selimut polusi

Seolah tahu bahwa kelak langit akan selalu gelap dan bintang tak akan terlihat, almanak Hijriah atau kalender Hijriah yang sudah dicetuskan sejak sebelum Nabi Muhammad wafat seolah menjawab kekhawatiran saya, sebagai seorang Muslim yang takut tidak akan bisa membedakan, kapan matahari terbit dan dilarang untuk salat Subuh. Kapan bulan Ramadan akan dimulai karena ufuk tak terlihat akibat selimut polusi yang menggerogoti bumi. Kapan waktu Ied tiba? Besok atau hari ini?

Suatu hari, guru ngaji saya bercerita tentang pengalamannya “mengisi” ceramah di tengah laut, di sebuah tempat pengeboran minyak milik perusahaan swasta di Indonesia. Saat itu beliau ingin memastikan waktu Subuh yang tengah “dikritisi” oleh beberapa ustadz. Waktu Subuh yang selama ini kita yakini berdasarkan almanak Hijriah dikatakan tidak tepat. Selisihnya bisa sampai belasan menit.

Tentu saja hal ini menjadi kondisi yang mengganggu bagi kita yang selama ini Salat Subuh berdasarkan almanak Hijriah. Nyatanya memang ketika guru saya berada di tengah laut dan tengah menantikan “benang merah” di waktu Fajar, ternyata “benang merah” yang dimaksud dalam hadist tak kunjung terlihat.

Tentu saja pengamatan yang dilakukan oleh guru saya tersebut tidak hanya satu atau dua hari saja. Tapi lebih dari 7 hari, mengingat keberadaan guru ngaji saya di sana selama seminggu lebih hingga ia kembali ke daratan.

Benang merah fajar tersebut tak lagi terlihat karena selimut polusi di bumi ini. Pernyataan guru ngaji saya ini tentu saja bukannya tidak berdasar. Justru beliau telah melewati banyak fajar di sana, mengamati, kemudian menganalisis dengan data-data yang sudah ada, hingga mendapat kesimpulan bahwa penggunaan almanak Hijriah atau kalender Hijriah dalam hal ini adalah salah satu solusi yang tepat. Karena bumi kita tidak lagi sama dengan bumi ribuan tahun yang lalu.

Hari yang Meragukan

Dalam sebuah terminologi fikih Islam (hukum-hukum syariah yang bersifat amaliah dan dikaji dari dalil-dalil/dasar-dasarnya secara terperinci) terdapat satu istilah yang disebut Yaumus Syak atau hari yang meragukan. Mengapa disebut demikian?

Karena ada satu masa ketika terjadi sebuah  ketidakpastian, apakah pada hari itu merupakan hari terakhir sebuah bulan yang sedang berjalan? Ataukah merupakah awal hari dari bulan setelahnya?

Ketidakpastian penentuan hari itulah yang disebut dengan hari yang meragukan. Sebagaimana yang telah kita alami bertahun-tahun sebagai seorang Muslim di Indonesia. Ada tahun-tahun dimana kita berselisih pendapat tentang penentuan awal Ramadan, hari Idul Fitri, dan lainnya.

Problem yang menyebabkan hari yang meragukan itu disebutkan oleh para ulama karena hilal yang tidak terlihat. Hilal yang tidak terlihat tersebut disebabkan oleh faktor alam yang tidak mendukung mata kita bisa melihatnya. Atau karena memang penglihatan manusia yang terbatas.

Faktor alam tersebut bisa jadi karena apa yang kita amati tertutup oleh mendung, oleh hujan, oleh awan, atau bahkan karena selimut polusi yang akhir-akhir ini semakin menjadi-jadi. Sehingga dari tahun ke tahun hampir selalu ada perbedaan penentuan hari awal Ramadan, akhir Ramadan hingga hari raya.

Meskipun penggunaan pendekatan rukyat/penglihatan untuk penentuan awal bulan Qamariyah ini juga tidak luput dari kekeliruan manusia. Seperti waktu pengamatan, lokasi observasi dan yang paling berpengaruh adalah faktor pengamat itu sendiri. Karena pengamat tidak hanya harus sehat secara lahir, namun ia juga dituntut memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengidentifikasi dan juga memiliki keadaan psikologis yang baik.

hajar selimut polusi

Lalu apa sih sesungguhnya hubungan selimut polusi dan penentuan awal bulan Hijriah?

