Berbicara soal mengolah sampah, kebayang ngga sih akan lari kemana sampah-sampah yang setiap hari kita buang dan berkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Akhir)?
Apakah mereka akan berakhir dan lenyap begitu saja? Tentu ada proses panjang menuju kesana.
Tentu teman-teman tak lupa ya mengenai permasalahan yang terus menerus ada di tempat pembuangan sampah terbesar; Bantar Gebang. Hampir setiap tahun gunungan sampah tersebut menimbulkan masalah baru. Inilah yang menjadi permasalahan kita bersama.
Permasalahan sampah tidak bisa dianggap sebagai permasalahan yang remeh. Sampah menjadi permasalahan serius kita bersama yang harus segera diselesaikan. Dalam webinar yang saya ikuti beberapa waktu lalu, saya mendapat banyak pengetahuan baru bagaimana para cendekiawan, peneliti, pemerintah daerah dan juga pengusaha bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan ini bersama-sama.
Persoalan Sampah di Indonesia
Bersama dengan Universitas Lambung Mangkurat dan UIN Raden Mas Said Surakarta pagi itu saya mengikuti webinar tentang bagaimana beliau-beliau semua ini melakukan penelitian untuk menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia.
Sampah di Indonesia masih belum dikelola dengan benar, sebagaimana yang telah kita ketahui. Bukan hanya oleh Pemerintah tapi juga lingkup terkecil dari komunitas, yakni keluarga masih belum bisa mengelolanya dengan benar. Akhirnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya menjadi gunung-gunung sampah. Hanya menjadi timbunan sampah dan akhirnya jadi masalah baru.
Secara periodik gunungan tersebut menjadi masalah. Karena memang kita belum serius untuk menyelesaikan masalah sampah tersebut.
Rumitnya permasalahan sampah kita daridulu belum ada budaya memilih, memilah, dan memisakan sampah. Limbah dari apapun jadi satu. Dimasukkan kresek atau kantong plastik lalu dibuang.
Sehingga timbunan2 sampah yang ada di TPA adalah sampah multijenis/sampah dari berbagai sumber. TPA bukan tempat pemrosesan akhir tapi tempat pembuangan akhir. Di sana praktis tidak ada proses yang terjadi. TPA akan menjadi tempat ratusan pemulung beraktivitas. Tapi kehadiran pemulung pun tidak menyelesaikan masalah tersebut. Karena lebih dari 80% adalah sampah campuran yang seolah tidak bisa kita manfaatkan lagi.
Mengintip Pengolahan Sampah di Negara Lain
Persoalan membuang sampah yang sudah terlanjur menjadi habit inilah yang harus kita perbaiki. Jadi membuang sampah bukan hanya sekadar membuang saja, tapi peru dipilih dan dipilah sebelum diletakkan di tempat sampah.
Sebagai gambaran, dalam webinar digambarkan bagaimana negara Jepang mengolah sampah mereka. Pengolahan sampah dimulai dari diri sendiri. Ada budaya memilih, memilah dan memisahkan yang dilakukan oleh masyarakat, bahkan kebiasaan tersebut sudah ditanamkan sejak kecil.
Tempat sampah yang ada di tempat umum sedikitnya ada enam jenis, dan kita harus mematuhinya ketika ingin membuang sampah. Ada sampah plastik, sampah kertas, sampah berupa tutup botol. sampah yang bisa didaur ulang, sampah dari kardus, dan lain sebagainya, semua sudah punya tempatnya sendiri.
Jadi ketika diproses, sampah tersebut sudah terpisah dan tidak menyulitkan pengelola sampah. Bahkan ada hari-hari tertentu yang diizinkan untuk membuang sampah-sampah tertentu saja. Misalnya untuk membuang sampah kain hanya boleh dilakukan hari Rabu, dan masih banyak lagi praktik pemilahan sampah yang dimulai dari skala kecil.
Praktis hampir tidak ada sampah organik. Sehingga sampah sudah bukan lagi jadi masalah di sana, dan sudah semestinya demikian.
Kolaborasi Bersama, Mengolah Sampah Menjadi Berkah
Pengelolaan sampah akan jadi lebih mudah jika rumah tangga (lingkup skala terkecil) dapat memilih, memilah dan memisahkan sampah sejak dibuang dari tempat awalnya (rumah). Karena lebih dari 80% sampah yang ada di TPA ternyata berasal dari rumah tangga.
Sampah yang 80% tersebut lebih dari 50% juga termasuk ke dalam sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang. Hanya sekitar 20% sampah saja yang bisa dimanfaatkan (organik maupun nonorganik).
Secara umum sampah dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu :
- Sampah organik
- Material daur ulang
- Residu
Yang menjadi masalah utama adalah sampah residu yang biasanya terdiri dari : plastik, kain, pampers (sekaligus dengan kotorannya), dan lain sebagainya.
Sementara itu nilai ekonomi dari sampah-sampah yang sudah dipilah ternyata masih belum cukup untuk membayar pekerja di dalamnya. Inilah yang menjadi masalah kita bersama. Oleh karena itu para cendekiawan, peneliti, pemerintah daerah, hingga pengusaha bekerjasama untuk membuat inovasi agar sampah-sampah yang menjadi masalah tersebut bisa dipilih, dipilah dan kemudian dimanfaatkan.
