“Aku lapar”, katanya, dengan suara serak yang sulit didengar.

“Sudah berapa lama sejak kau makan dengan layak?” tanyaku.

“Delapan bulan,” jawabnya.

Aku diberitahu bahwa 50% anak-anak di Dolo Odo, Somalia, meninggal akibat kelaparan sebelum mereka mencapai usia lima tahun

(Totto Chans Childrens, Perjalanan Kemanusiaan)

Tidak cukup sampai di situ.

Totto Chan, yang saat itu sebagai duta kemanusiaan UNICEF melakukan perjalanan ke Sungai Genae yang lebar. Berjarak kira-kira 9,6 kilometer di sebelah selatan desa, yang merupakan perbatasan Etiopia dan Somalia.

Mereka pergi kesana. Saat mengamati dari sisi Etiopia, mereka melihat rakit demi rakit yang dipenuhi orang dewasa dengan anak-anak mereka berdatangan dari seberang sungai. Pengemudi rakit meminta bayaran untuk jasa mereka. Sehingga tepian sungai yang berada di wilayah Somalia dipadati orang yang tak punya uang untuk menyeberang. Miss Kuroyanagi atau Totto Chan diberitahu bahwa lebih dari 150 pengungsi Somalia datang setiap hari.

Mereka tidak membawa koper atau apapun. Hanya pakaian-pakaian di punggung mereka. Satu keluarga hanya memiliki satu mangkuk atau botol untuk menyimpan air. Miss Kuroyanagi bertanya pada salah satu pengungsi mengapa mereka ingin datang kemari,

“Karena kami mendengar ada makanan,” adalah jawabannya.

anak-anak Somalia

photo by : Takeyoshi Tanuma on Totto Chans Childrens

Anak-anak itu tampak sangat kurus kering. Seakan-akan mereka hanya terdiri dari kerangka. Bukan hanya tulang iga dan panggul anak-anak yang tampak jelas, tapi juga tempurung lutut mereka.

Mendapat Gelang Kertas Berarti Mendapatkan Makanan

Ketika sampai di posko anak-anak, kita akan melihat tenda penimbangan. Di sanalah diputuskan siapa yang akan menerima jatah makanan. Ada begitu banyak anak-anak dan orang dewasa yang kelaparan, namun tak tersedia cukup makanan untuk dibagikan.

Anak-anak akan ditimbang di tenda. Jika berat mereka kurang dari 70% standar berat badan untuk umur mereka, anak-anak akan menerima jatah makanan. Contohnya jika bayi seharusnya memiliki berat badan 5,5 kg namun ternyata beratnya tidak mencapai 4 kg, maka ia akan menerima jatah.

Wanita yang beratnya 55 kg tidak akan mendapat apa-apa. Tapi jika beratnya turun hingga kurang dari 37 kg, ia berhak menerima jatah makanan.

Lalu saya berpikir, lewat perjalanan Miss Kuroyanagi ini saya menyadari banyak hal. Ada begitu banyak orang di Indonesia berdiet dan berusaha mati-matian untuk mengurangi berat badan. Hampir separuh iklan di majalah wanita menjual cara-cara menjadi kurus. Sedangkan di sana, anak-anak begitu kurus, dan jika berat badan mereka lebih sedikit saja dari 70 persen berat seharusnya, mereka tidak akan diberi makan.

Sepertinya hal ini juga ada di Indonesia. Dimana anak-anak kelaparan masih belum banyak mendapatkan hak yang seharusnya. Tempat tinggal yang layak, makanan yang bergizi, dan pakaian yang melindungi tubuh mereka.

Jauh dari jangkauan pandangan kita, anak-anak yang berat badannya kurang dari 70% berat normal langsung diberikan gelang kertas dan dikirim ke tenda berikutnya untuk menerima ransum.

Teman-teman tahu bagaimana bentuk ransum mereka?

Iya, makanan yang mereka terima hampir tidak ada rasanya. Makanannya berupa campuran tepung gandum, tepung jagung, tepung kedelai, serta air sungai yang direbus sampai menjadi bubur encer.