Selimut Polusi dan Penentuan Awal Bulan Hijriah

Penentuan awal bulan Hijriah memang ada yang menggunakan metode hisab atau perhitungan, namun ada juga yang menggunakan rukyat hilal (melihat hilal). Yakni sebuah upaya untuk mengamati hilal di tempat yang bebas dari penghalang ke arah Barat dengan menggunakan mata telanjang ataupun peralatan sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Qamariyah.

Sehingga dapat dipahami bahwa rukyat hilal adalah suatu kegiatan melihat, menyangka, menduga, mengobservasi hilal (bulan sabit) sesaat setelah matahari terbenam, dan pengamatan dilakukan pada lokasi yang ideal. Kondisi lokasi ideal ini tentu punya kriteria, yakni seperti: terbebas dari penghalang ke arah ufuk barat, baik itu menggunakan alat bantu maupun hanya menggunakan mata telanjang.

Karena mengandalkan penglihatan manusia bahkan jika dibantu alat, namun tentu saja sangat tergantung pada kondisi cuaca di pos observasi. Hilal akan sangat sulit diamati dalam keadaan cuaca yang buruk, entah itu awan maupun kabut. Bahkan asap yang menjadi selimut polusi juga menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi penglihatan observator untuk menentukan awal bulan Hijriah.

hilal dan selimut polusi

source: republika.co.id

Pengaruh Polusi pada Observasi Hilal

Walaupun hilal sudah tinggi dan umur hilal sudah lebih dari 8 jam, kalau cuaca mendung maka sangat kecil kemungkinan hilal dapat dilihat. Cuaca berpengaruh  pada visibility (jarak pandang). Jarak pandang ini didefinisikan sebagai jarak yang terjauh seseorang dapat melihat benda hitam yang di langit atas horizon.

Lalu salah satu hal yang dapat menghalangi pandangan manusia ke arah horizon adalah dengan adanya hujan baik itu hujan lebat atau hujan ringan. Dalam  keadaan hujan lebat, manusia hanya dapat melihat dengan rentang 50-500 meter saja, sedangkan hujan ringan pandangan terbatas sampai 3-10 km. Disamping  itu, kabut juga bisa membatasi pandangan hingga pada jarak 1 km untuk kabut ringan, sedangkan kabut dengan ketebalan tinggi akan sangat mengganggu  pandangan 5 atau 10 m.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi hujan, hilal akan sangat sulit atau bahkan mustahil dapat dilihat. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan cuaca di suatu wilayah, seperti suhu, perbedaan tekanan udara, angin, kelembaban, dan penguapan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan kondisi suatu lokasi dengan lokasi yang lain, cuaca berbeda dengan cuaca di perkotaan.

Cuaca merupakan gambaran atmosfer pada suatu saat sehubungan dengan adanya penguapan, angin, suhu dan faktor-faktor lain. Atmosfer yang merupakan
pelindung Bumi dari cahaya Matahari secara langsung menjadi masalah besar yang dihadapi oleh astronom. Lapisan atmosfer selain berfungsi untuk menyerap
radiasi sinar ultraviolet dan mengurangi suhu ekstrem antara siang dan malam.

Apalagi akhir-akhir ini cuaca jadi tak menentu. Kemarau jadi lebih pendek atau bahkan lebih panjang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ketebalan selimut polusi semakin menjadi-jadi.

Dampaknya tidak hanya mengganggu observasi astronomi, aktivitas penentuan almanak Hijriah, namun kita sudah banyak membaca, melihat, dan mendengar berita bencana alam dimana-mana ketika hujan melanda sebagian besar Indonesia akhir-akhir ini. Mulai dari tanah longsor, banjir bandang, gempa, hingga curah hujan yang tinggi disertai angin yang dapat merusak fasilitas umum hingga properti milik masyarakat.

Perubahan iklim bukan lagi kisah sendu yang akan kita biarkan berlalu, namun sudah menjadi fakta di depan mata. Tebalnya selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim, hal tersebut tak bisa lagi kita hindari.

#SelimutPolusi yang Sebabkan Perubahan Iklim

hajar selimut polusi

Tercatat bahwa emisi gas rumah kaca pada periode 2000-2010 lalu berlangsung lebih cepat daripada dekade-dekade sebelumnya. Lalu kita bisa bayangkan bagaimana hal tersebut bisa terjadi di beberapa tahun terakhir. Ketika banyak terjadi bencana banjir bandang, longsor, dan kebakaran hutan. Berbagai skenario telah dilakukan untuk menghambat peningkatan temperatur global pada level 2 derajat Celcius di bawah level pra-revolusi industri.

