Strategi menembus penerbit mayor ini adalah rangkuman dari kelas yang telah saya ikuti beberapa bulan lalu bersama Raditya Dika. Sebenarnya mendambakan untuk mengikuti kelas menulis kreatif, apalah daya kehabisan tiket karena tahunya belakangan. Tak apa, insyaAllah strategi menembus penerbit yang saya tuliskan di sini akan ada manfaatnya juga.
Selain sebagai pengikat ilmu (agar materinya ngga lari kemana-mana, sehingga saya harus tuliskan di sini) juga agar teman-teman juga mendapatkan “sedikit” insight dari kelas strategi menembus penerbit yang saya ikuti bersama penulis kondang sekaligus Youtuber paling kreatif menurut saya, Raditya Dika.
Kenapa sedikit? Sebagai bagian dari menjaga etika belajar di kelas berbayar sih. Namun yang terpenting teman-teman bisa mengakses poin-poin besar yang disampaikan oleh Raditya Dika pada kesempatan yang saya dapatkan tersebut.
Kelas Strategi Menembus Penerbit ala Raditya Dika
Sebenarnya saat itu Bang Radit mengatakan bahwa ketika kita menerbitkan buku sebaiknya jangan dibeda-bedakan, hehe.. meskipun sampai saat ini stigma saya sebagai penulis pemula, tembus ke penerbit Mayor akan jauh lebih baik dibanding penerbit non-mayor. Padahal, seharusnya mereka punya standar yang sama dalam menerbitkan sebuah buku.
Ngga asal-asalan mentang-mentang bayar, begitu kalau sepenangkapan saya sih. Jadi ketika Radit mengatakan bahwa mayor, indi, minor itu seharusnya “sama”, saya jadi keder sendiri melihat buku solo pertama yang diterbitkan “mandiri”. Memang melewati kurasi, namun rasanya kok masih jauh standarnya dengan penerbit mayor ya? Ya, itulah tugas penulis. Bagaimana agar standar kita tuh harusnya sama, antara menulis di penerbit mayor atau di penerbit minor maupun Indie.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dijabarkan oleh Raditya Dika agar naskah kita bisa tembus penerbit dengan standar “penulis penerbit Mayor”.
1. Memahami Logika Penerbit
Salah satu strategi menembus penerbit adalah dengan memahami logika penerbit. Apa sebenarnya yang mereka inginkan?
Jadi kalau kita menelisik lebih jauh, penerbitan adalah sebuah bisnis. Jadi buku harus punya muatan komersil yang menguntungkan. Betul ngga? Sehingga yang penerbit butuhkan adalah buku yang minimal bisa membuat pembaca menikmati dan membacanya sampai habis.
Oleh karena itu sebagai penulis, yang perlu kita lakukan adalah mengoreksi apakah naskah kita layak atau tidak untuk dibaca sampai habis? Bagaimana cara menilainya? Nah, seorang penulis harus punya first reader nih. Seperti kalau kita menulis lalu sahabat sebangku yang menilai dan memberikan komentarnya. Semacam itulah. Ssst, Raditya Dika juga punya first readernya sendiri lho!
2. Selesaikan Naskahnya
Menyelesaikan naskah adalah wajib. Ya gimana mau tembus penerbit kalau naskahnya ngga selesai kan?
Persoalan utama yang banyak sekali dibahas dalam kelas-kelas menulis adalah penulis biasanya juga merangkap sebagai editor. Oleh karena itu naskahnya tidak pernah selesai. Maka strategi berikutnya meski terdengar klise ya memang selesaikan dulu naskahnya.
Setelah selesai barulah kita edit sampai menggeser tanda baca (artinya naskahnya sudah selesai). Setelah selesai pastikan ada orang yang bisa mengkritik naskah kita sebelum masuk ke penerbit. Jumlah halaman juga perlu kita perhatikan. Yakni minimal 100 halaman dengan font Times New Roman spasi 1 dan besar huruf 12.
Persoalan kritik, Radit mengatakan, kalau bisa sih yang mengkritik itu bukan kritik SPOK-nya, tapi lebih ke feeling dalam buku tersebut. Karena kalau SPOK bisa diperbaiki teknisnya oleh editor.
3. Kualitas Menulis adalah Strategi Utama Menembus Penerbit
Jika tulisan kita berupa novel atau fiksi maka usahakan kualitas tulisan kita bisa membuat pembaca mengikuti tulisan tersebut. Apakah pembaca bisa membacanya dengan mengalir begitu saja?
Sedangkan jika tulisannya adalah nonfiksi, maka yang perlu kita perhatikan adalah : Apakah ide buku itu menarik untuk dipasarkan? Sehingga kita bisa punya data yang bisa dilampirkan pada penerbit bahwa penulis memang memiliki market yang siap untuk membeli buku tersebut.
4. Cari Penerbit yang Cocok
Salah satu strategi menembus penerbit lainnya yakni carilah penerbit yang cocok. Genre itu akan selalu sama, yang membedakan adalah eksekusinya. Di penerbit manakah tulisan kita “cocok”? Itulah yang harus kita cari, dan tentu masing-masing penerbit memiliki genre yang mereka unggulkan.
Selain itu, ada beberapa hal yang dinilai dari sisi Penerbit. Setelah sukses dengan novelnya Kambing Jantan, Raditya Dika kemudian juga pernah menjadi Pimpinan Redaksi sebuah penerbitan buku.
