“Apa asumsi orang lain terhadap identitas diri sendiri yang pernah Anda dengar?”

Pertanyaan itu muncul dari seorang fasilitator sebuah acara dialog ulama perempuan muda yang dinaungi oleh AMAN (Asean Moslem Action Network) Indonesia siang itu. Pertanyaan yang kelihatannya mudah, namun cukup sulit ketika saya hendak menuangkannya dalam tulisan. Kami diberi waktu dua menit untuk memikirkan jawabannya, juga dua menit untuk mengungkapkannya di depan peserta lain.

 

Setiap kali dialog terstruktur itu diadakan, kami berdua belas selalu dikejutkan dengan pertanyaan-pertanyaan tak terduga seperti yang saya dengar siang itu. Pertemuan kedua bulan ini diputuskan untuk membahas tentang Poligami. Isu yang menarik, sensitif, sekaligus memacu adrenalin karena selalu terjadi perdebatan di sana sini ketika membahas hal ini. Meskipun sesama perempuan, ternyata sikap kami pun berbeda-beda terhadap isu ini.

 

Kembali pada pertanyaan pertama, apa asumsi orang lain terhadap diri saya? Agak lama sebenarnya saya memikirkan ini. Karena saya tipe orang yang lumayan cuek, tidak memperhatikan apa yang orang nilai tentang diri saya. Ketika ada orang yang tidak menyukai saya dalam hal berpakaian, maka saya anggap itu soal selera yang berbeda. Begitu juga dengan hal lain, karena memang manusia tidak dilahirkan untuk memiliki kesamaan karakter atau pun sifat. Sehingga saya kesulitan untuk menangkap apa yang orang nilai tentang saya selama ini. Saya mencoba meraba-raba bagaimana tanggapan orang-orang terhadap saya akhir-akhir ini.

 

Teringat biografi yang dibuat dua orang teman di ODOP Batch 7.

Ulasan beliau berdua ada di sini :

https://bumiarena.blogspot.com/2019/10/diskusi-buku-dan-literasi-serupa-nafas.html

https://herryjaesung.blogspot.com/2019/11/jihan-mawaddah-lahir-di-malang-tanggal.html

 

Lalu saya pun menuliskannya saat itu juga. Apa yang orang nilai dari saya adalah sebagai seorang aktivis perempuan, pelayan kegiatan sosial, dan juga pencinta buku. Tak jarang orang-orang di kantor mengatakan saya bisa melakukan segala hal. Padahal itu tidak benar. Bahkan untuk urusan perkomputeran hingga design tak jarang diserahkan pada saya. Meskipun bukan jobdesk saya saat itu akhirnya harus dikerjakan juga sebisanya. Maklum, menjadi anak paling muda di sana menjadikan saya harus serba bisa. Disuruh ini itu, nurut aja lah. 

 

Ketika diharuskan untuk memilih fokus pada satu hal untuk blog, sepertinya saya akan fokus pada hal yang saya senangi. Seperti yang dipaparkan dua kawan saya di ODOP itu. Saya menyukai buku sama seperti saya menyukai kamu, eh. Maaf salah fokus. Saya menyukai buku sama seperti saya menyukai kegiatan menulis. Kegiatan yang membuat saya lepas dari kepenatan dan kepayahan.

 

Kegiatan menjadi pelayan kegiatan sosial dan relawan Penggiat Anti Narkoba adalah kegiatan pendukung pekerjaan saya sebagai penyuluh di wilayah Kementrian Agama. Khususnya di bidang Narkoba dan HIV AIDS. Beberapa kali saya juga berkesempatan untuk mengisi materi untuk kader-kader TB dan HIV AIDS. Alhamdulillah, saya pun menyenangi kegiatan itu. Tidak merasa salah jurusan atau salah kerjaan.

Pekerjaan yang menuntut saya untuk selalu berinteraksi dengan manusia selalu menarik buat saya. Berbagai persoalan hidup dari perempuan-perempuan yang saya temui selalu menjadi pelajaran tersendiri bagi saya. Benarlah apa yang dikatakan oleh Om Roem Topatimasang bahwa semua orang adalah guru. Semua buku adalah ilmu, dan semua tempat adalah sekolah. Beginilah Allah menunjukkan jalan hidup. Tantangan pekan pertama untuk menulis niche yang diinginkan untuk blog tampaknya juga semakin memperjelas dimana passion saya sebenarnya. Dimana saya seharusnya menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Tidak hanya blog ini saja yang kemudian akan jelas arah tujuannya, tapi juga tujuan hidup saya nampaknya lebih mengerucut lagi setelah menuliskan ini. Saya menyukai setiap orang yang bertemu dengan saya. Mereka memberi pelajaran tersendiri untuk saya. Apa pun yang mereka bawa. Buku-buku yang saya baca pun ulasannya tak jauh dari segala hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. Kata Kak Rindang, dosen pembimbing saya dalam penulisan Buku Biografi yang menjadi buku solo pertama saya, inilah yang disebut dengan blog berniche humanity.

You must not lose faith in humanity. Humanity is an ocean; if a few drops of the ocean are dirty, the ocean does not become dirty. –Mahatma Gandhi