Namun nyatanya skenario-skenario tersebut tidak juga membuahkan hasil. Karena memang cara yang ditempuh tidak dilakukan secara institusional dan besar-besaran. Obrolan tentang bumi masih belum menjadi obrolan kita sehari-hari. Sebagaimana kita ngomongin soal Billar dan Lesty. Seolah mereka tidak merasakan langsung dampak dari perubahan iklim itu sendiri.

Padahal dalam konteks negara kita, Indonesia, dampak perubahan iklim yang diprediksi akan terjadi adalah kenaikan muka air laut setinggi satu meter yang akan mengakibatkan masalah besar pada masyrakat yang tinggal di daerah pesisir. Abrasi pantai dan mundurnya garis pantai sampai beberapa kilometer menyebabkan banyak masyarakat kehilangan tempat tinggal dan sumber daya.

Mungkin selama ini kita tak menyadari bahwa aktivitas manusia selama ini ternyata telah menjadi #SelimutPolusi yang kian hari kian menebal. Mulai dari pembakaran bahan bakar hingga urban sprawl dan penggundulan hutan. Kalau dirinci nih berikut adalah beberapa sebab #SelimutPolusi yang kian menebal itu, generasi muda wajib tahu dong!

  • Pembakaran bahan bakar, entah untuk memasak, mengemudi, hingga kegiatan industri lainnya telah menjadi kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
  • Limbah rumah tangga dan industri merupakan salah satu contoh terbesar dari pencemaran air yang dibuang ke sungai dan badan air lainnya. Seiring waktu, pencemaran ini menyebabkan kontaminasi parah hingga mengakibatkan kematian spesies air.
  • Polusi air tanah yang disebabkan oleh insektisida dan pestisida seperti DDT yang disemprotkan pada tanaman ternyata bisa menyebabkan polusi air tanah lho! Meskipun hal ini mungkin tidak terlihat banyak, namun seiring waktu aktivitas sederhana ini dapat mencemari sistem air tanah. Penggunaan insektisida dan pestisida menyerap senyawa nitrogen dari tanah sehingga tak layak huni bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi. Faktor pemicu lain dari polusi air tanah yakni terjadinya pelepasan limbah industri, pertambangan, dan penggundulan hutan yang mengeksploitasi tanah. Kemudian tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, serta tak bisa menahan tanah yang pada gilirannya menyebabkan erosi.
  • Tumpahan minyak di laut yang menyebabkan kerusakan yang tak bisa diperbaiki lagi di badan air. Tumpahan minyak tersebut biasanya terjadi karena kecelakaan kapal besar, kapal tanker atau pipa minyak yang bocor.
  • Eutrofikasi, merupakan sumber pencemaran air yang terjadi dari aktivitas sehari-hari seperti mencuci pakaian, peralatan di dekat danau, kolam, atau sungai. Hal ini akan memaksa zat dalam deterjen masuk ke dalam air sehingga menghalangi penetrasi sinar matahari dan mengurangi oksigen dalam air.
  • Polusi Radioaktif yang sangat berbahaya bila terjadi. Teman-teman tentu pernah dengar yaa daerah yang bernama Chernobyl? Zona larangan Chernobyl dengan luas sekitar 2800 km persegi, mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu zona paling terkontaminasi radioaktif di dunia. Sekitar 400-an hektar hutan pinus musnah seketika setelah bencana Chernobyl dan berbagai keanekaragaman hayati beserta sumber-sumber air yang ada di lokasi menjadi sangat terkontaminasi.
  • Polusi Termal yang disebabkan karena kelebihan panas di lingkungan. Polusi termal atau panas ini berasal dari banyaknya pabrik industri, penggundulan hutan, urban sprawl, dan efek dari polusi udara.

Diantara sekian banyak sebab tersebut di atas manakah yang sering kita lakukan hingga sebabkan angka selimut polusi makin tinggi?

#MudaMudiBumi Jaga Hutan Untuk Kelangsungan Alam

Tekad kami, bersama Eco Blogger Squad agar di tahun 2022 suhu di Indonesia bisa berangsur membaik. Tentu saja ini tidak mudah. Karena membutuhkan kerjasama banyak pihak. Membutuhkan gerakan yang agresif, berskala luas dan semua orang ikut melakukannya. Namun inilah satu-satunya solusi perubahan iklim yang bisa kita lakukan.