Nah, bagaimana strategi menembus penerbit jika Pimpinan Redaksinya adalah seorang Raditya Dika? Dalam hal ini kita punya sudut pandang baru dari penerbit lho. Yuk simak!
Strategi Menembus Penerbit Jika Pimred-nya Raditya Dika
1. 10 Halaman Pertama harus Menarik
Biasanya yang dinilai adalah 10 halaman pertama, ditambah 10 halaman tengah-tengah yang dipilih secara acak oleh redaksi. Karena ngga mungkin membaca keseluruhan naskah meskipun hal tersebut juga bisa saja terjadi.
Mulai dari kalimat awal yang harus kuat, membuat surprise pada pembaca dengan kalimat awal, mulai dari momen yang mengubah hidup (jadi langsung masuk ke action/cerita tengahnya gimana?). Selain itu, Raditya Dika juga biasanya memilih cerita yang memiliki makna dan ada perubahan paradigma pembaca di dalamnya.
Lalu penting ngga konfliknya? Karena konflik itu sendiri adalah bensin atau bahan bakar dari tulisan itu sendiri. Jadi usahakan selalu ada konflik di awal, tengah, hingga akhir ya, hehe..
2. Tulisannya Menenggelamkan Pembaca
Gunakan teknik show dont tell. Ketimbang kita memberitahu apa yang dilakukan oleh tokoh, perlihatkan apa yang ia lakukan. Sehingga tulisan perlu memikat panca indra sang pembaca. Apa yang dia bayangkan, apa yang dia rasakan, dibaui atau apa yang ia kecap.
3. Minimal Tanda Bacanya Baik
Tentu saja sebagai penulis kita perlu memahami tanda baca yang baik dan benar. Pemakaian huruf besar kecil, hingga dialog, harus ditulis dengan baik. Ini menjadi salah satu poin tambahan dari Raditya Dika agar bisa menembus penerbit mayor.
4. Karakter dalam 10 halaman pertama
Kita perlu jelaskan perasaan karakter utama, jelaskan apa yang dia inginkan, jelaskan pula bagaimana potensi konflik yang ada dalam cerita, apakah ada save the cat moment? Yakni momen dimana kita bersimpati pada karakter utama karena dia menyelamatkan seekor kucing? Dan juga ada rahasia apa yang belum diberikan dalam sebuah cerita.
5. Alur dalam 10 halaman pertama
Siapa sangka ternyata alur dalam 10 halaman pertama juga menjadi salah satu strategi menembus penerbit? Sepenting apa?
Alur akan menentukan apakah ada inciting incident? Yakni insiden yang membuat ceritanya bergerak maju.
Kalau cerita detektif, apakah ada undangan untuk datang ke TKP?
Kalau cerita romance, apakah ada dorongan untuk mencari pacar?
Nah itu semua idealnya ada di 10 halaman pertama.
6. Sedikit Menulis tentang background cerita
Raditya Dika menjelaskan bahwa sebagai penulis novel (cerita dengan nafas yang panjang), hindari dorongan untuk menceritakan background atau latar belakang hidup seorang karakter yang terlalu detail. Karena itu tidak akan menarik.
7. Stakes atau taruhan
Apa yang dipertaruhkan dalam cerita? Apa pembaca akan peduli dengan pertaruhan itu? Taruhan yang tinggi akan membuat pembaca lebih mengikuti.
Setidaknya itulah tujuh strategi menembus penerbit dari Raditya Dika sebagai pimrednya. Masih ada lima poin lagi sebenarnya, namun tidak saya tuliskan di sini ya, agar teman-teman bisa mengikuti kelas bersama Raditya Dika selanjutnya hehe..
Satu pesan dari Raditya Dika sebelum mengakhiri kelas Strategi Menembus Penerbit siang itu :
Connect, create meaning, make a difference, matter, be missed – Seth Godin –
Semoga Strategi Menembus Penerbit yang saya tuliskan di atas dari hasil rangkuman kelas bersama Raditya Dika bisa bermanfaat ya! Selamat menulis!
Salah seorang temen yg berhasil menembus penerbit mayor, pernah nulis juga di blognya, kiat2 supaya suatu tulisan bisa menarik penerbit mayor ini. Dan ttg 10 halaman pertama , juga konflik dan istilah save the cat itu ada dia jelasin.
Aku sendiri hanya suka membaca mba, sama nulis blog palingan. Tapi untuk nulis buku, masih jauh di awang2 itu mah 🤣. Ga segampang saat membacanya yaaa. Selalu salut Ama temen2 yg berhasil menerbitkan bukunya, ga peduli di penerbit mayor, minor ataupun menerbitkan sendiri secara mandiri. Tetep hebat , Krn aku tau itu ga mudah.
👍
Bener banget mbaa. Untuk nulis buku butuh nafas yang panjaaaang. Ga bisa sekali dua kali duduk lalu selesai. Prosesnya itu yang susah yahh hahaha. Aku sendiri juga masih awang2en mau nulis buku kedua. 😭😭😭🤣
Nulis novel beneran butuh napas yang panjaaanggg. Termasuk kalau bisa sih punya first reader dan menemukannya nggak mudah sih kalau buat aku. Hmm 10 halaman pertama ya kuncinya.