Tentu kita pernah mendengar bahwa tubuh pendek merupakan garis keturunan yang tidak bisa diubah. Siapa sangka ternyata tubuh pendek itu bukan warisan genetik dan bisa diubah lho! Tubuh pendek yang diakibatkan oleh stunting sangat bisa diubah dengan pola hidup sehat dan memenuhi nutrisi tubuh sesuai kebutuhan dengan tepat selama seribu hari kehidupan pertamanya sebagai manusia.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga menyebabkan seseorang memiliki perawakan “pendek” dibandingkan teman usia sebaya (Penjelasan dokter Freida Nila dalam Kampanye Stunting Islamic Book Fair Kota Malang 2018). Catatan ini memang sudah lama, tapi gaung kampanye perihal Stunting masih tetap menjadi program utama Pemerintah lho. Terutama Kementrian Kesehatan dengan dukungan Kementrian Pendidikan dan Kementrian Komunikasi dan Informasi.

Menurut data yang dihimpun oleh WHO di tahun 2018, angka stunting di Indonesia mencapai 7,8 juta balita. Indonesia memiliki pravelensi angka stunting sebesar 27%. Menurut data ekonografik (tahun 2018) dan standart WHO suatu wilayah dianggap kronis jika angka pravelensinya di atas 20%. Jadi bisa dibayangkan ya mengapa Stunting menjadi kampanye nasional yang harus terus didengungkan untuk memberikan edukasi pada masyarakat soal Stunting ini.

Apa sih bahaya Stunting?

Umumnya penderita akan rentan terhadap penyakit, kecerdasan di bawah normal serta produktivitasnya rendah. Faktor resiko stunting juga diungkapkan oleh Dokter Neila dalam kampanye stunting kali ini, yaitu kurang gizi kronis dalam waktu lama, retardasi pertumbuhan intraurine, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, gangguan hormonal, sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak, serta faktor resiko genetik. Jika faktor-faktor resiko tersebut sudah terdeteksi maka dapat dipastikan anak akan memiliki tubuh yang pendek, pertumbuhan gigi yang lambat, keterlambatan kognitif, sering terkena infeksi serta tanda pubertas yang terlambat.

Untuk mengenali lima sebab perawakan pendek bisa klik di sini :

https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/jihan-mawaddah/sebab-perawakan-pendek-yang-harus-diketahui-millennial-c1c2/full?q=stunting%20jihan

Maka sebagai tindakan preventif terhadap Stunting, ada baiknya bayi selalu dipantau pertumbuhan tinggi badannya sesuai dengan usianya. Menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2018, jadwal pemantauan tinggi dan berat badan ideal pada anak adalah dilakukan setiap bulan pada anak usia 0 hingga 12 bulan. Pada anak usia 1-3 tahun, pantauan disarankan setiap 3 bulan sekali. Anak umur 3-6 tahun pantauan disarankan setiap 6 bulan sekali. Sedangkan usia 6 hingga 18 tahun pantauan dapat dilaksanakan setiap satu tahun sekali.

Dokter Frida Neila juga menjelaskan bagaimana cara mencegah stunting pada kampanyenya saat itu.  Antara lain ; mengoptimalkan 1000 hari pertama kehidupan, sanitasi dan kebersihan, feeding practice yang benar serta pemeriksaan secara berkala. Oleh karena itu, selagi belum terlambat dan sebagai tindakan pencegahan, yuk perbaiki gizi dengan memakan makanan bergizi yang seimbang.

Untuk Faktor Risiko Stunting pada anak balita bisa dibaca di sini :

https://www.idntimes.com/life/family/jihan-mawaddah/faktor-risiko-stunting-pada-anak-balita-c1c2/full?q=stunting%20jihan

Gizi seimbang ini bukan lagi yang biasa disebut sebagai empat sehat lima sempurna. Tapi gizi seimbang adalah gizi yang bisa memenuhi kebutuhan nutrisi setiap umur anak. Karena beda umur, beda lagi perlakuan dan nutrisi yang dibutuhkan. Oleh karena itu penting sekali memperhatikan sebanyak apa dan apa saja nutrisi yang diperlukan oleh anak sesuai dengan usianya. Jangan sampai ukuran lambung bayi berusia tiga bulan hanya sebesar bola pingpong dimasuki dengan makanan yang belum semestinya ia konsumsi. Bukan hanya bahaya untuk lambung bayi, tapi juga bahaya untuk pertumbuhannya.

Stop Stunting untuk Indonesia Sehat!