Inilah kata kunci dari solusi perubahan iklim : Agresif, skala luas dan semua orang ikut melakukannya.

Karena kita punya paru-paru dunia, Indonesia tentu saja perlu menekan deforestasi sampai kemungkinan terkecil bukan? Namun bagaimana jika kita tidak mampu mengubah kebijakan, seperti menghentikan pemakaian batu bara misalnya. Maka solusi perubahan iklim ada di tangan kita, masing-masing orang mengambil peran.

kurangi selimut polusi

Oleh karena itu kita sebagai generasi millenial, gen Z hingga alpha yuk bersama-sama melakukan hal kecil dari rumah masing-masing. Tentu saja dengan agresif dan bersama-sama. Berdasarkan laman #TeamUpForImpact teman-teman bisa ikut turut aksi mulai dari hal kecil kok.

Mulai dari mengurangi makan daging yang ternyata emisinya lebih besar, mengurangi membuang sisa makanan, mengurangi lifecycle yang membutuhkan banyak air dan menimbulkan banyak emisi, dan sekecil mengurangi pemakaian plastik dimanapun dan kapanpun, mengurangi pemakaian kendaraan pribadi kecuali untuk urusan yang benar-benar ‘urgent’. Termasuk juga dengan memperpendek supply chain agar energi yang dihabiskan bahan makanan untuk dapat sampai ke kita tidak terlalu banyak.

Maka jangan pernah percaya jika ada yang mengatakan bahwa perubahan iklim terjadi dengan lambat, apalagi kalau dibilang tidak terjadi. Jika kekhawatiran kita mengenai perubahan iklim sebatas efeknya menaikkan permukaan laut, itu tentu saja belum apa-apa. Hal itu hanya secuil dari segala kemungkinan musibah yang disebabkannya.

Selama beberapa tahun belakangan, istilah “Antroposen” telah memasuki imajinasi populer. Kalau kata David Wallace Wells, hal itu didefinisikan dengan campur tangan manusia terhadap planet ini. Namun meski kita mungkin sadar bahwa telah merusak alam, dan jelas kita sudah melakukannya, siapa tahu kita justru baru memprovokasinya.

Ketidakpedulian kita sekarang membuat sistem iklim akan memerangi kita beberapa abad ke depan, bahkan mungkin sampai kita musnah. Sistem itu mengubah kita, merombak semua aspek cara hidup kita. Planet ini bukan lagi menopang impian kemakmuran, melainkan mimpi buruk yang nyata jika kita tidak segera berubah, melakukan sesuatu, bergerak secara nyata, agresif dan bersama-sama

7 Langkah dari #MudaMudiBumi Lindungi Hutan #UntukmuBumiku

1. Menghentikan penebangan dan pembakaran hutan serta lahan

cegah selimut polusi

Sebenarnya semua sudah memahami bahwa akibat penebangan hutan tentu akan berdampak pada perubahan iklim melalui proses yang panjang. Sebagaimana yang telah dijelaskan pula oleh Kak Syaharani dari Komunitas Jeda untuk Iklim bahwa salah satu efek rumah kaca adalah gundulnya hutan, yang tak lagi bisa menyerap sinar matahari. Sehingga menyebabkan suhu bumi memanas.

Menurut David Wallace Wells dalam bukunya, Bumi yang Tak Dapat Dihuni juga disebutkan bahwa sejak 1979 saja, musim kebakaran bertambah hampir 20 persen. Lalu pada 2050, kehancuran akibat kebakaran lahan diperkirakan berlipat ganda lagi. Untuk setiap satu derajat pemansan global, itu bisa berlipat empat. Artinya, ketika dalam setahun saja empat juta hektare terbakar, dengan pemanasan sampai empat derajat, musim kebakaran bakal empat kali lebih parah.

Adanya pemanasan global seperti ini saja sudah mengakibatkan area hutan yang terbakar akan lebih luas lagi. Jika manusia masih saja melakukan pembakaran hutan serta lahan atau menebangnya dengan alasan apapun, tindakan tersebut sudah merugikan banyak makhluk hidup di muka bumi ini.

Jika saya punya kesempatan untuk membuat kebijakan untuk mengurangi polusi demi mengatasi perubahan iklim, salah satu langkah saya tentu akan menghentikan penebangan dan pembakaran hutan serta lahan semaksimal mungkin.

