Saya seringkali dibingungkan dengan pertanyaan generalis dan spesialis, mana yang sebenarnya baik untuk saya?

Setelah memasuki usia 30-an seperti sekarang, saya jadi takut mau ikutan kelas ini itu, padahal memang saya inginkan itu. Takut karena banyak orang yang mengatakan bahwa spesialis itu lebih baik dibanding generalis. Padahal kan, anak saya nantinya butuh Ibu yang “tahu segalanya” melihat pelajaran anak SD sekarang tuh rasanya susah-susah semua.

generalis dan spesialis

Seasons In Life

Saya sudah pernah menuliskan soal seasons in life ini di themeaningfull.com, salah satu kanal saya lainnya untuk berbagi tentang Psikologi dan Self Development.

Your twenties are the times you are supposed to be fighting it out -John mayer-

Layaknya bumi yang mengalami musim semi, musim panas, musim gugur dan juga musim dingin. Begitu juga dengan hidup kita. Ada musim di mana kita menabur bibit, ada musim di mana kita menuai buahnya. Ada juga musim di mana kita berguru, ada musim di mana kita menjadi guru.

Saya pun ikut mempercayai bahwa usia 20 tahunan adalah musim yang seharusnya menjadi musim paling eksperimental dalam hidup seseorang. Itu artinya kita menjadi generalis di rentang usia tersebut, dan itu sama sekali tidak salah. Malahan bisa menambah pengalaman kita.

Sehingga ketika ada pertanyaan Generalis vs Spesialis mana yang lebih baik? Maka kita pun perlu menyesuaikan konteks pertanyaan tersebut dengan di musim manakah kita hidup?

Generalis dan Spesialis, Keduanya Jadi Yang Terbaik di Musim Masing-Masing

Kalau saat ini teman-teman sedang hidup di musim 20tahunan, maka yang sangat disarankan oleh banyak orang-orang berhasil di luar sana, termasuk John Mayer dan Fellexandro Ruby bahwa usia 20tahunan akan jadi musim yang sangat bagus untuk mencoba dan mengalami sebanyak mungkin hal-hal yang teman-teman minati.

Cicipi kesehariannya, orang-orang yang berprofesi di dunia ini itu seperti apa? Tipe-tipe kliennya, model bisnisnya seperti apa, role model nya siapa, who are the players in the industry, dan as we discussed above, skill-skill apa yang perlu teman-teman bangun untuk bisa menjadi apa yang terbaik di bidang itu.

Cocokkah dengan nature, DISC, dan value yang teman-teman pegang?

Singkatnya, teman-teman perlu menggunakan mindset generalis di fase eksplorasi. Tapi ketika teman-teman sudah menemukan 1 – 2 hal yang teman-teman rasa adalah “aku banget”, go all in! Maksimalkan dan curahkan semuanya kesana. Invest waktu dan tenaga teman-teman untuk menjadi spesialis.

Sebagai contoh yang dituliskan oleh Fellexandro Ruby dalam bukunya You Do You, yakni tentang Roger Federrer. Tahu kan Federrer? Yes, seorang petenis yang sudah memenangkan 20 grand slam, sebuah rekor yang belum bisa dipecahkan oleh siapa pun.

Tapi yang jarang kita bahas adalah tentang masa mudanya. Seperti apa masa muda Federrer ini?

Jadi, Federrer ini mencoba berbagai macam jenis olahraga selain tenis, seperti renang, basker, ping pong hingga skateboarding. Pertanyaannya, apakah Federrer seorang generalis karena mencoba berbagai bidang olahraga? Atau kita baru akan melihat Federrer sebagai generalis kalau dia juga mencoba bidang lain selain olahraga?

generalis vs spesialis

Itu jadi keputusan kita tentu saja, yes we decide. Namun yang pasti adalah Federrer menggunakan masa mudanya untuk melakukan eksplorasi. Lalu sesudah itu fokus pada satu bidang spesialisasi.

Jadi Sudah Tahu Kan? Pilih Generalis Atau Spesialis

Jika usia 20 tahunan lebih baik menjadi generalis, jadi kapan dong kita cocok jadi spesialis? Apakah benar di usia 30 tahunan harusnya kita sudah menemukan apa yang menjadi spesialisasi kita?

Jawaban ini tergantung dengan apa tujuan hidup kita dan sudah sampai mana kita melangkah. Istilah kerennya sih ada kaitannya dengan Ikigai. Bagi yang belum tahu apa itu Ikigai, yakni semacam potensi, passion dan hal-hal yang kita lakukan dan itu semua membuat kita bahagia dan kehidupan bisa terpenuhi dengan itu semua.

Jadi ketika kita sudah menemukan tujuan hidup, dan sudah mulai memetakan apa saja yang harus kita capai tahun ini, dua tahun lagi, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi bahkan hingga 20 tahun lagi. Maka sudah saatnya kita mulai menentukan “spesialisasi” itu sendiri.

“Aku sudah cukup kok Kak eksplorasinya, jadi di usia 27 tahun aku pengin mulai menekuni bisnis.”

Bisnis yang seperti apa, siapa saja target marketnya, ilmu apa saja yang harus dimiliki ketika memulai sebuah bisnis, mengikuti perkumpulan pebisnis, upgrade diri untuk memperluas ilmu dan juga relasi, ini semua menjadi salah satu upaya yang harus kita lakukan jika ingin menjadi spesialis. Bahkan ketika usia belum mencapai kepala tiga.

Jadi tidak ada salahnya kok menjadi generalis di usia 30 tahunan, barangkali di usia 20 tahunan kita belum bisa mengeksplor seluruh kemampuan dan juga mencari pengalaman karena suatu hal. Oleh karena itu kita baru bisa menjadi spesialis mungkin di usia 40 hingga 50 tahunan nanti? Its okay, setiap hidup ada musimnya, sebagaimana yang sudah saya sampaikan di atas ya.

Tak usah berkecil hati jika memang teman-teman mulai menekuni passion “agak terlambat” bagi banyak orang. Karena seperti yang sudah disampaikan oleh Fellexandro Ruby, setiap fase hidup itu ada musimnya. Setiap orang punya fasenya masing-masing.

Kalau diminta untuk memilih, generalis menjadi hal yang cukup menantang bagi saya sebagai Ibu Rumah Tangga dan tentu saja saya tidak mau menjadi generalis selamanya. Namun apalah daya, kehidupan saya seperti baru dimulai di usia 29 tahun setelah beberapa tahun sebelumnya sakit, harus bedrest total.

Untuk teman-teman yang saat ini sudah cukup waktunya untuk eksplorasi, segera jadi spesialis yuk! Hehehe..

Generalis dan Spesialis, jadi mana yang lebih baik? Sudah tahu kan jawabannya apa?

Semoga artikel ini bermanfaat ya!

 

Referensi : You Do You by Fellexandro Ruby