Anak-anak itu kemudian berjongkok dan dengan rakus melahap bubur dari wadah plastik berwarna oranye. Mereka memang masih kecil, tapi naluri mereka untuk bertahan hidup sangat kuat.

anak-anak Somalia

photo by : Takeyoshi Tanuma on Totto Chans Children

Anak-anak ini ternyata masih ditemukan di negara-negara Afrika dan Asia yang dikunjungi oleh Miss Kuroyanagi. Ia bertemu banyak sekali anak yang menderita kekurangan gizi. Kondisi seperti ini memang bukan hal yang baru, apalagi untuk anak-anak Etiopia. Mereka telah mengalami lebih dari 30 tahun perang saudara dan berkali-kali diserang kekeringan.

Saat saya membaca perjalanan kemanusiaan ini, membayangkan para ibu, anak-anak, dan semua tangisan mereka selama tiga dekade terakhir ini, saya begitu malu dan sedih melihat ketidakpedulian orang-orang yang bahkan tidak menghargai makanan mereka. Sedangkan di sisi lain, ada banyak manusia yang kelaparan, menantikan makanan yang layak. Bertahan hidup untuk sepiring bubur encer.

Yuk Bantu Mereka dengan Gaya Hidup Minim Sampah Makanan

food waste

pict from pinterest/@memeallen

Lingkungan merupakan salah satu isu yang sedang banyak di bicarakan saat ini, termasuk persoalan sampah sisa makanan (Food waste). Indonesia adalah negara yang menduduki peringkat kedua setelah Arab Saudi dalam hal membuang-buang makanan.

Dalam laman Bandung Food Smart City dikatakan bahwa setiap tahunnya terdapat 13 juta ton sisa makanan yang terbuang di Indonesia atau setara dengan 500 kali berat monas dan jika di rata-ratakan setiap orang di Indonesia membuang 300 kg sampah makanan setiap tahunnya. Sungguh ironis bukan?

Padahal masih banyak masyarakat ekonomi lemah yang justru sedang dilanda kelaparan dan mengalami kekurangan makanan. Beberapa dari banyak cerita soal kelaparan, sudah saya paparkan sebelumnya. Kalau sudah tahu, masihkah kita tega untuk menghambur-hamburkan makanan?

Apalagi di bulan Ramadan seperti ini ya. Banyak sekali orang yang lapar mata, kemudian membeli banyak makanan yang akhirnya tidak dihabiskan setelah bedug maghrib berkumandang. Membayangkan itu, tidakkah kita merasa berdosa pada anak-anak yang kelaparan dan kekurangan gizi?

Sebenarnya gaya hidup minim sampah ini sudah diajarkan agama saya. Aturan makan yang sebenarnya sudah cukup jelas. Yakni ambil dari yang paling pinggir, ambil secukupnya, dan berhenti makan sebelum kekenyangan. Sisakan sepertiga rongga perut untuk udara. Bagaimanapun, sifat berlebih-lebihan pasti tidak diajarkan oleh agama manapun kan.

Yuk, kita mulai dari diri sendiri, keluarga, dan kerabat terdekat dengan memulai gaya hidup minim sampah makanan. Teman-teman bisa memulainya dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Membuat daftar belanja

Membuat daftar belanja adalah salah satu cara mudah untuk ikut menerapkan gaya hidup minim sampah makanan. Karena ketika berbelanja, seringkali fokus pada hal-hal yang penting seringkali terganggu dengan benda-benda yang tidak penting untuk dibeli. Apalagi buat emak-emak seperti saya. Membuat daftar belanja akan membantu kita untuk kembali fokus terhadap kebutuhan yang harusnya dibeli dan menjadi prioritas.

2. Mengambil dan Memasak Makanan Secukupnya

Saya senang sekali ketika konsep all you can eat saat ini sudah lebih bijak diterapkan di resto-resto. Konsep all you can eat yang membebaskan untuk mengambil makanan sebanyak apapun asal dihabiskan. Jika tidak, maka pemesan akan terkena denda. Ini menghindari makanan yang terbuang juga.