2. Mengakhiri ketergantungan energi fosil dan mulai dengan EBT (Energi Baru dan Terbarukan)

energi terbarukan

Jika saya punya kesempatan untuk membuat kebijakan untuk mengurangi polusi demi mengatasi perubahan iklim, langkah kedua yang saya lakukan adalah dengan mengakhiri ketergantungan terhadap energi fosil dan mulai meningkatkan Sumber Daya Manusia untuk memaksimalkan Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia. 

Energi Baru dan Terbarukan merupakan sumber daya alam yang pemanfaatannya saat ini sangat dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan hidup makhluk hidup terutama manusia. EBT memiliki peran sebagai Sumber daya alternatif yang dapat menggantikan energi fosil. Karena energi fosil sifatnya tidak dapat diperbaharui dan jumlahnya terbatas apabila digunakan secara terus-menerus. EBT pun dapat menjadi sebuah energi yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (Sustainable Energy) hingga masa yang akan datang.

Pengaturan mengenai Energi alternatif EBT di Indonesia sendiri tercantum di dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan seperti pada Permen ESDM dan UU tentang Energi. Penetapan EBT dalam sebuah pengaturan hukum dimaksudkan agar setiap kebijakan mengenai EBT dapat terlaksana dengan baik dalam menghasilkan dan menciptakan Energi yang berkelanjutan dan berbasis ramah lingkungan sesuai dengan komitmen Negara Indonesia di dalam Perjanjian Paris untuk dapat memberikan jaminan terhadap ketahanan energi hingga masa yang akan datang dan mengurangi penggunaan Energi fosil yang dapat mengancam dan merusak lingkungan.

3. Memulai perilaku hidup ramah lingkungan

Seperti selalu membawa tempat minum untuk menghindari pembelian air minum kemasan yang terbuat dari bahan-bahan yang akan sangat sulit terurai. Atau bisa juga dengan membawa kantung belanja sendiri ketika ke pasar, mall, atau pusat perbelanjaan lain untuk menghindari penggunaan plastik. Hal-hal sekecil itu jika dilakukan bersama-sama tentu akan berdampak besar.

Kebijakan untuk membatasi peredaran kantong, botol dan kemasan plastik menjadi salah satu hal yang saya ajukan ketika punya kesempatan untuk memberlakukan kebijakan tersebut. Namun temanMaka jangan remehkan kebaikan sekecil apapun ya.

4. Memperhatikan pengelolaan limbah dan polusi industri

Salah satu langkah tegas yang harus diperingatkan bagi siapa saja yang melanggar adalah adanya usulan untuk memperhatikan pengelolaan limbah dan polusi industri. Mengapa? Karena tak cukup jika ibu rumah tangga dan rumah-rumah saja atau usaha skala kecil yang melakukan upaya untuk menyelamatkan bumi. Kita harus bersama-sama melakukan upaya itu.

Termasuk mengawal bagaimana sebuah industri melakukan pengelolaan limbah dan polusi industri.

mengurangi kendaraan pribadi

5. Memperbanyak transportasi publik

Kendaraan bermotor berbahan bakar fosil adalah salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK). Tingkat penggunaan kendaraan bermotor yang tinggi merupakan salah satu penyebab kepadatan GRK di atmosfer bumi. Pada tahun 2009 saja, menurut perhitungan World Wide Fund sektor transports menyumbang sekitar seperempat dari total GRK di atmosfer bumi. Bayangkan apa yang terjadi dua puluh tahun mendatang? Ketika kota-kota telah dipadati oleh kendaraan bermotor di jalan-jalan.

Masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan cenderung senang menggunakan kendaraan pribadi daripada menggunakan transportasi umum. Umumnya, di daerah perkotaan satu keluarga memiliki lebih dari satu kendaraan adalah hal yang wajar. Jika bisa disimpulkan bahwa mobil yang umumnya muat untuk sekitar 4 orang atau motor yang bisa ditumpangi oleh dua orang hanya digunakan oleh satu orang saja.

Jika emisi satu kendaraan bermotor yang dihasilkan hanya oleh satu orang saja, itu berarti jika penduduk Jakarta ada sekitar 11 juta jiwa dan 60 persennya adalah pengguna kendaraan pribadi baik mobil atau motor, ada sekitar 6.600.000 kendaraan bermotor yang setiap hari menghasilkan emisi GRK. Belum lagi emisi dari pembakaran berlebih akibat kemacetan.