Pengolahan Sampah Plastik dan Sampah Makanan
Disamping pengelolaan sampah 3r, pengolahan sampah plastik hingga sampah makanan dan yang lainnya diinisiasi oleh daurulang.id melalui teknologi Reinigen. Yakni teknologi yang menjadi salah satu cara mengolah sampah agar bermanfaat dan punya nilai ekonomi sehingga dapat menopang perekonomian di sekitarnya. Teknologi ini termasuk yang paling mudah dan akhirnya dikembangkan.
Sistem pengolahan sampah dengan inovasi teknologi mesin pencacah sampah dan pengayak kompos ini ternyata lebih efektif dan efesien. Hasil pengolahan sampah organik berupa kompos digunakan untuk pupuk tanaman hias dan herbal yang ditanam di lahan sekitar TPS untuk dijual. Selain itu untuk meningkatkan kualitas hasil pengomposan akan diterapkan teknologi kompos cacing (kascing).
Prosesnya ketika sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) tanpa terpilah dan tercampur tersebut dimasukkan ke dalam mesin cacah – pilah. Setelah berhasil dicacah dan dipilah, akan dibedakan menjadi sampah anorganik dan sampah organik.
Sampah anorganik akan diolah juga melalui sebuah mesin proses pembuatan bahan komposit pada tungku vertikal dan akan menghasilkan bahan baku industri.
Adapun sampah organik akan ditambahkan kultur campuran dan akan menghasilkan pupuk dan kompos.
Dari pemilahan dan pengolahan tersebut juga dapat menghasilkan paten formula komposit multijenis. Formula tersebut juga sudah dipatenkan melalui riset yang cukup sederhana. Limbah plastik multi jenis (tanpa sortir) dengan formulasi tertentu sudah diusulkan sebagai paten. Sebagai penemu yakni Bapak Sunardi, Wiwin Tyas Istikowati, Sugeng Waluyo, dan juga Yuris Sarifudin. Keempatnya sebagai penemu sekaligus peneliti.
Usulan paten tersebut juga sudah dikembangkan produksinya. Tidak hanya panel komposit, tapi juga dapat menjadi pembuatan kusen (kusen kayu ke depannya dapat digantikan oleh komposit plastik multijenis), paving blok, dan juga papan dekoratif. Semuanya sudah dijual secara online. Harapannya bisa menggantikan semen, papan kayu yang harganya saat ini jauh lebih tinggi dibanding harga dari plastik komposit ini.
Produksi komposit plastik merupakan hasil kerjasama dari multidisiplin dan didukung oleh pengusaha yang berkomitmen untuk mengelola dan memanfaatkan sampah. Sampah plastik diambil dari TPA tentu hasilnya ada yang basah dan kering. Yang basah dijemur terlebih dahulu (tanpa pilah tanpa cacat), lalu setelah plastik mengering dimasukkan karung untuk ditimbang. Barulah dimasukkan ke mesin untuk dijadikan beberapa produk.
Komposit plastik (di Klaten) tersebut sebagaimana yang telah disebutkan bisa menjadi paving, berbagai macam panel dekoratif dan bisa juga berupa kusen.
Namun hambatannya dari sisi cost, belum bisa digunakan sistem batch, tapi sistem continue. Sehingga bisa bekerja secara continue agar dari segi biaya dapat lebih terjangkau.
Semua konsep ini bisa teman-teman lebih lengkap dan rinci (termasuk harga alatnya) melalui laman daurulang.id.
Mengolah Sampah Makanan
Siapa sangka Indonesia menempati urutan ke-2 negara dengan food waste terbanyak di dunia. Diproduksi hampir 300 kg per tahun per orang. Padahal limbah makanan ini akan berdampak pada pencemaran udara, air dan tanah.
Solusi di atas dicoba untuk digabungkan menjadi satu kesatuan yang harmonis yang disebut dengan thermal composer. Alat ini merupakan prototipe dari peneliti. Harapannya limbah makanan akan menghasilkan produk dalam waktu singkat. Meskipun baru mampu untuk dijadikan produk dalam waktu 3 hari.
Karena jika tidak diolah biasanya butuh waktu pengomposan yang cukup lama : yakni 30 hari. Tidak bisa dipungkiri juga akan menimbulkan bau yang tak tidak sedap.
Oleh karena itu team mulai fokus bagaimana caranya agar limbah makanan ini bisa diolah. Masyarakat menginginkan limbah makanan segera terolah agar tidak menimbulkan bau tak sedap dan cairan yang dapat mencemari tanah dan air itu sendiri tidak akan sampai ada. Meskipun alat prototipe ini masih bisa menampung 2,5 kg sampah saja setiap harinya.
Oleh karena itu masih banyak membutuhkan saran ataumasukan agar prototipe ini bisa disempurnakan dan bisa lebih bermanfaat untuk masyarakat Indonesia.
Pengelolaan sampah di Indonesia memang masih belum sempurna. Namun hadirnya alat dan juga penemuan yang sudah disebutkan di atas kita punya harapan besar bahwa suatu saat nanti persoalan sampah tidak lagi menjadi masalah ribut rutin setiap tahun. Tidak lagi menjadi masalah periodik yang akan merugikan anak cucu kita kelak.
Semoga artikel pengelolaan sampah ini bisa menjadi motivasi bagi kita semua, sekaligus membawa manfaat bagi pembaca. Mulai sekarang kita bisa terapkan dari lingkup terkecil untuk memilih, memilah dan mengolah sampah menjadi hal yang lebih bermanfaat dan punya nilai ekonomis. Karena perubahan besar dimulai dari hal yang terkecil.
Bagaimana teknik teman-teman untuk mengolah sampah di rumah? Bisa bagikan di kolom komentar yuk!