3. Kreatif Mengubah Sisa Makanan

Beberapa kali saya pernah ketika memasak sop dan ternyata tersisa banyak. Ternyata kita bisa memilahnya lho dan tidak meninggalkan sampah makanan setelahnya. Caranya, sop bisa dihangatkan kembali. Lalu pisahkan kuah dan isi sop yang biasanya berisi sayuran. Kuah bisa disimpan di freezer untuk digunakan kembali ketika nanti membuat sop lagi.

Sedangkan sayurannya bisa kita simpan juga untuk isian spageti, orak-arik telur, oseng-oseng, dan lain sebagainya. Atau hakan ketika kita ingin membuat sop lagi tiga atau empat hari lagi 🙂

gaya hidup minim sampah makanan

4. Menyimpan Makanan dengan Benar

Seringkali kita kecolongan makanan yang sudah tidak bisa diselamatkan di lemari pendingin. Meskipun sudah matang, kita perlu tahu durasi penyimpanan setiap makanan itu. Jangan sampai menjadi sampah karena sudah tidak bisa dimasak.

Teman-teman juga perlu memperhatikan expired date and best before di tiap kemasan makanan yang akan kita masak. Pergunakan terlebih dahulu label yang paling dekat dengan tanggal-tanggal expired dan best before. Jadi kita ngga akan kecolongan hingga akhirnya makanan tersebut menjadi sampah yang tak terselamatkan.

5. Buy Local

Usahakan membeli makanan yang ditanam atau diproduksi di dekat tempat tinggal kita. Karena ini lebih murah dan makanan pun akan lebih segar karena tidak melewati banyak moda transportasi. Jika kita membelinya di petani atau pasar-pasar lokal, seringkali sayuran, buah-buahan atau lauk lainnya dipetik/diambil sehari sebelum atau bahkan sebelum mereka berangkat ke pasar.

Artinya barang akan lebih tahan lama di lemari es jika disimpan dengan benar.

6. Menggunakan Bahan Makanan Semaksimal Mungkin

Kalau kata orang bule, Explore ‘Root to Stem’ and ‘Nose to Tail’ Cooking. Budaya ini sebenarnya sudah banyak diterapkan di kuliner Indonesia. Ada yang namanya rujak cingur, dimana bagian moncong sapi benar-benar dimasak dan dimanfaatkan sebagai makanan. Belum lagi kulitnya yang bisa digunakan untuk kerupuk. Jadi tidak hanya diambil dagingnya saja, sisanya dibuang.

Ekornya digunakan untuk sop buntut. Bahkan bagian kakinya yang keras itu, digunakan untuk sop kikil dan berbagai olahan masakan lainnya. Begitu juga dengan sumber protein nabati.

7. Belajar untuk Melestarikan

Pengalengan, fermentasi, pembekuan, dan dehidrasi hanyalah beberapa metode pengawetan yang dapat membantu makanan kita bertahan lebih lama dan mengurangi limbah makanan. Sesuaikan mana yang bisa kita fermentasikan hingga dibekukan.

minim sampah makanan

8. Ketika Semua Itu Gagal, Saatnya Compost!

Jika kita tidak dapat menggunakan sisa makanan karena memang sudah membusuk, maka saatnya untuk mengolah ke dalam kompos, bukan sampah, jika memungkinkan. Melalui cara tersebut, makanan yang tidak terpakai dapat digunakan untuk menumbuhkan bahan-bahan baru.

Selalu ada solusi kan 🙂 

9. Jangan lupa berbagi pada sesama

Yang terakhir, jangan lupa untuk berbagi pada sesama ya. Tidak akan rugi orang yang siap berbagi.

Yuk stop buang-buang makanan. Karena ada 690 juta teman kita yang masih tidur dengan perut yang merasakan lapar setiap malamnya. Maka untuk menghargai mereka yang tidak beruntung itu, yuk mulai biasakan untuk mengambil makanan secukupnya. Habiskan tanpa ada sisa. Hal tersebut juga ikut membantu lestarikan bumi kita.

Jika kita semua bisa menghabiskan makanan kita, maka tidak ada makanan yang terbuang lagi di dunia. Dan makanan yang layak bisa kita bagikan untuk sesama. (Bandung Food Smart City)

Referensi :

Totto Chans Children by Tetsuko Kuroyanagi

CulinaryNutrition.com

Instagram.com/bandungfoodsmartcity