Jika transportasi publik diperbanyak dan dibuat nyaman bagi penumpangnya maka saya pun akan lebih banyak memilih transportasi publik. Pemakaian transportasi publik ikut mengurangi polusi udara dari hasil pembakaran mesin dalam mobil. Akan lebih baik lagi jika berkendara dengan sepeda jika jarak rumah dengan kantor atau sekolah tidak telalu jauh.

6. Pengelolaan sampah rumah tangga

kelola sampah untuk selimut polusi

Sampah dapat menghasilkan emisi gas methane (CH4). Methane tergolong gas rumah kaca yang berbahaya karena mempunyai pengaruh 21 kali lebih besar dibandingkan gas CO2. Emisi CH4 dari sampah merupakan hasil dekomposisi anaerobik dari materi organik dalam sampah. Sampah terdekomposisi perlahan dan waktu dekomposisi dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kebijakan mitigasi perubahan iklim Indonesia diatur oleh UU No.32 tahun 2009.

Melalui UU tersebut mulai diatur arahan penanganan mitigasi terhadap perubahan iklim dan sebagai upaya mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Bahkan, Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 (Perpres RI No. 61 Tahun 2011).

Salah satu sektor yang dikembangkan dalam mitigasi adalah pengelolaan sampah. Tujuan mitigasi sektor persampahan adalah untuk mengurangi volume sampah perkotaan dan mereduksi emisi gas rumah kaca terutama konsentrasi CO2 dan CH4 sehingga mengurangi pemicu perubahan iklim.

Pengembangan mitigasi di sektor persampahan di negara berkembang ditekankan karena pengelolaan sampah di TPA yang masih belum stabil dan masih berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca yang besar sehingga diperlukan penerapan sistem pengelolaan sampah yang dikembangkan dengan strategi pengelolaan limbah alternatif yang disediakan terjangkau dan berkelanjutan (Bogner, 2008 dalam Jurnal UNDIP).

Oleh karena itu, jika saya diberi kepercayaan untuk membuat kebijakan, saya akan memulainya dari skala kecil (rumah tangga) untuk memanfaatkan sampah organiknya menjadi kompos. Sedangkan sebagai pemangku kebijakan, untuk jangkauan Tempat Pembuangan Akhir, bisa diupayakan hal yang serupa. Pembuatan kompos dalam jumlah besar bisa dijual juga dapat didistribusikan ke perusahaan semen untuk membantu mereka melakukan pembakaran.

Atau bisa juga dengan pembuatan sistem Sanitary Landfill di Tempat Pembuangan Akhir seperti di kawasan Supiturang, Kota Malang. Mereka mengolah sampah menjadi Bio Gas dan sukses mengurangi selimut polusi yang terjadi di sekitarnya. Bisa dibaca bagaimana sistem Sanitary Landfill yang mengolah sampah menjadi Bio Gas di sini ya.

7. Menerapkan Transisi Energi

Dalam webinar bersama Eco Blogger Squad pekan lalu, kami belajar bagaimana transisi energi bisa menjadi salah satu alternatif untuk kurangi polusi yang menjadi sebab perubahan iklim. Transisi Energi sendiri merupakan sebuah upaya untuk mengurangi penggunaan energi fosil dengan energi non fosil yang rendah polusi dan emisi gas rumah kaca.

hajar selimut polusi

Salah satu upaya yang bisa saya lakukan jika diberikan kesempatan untuk membuat kebijakan maka saya akan memberlakukan wewenang pengadaan energi hingga Pemerintah Daerah sehingga pengembangan proyek energi skala besar sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar akan terlaksana dengan baik. Selain itu saya juga akan menarik banyak investor pada proyek energi terbarukan yang lebih “ramah alam”.

Namun tentu saja semua itu harus diawali dengan peningkatan sumber daya manusia dalam inovasi dan perkembangan teknologi terbaru di bidang energi terbarukan. Maka kita semua punya peran yang besar untuk menanggulangi selimut polusi yang semakin menjadi ini. Jika sumber daya manusia atau masyarakat kita teredukasi dengan baik, selimut polusi pun bisa dikendalikan dan ditekan.

Masih ada harapan untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.

The strongest governments on earth cannot clean up pollution by themselves. They must rely on each ordinary person, like you and me, on our choices, and on our will.

Chai Jing