti baju.

Berangkatlah mereka, tidak lupa memakai masker dan berbekal hand sanitizer. Sepuluh menit menempuh perjalanan dengan motor, akhirnya sampai juga mereka di pasar bunga. Untuk apa ke kebun bunga? Batin Jon Koplo.

“Kamu ngga nanya kenapa aku minta kesini?” Ujar Lady Cempluk seolah-olah bisa membaca pikiran Jon Koplo.

“Kenapa memang Beb? Kamu mau beli bunga?” Jon Koplo bertanya-tanya sambil mengekor istrinya yang hendak mampir ke salah satu kios.

“Buk, bibit kangkung sama sawinya ada?” Tanya Lady Cempluk pada seorang penjual.

“Ada mbak, sebentar ya.” Jawab sang penjual.

“Jadi Beb, kita ini harus punya bekal ketahanan pangan! Semuanya harus ditanam sendiri mulai sekarang. Kamu tahu kan bahan pangan semakin mahal semenjak Mbak Corona itu menyerang? Apalagi sayuran! Tuh viral video petani sayur bagi-bagi hasil panennya gratis karena ngga laku. Aku mau menanam sayur sendiri, sekalian kita beli bibit lele untuk lauk sendiri juga.” Lady Cempluk menjelaskan panjang lebar. Semangatnya menggebu.

“Terserah kamu sajalah..” Jon Koplo pasrah. Mau dijawab apapun juga, Lady Cempluk tidak sedang mencari persetujuan, melainkan pembenaran.

 

“Sepuluh ribu mbak.” Ujar sang penjual.

“Beb minta uang sepuluh ribu.” Lady Cempluk langsung saja menodong Jon Koplo yang kaget dan seketika pucat pasi.

“Beb, aku ngga bawa uang. Kan ganti celana tadi. Di dompet juga kosong. Cuma ada ATM.” Bisik Jon Koplo di telinga istrinya.

“Lho gimana sih aku juga ngga bawa uang lho ini!” Lady Cempluk berbisik tak kalah kerasnya.

“Kamu kan tadi ndak bilang mau kemana, katanya ayo ikut saja.” Jon Koplo membela diri.

“Ya masa keluar rumah ngga bawa uang kan ngga masuk akal!” Lady Cempluk mulai naik pitam. Malu pada penjual dan kecewa akan dirinya sendiri yang lalai. Namun ditutupinya agar seolah-olah suaminya yang salah.

“Ya sudah aku cari ATM dulu. Kamu tunggu di sini.” Jon Koplo mengalah.

“Ngga usah kita balik aja. Aku bilang ngga jadi ke ibu penjualnya.” Lady Cempluk menampakkan tanda-tanda ngambeknya.

“Kamu punya dua ribu buat bayar parkir?” Tanya Jon Koplo tanpa basa-basi.

Lady Cempluk pun melotot. Bahkan uang dua ribu rupiah pun mereka tak membawa? Batinnya.

“Pak Jon Koplo, aku ini kan sibuk sama anakmu si Gendhuk, apa aku ingat harus bawa uang parkir juga?” Lady Cempluk sangat kesal hingga menyebut nama lengkap suaminya. Wajahnya memerah. Tanpa berkata-kata lagi Jon Koplo bergegas mencari ATM agar mereka bisa keluar dari pasar bunga sore itu. Tidak mungkin kan bilang ke tukang parkir kalau mereka tidak punya uang dua ribu rupiah untuk membayar parkir? Bisa-bisa preman satu pasar bakal memburu mereka hingga babak belur. Tau sendiri kan preman pasar galaknya seperti apa.

Apes, nasib-nasib.

Udah pulang kerja capek-capek, disuruh jalan kaki pula cari ATM.” Gerutu Jon Koplo sambil mencari-cari ATM di tengah jalan raya yang lengang.

Cerita ini dimuat di Koran Solo Pos pada kolom “Ah Tenane” pada 30 Juni 2020

Solo Pos Ah Tenane Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan Solo Pos

Cara Kirim Naskah

Tulis pada file MS Word, sekitar 1-2 halaman A4 dengan font Times New Roman 12 spasi 1,5.

Di bawah naskah cantumkan biodata sesuai KTP dan nomor rekening bank. Lebih disukai menyertakan juga foto diri dan foto KTP, meski tidak wajib. Naskah dikirim via lampiran pada email, lalu berilah kata pengantar dengan bahasa sopan kepada redaksi di badan email. Alamat email: redaksi@solopos.co.id dengan subject: Ah Tenane.

Setiap hari, Solopos butuh 1 cerita Ah Tenane, kecuali hari Minggu dan tanggal merah. Honor yang disediakan untuk tulisan ini adalah Rp75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah) yang ditransfer ke rekening penulis sekitar sebulan setelah pemuatan.

*Sumber : Group ODOP Tembus Media

Baca juga : Jebul Mimpi Edisi Ah Tenane