60 Hadits Shahih Khusus Tentang Hak-hak Perempuan adalah salah satu judul buku karya cendekiawan Faqihuddin Abdul Kodir. Buku ini berisi kompilasi hadits yang dikelompokkan khusus dalam 15 tema pokok. Jika teman-teman pernah membaca buku Hadits Arbain Nawawi yang mencakup 40 hadits berkaitan dengan pokok-pokok ajaran dalam Islam, maka buku ini juga seperti itu. Hanya saja bertema tentang hak-hak perempuan.
Feminisme di Indonesia
Isu feminisme yang seringkali beredar di sosial media maupun pertemuan-pertemuan offline seringkali menggelitik hati saya. Sebenarnya apa sih yang dicari para feminis itu? Bahkan sampai ada yang mengatakan tidak akan menikah, ada juga yang mengatakan jikapun perempuan menikah mereka tidak akan mau dibebani oleh urusan domestik. Seperti mencuci, memasak, dan lain sebagainya.
Sampai-sampai saya dan beberapa teman pernah mbatin,
Kalau udah bisa ngangkat galon ke atas dispenser sendirian, baru bolehlah kamu bilang ngga butuh lelaki. Baru boleh deh kamu bilang perempuan itu di atas lelaki.
Lalu muncullah yang namanya feminisme Muslim. Kemudian banyak penggemar studi Islam, aktivis gerakan, akademisi, pimpinan organisasi Islam, para ustadz dan Kiyai, baik laki-laki maupun perempuan segera mengenal lebih dekat tentang wacana kritis ini. Wacana tentang gender dalam kajian Islam.
Kalau kita telisik lebih jauh, buah pemikiran feminisme ini memang mengundang banyak pendekatan. Termasuk kesepakatan ketika memposisikan perempuan sebagai individu yang “sama” atau “berbeda” dengan lelaki.
Catherine Stimpson adalah salah satu yang mengusulkan untuk memperjelas posisi sameness-difference yaitu dengan teori Maximisers-minimisers. Maximisers adalah feminis yang menekankan pentingnya pembedaan jenis kelamin, dan para feminis “minimisers” meminimalisirnya. Jika diperhatikan, para feminis liberal cenderung mengadopsi metode minimiser ketika menunjukkan ketidakadilan laki-laki dan perempuan di hadapan hukum.
Mereka berpendapat bahwa ketidaksetaraan gender memperburuk masalah yang dihadapi oleh perempuan dan menuntut perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Karena secara potensial perempuan memiliki kemampuan rasional yang sama dengan laki-laki, serta secara sama pula bisa memaksimalkan yang mereka inginkan.
Feminis liberal mengatasi persoalan ketidaksetaraan gender mealui mekanisme bersistem yang dapat “mengubah” asumsi perilaku yang dilekatkan pada perempuan. Menurut Lober, perbedaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan membentuk gender stereoptip dan merendahkan harkat perempuan.
Ketika status perempuan dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki, perempuan akan berhadapan dengan diskriminasi. Inilah yang akan menghambat perempuan mencapai cita-citanya, katanya. Misalnya saja, hambatan perempuan mengejar karier yang berasal dari budaya tertentu. Kungkungan semacam ini akan menyulitkan perempuan mencapai posisi tertinggi.
Itu menurut feminis liberal. Padahal menurut saya, sebagai seorang ibu pekerja, saya tidak merasa dirugikan dengan posisi saya sekarang ini. Maksud saya, sebenarnya ada banyak juga perempuan yang lebih nyaman dengan “membuang mimpinya” untuk saat ini, demi kebahagiaan yang lebih baik di masa mendatang. Apalagi saat ini banyak kok tersedia tempat penitipan anak ketika ibu harus bekerja. Apakah masih bisa dikatakan perempuan masih dipersulit dengan pekerjaan domestik dan anak?
Mari kita lanjut pada bahasan 60 Hadits Shahih tentang perempuan ini, karena berasal dari kegelisahan tersebut di atas lah buku ini lahir dan akhirnya memberikan pencerahan pada banyak orang.
Cuplikan 60 Hadits Shahih Khusus Tentang Hak Perempuan
Dalam kompilasi ini, ada 60 teks dikelompokkan dalam 15 tema pokok. Diawali dengan tema terkait prinsip relasi, kemudian mengenai martabat perempuan di mata Allah, lalu menyusul posisi dan hak-hak perempuan baik di ranah domestik maupun publik. Hingga yang terkait dengan relasi suami-istri. Satu per satu dalam buku ini, hadits akan disebutkan beserta rujukannya serta penjelasan singkat mengenai isi hadits tersebut dengan mengacu pada prinsip kesalingan.
Penulis menyebutkan bahwa lahirnya buku ini salah satunya dilatarbelakangi oleh ingatan kebanyakan orang mengenai hadits-hadits tentang perempuan adalah tentang penciptaan dari tulang rusuk yang bengkok. Atau tentang pesona yang dinarasikan sebagai fitnah (dan saya akui memang benar adanya) yang menjerumuskan laki-laki.
Atau mungkin tentang penghuni neraka terbanyak, kurang akal dan kurang agama (saya pun mengakuinya, no debate), dan banyak lagi pemikiran konservatif lainnya. Oleh karena itu 60 Hadits Shahih ini ingin mengenalkan sisi lain yang lebih fundamental dari hadits-hadits tersebut. Penulis berpikir seharusnya menjadi rujukan utama dibanding tema-tema yang populer lainnya.
Leganya, sebagai perempuan kita tidak lagi merasa insecure karena punya tulang rusuk yang bengkok, karena kurang akal, kurang agama, dan lain sebagainya. Sebagai perempuan, tentu sindiran Allah melalui penghuni neraka terbanyak ini seharusnya menjadikan kita makin semangat dalam beribadah. Makin gencar dalam menabur kebaikan dan kemanfaatan. Bukannya malah membangkang dan merendahkan ajaran.
Beberapa hadits dalam buku ini akan saya tampilkan dalam artikel ini. Kesemuanya memang memotivasi dan mencerminkan ajaran Islam yang adil. Bukan konservatif sebagaimana yang digaungkan oleh para feminis liberal. Misalnya saja hadits berikut :
Ummu Salamah Ra. bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah mengapresiasi hijah para perempuan.” Kemudian Allah menurunkan ayat, “Bahwa sesungguhnya Aku tidak akan membuang-buang apa yang diperbuat setiap orang diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian kamu dari sebagian yang lain.” (Sunan at-Tirmidzi) dalam Buku 60 Hadits Shahih Khusus tentang Hak-Hak Perempuan halaman 108-109).
Penulis memberikan penjelasannya bahwa dalam konteks pemahaman keagamaan, kita lebih sering mendengar anjuran dan nasihat agar perempuan tidak banyak bertanya dan menuntut. Namun ada banyak pula kisah perempuan sahabat pada masa Nabi Muhammad yang justru aktif bertanya. Mereka biasa bertanya, meminta bahkan menuntut ketika tidak menerima sesuatu yang menjadi hak mereka.
Atau bahkan ketika menjadi korban kekerasan, bahkan ketika AlQuran tidak mengapresiasi kerja-kerja mereka. Hadits tersebut di atas hanya salah satu dari catatan-catatan kegelisahan perempuan masa awal Islam terhadap al-Quran yang secara literal tidak menyebut kiprah perempuan dalam hal hijrah dan jihad. Kita tahu, ayat-ayat mengenali hal ini “terkesan” tidak memasukkan perempuan, karena bahasa Arab menggunakan struktus bahasa laki-laki (mudzakkar).
Kemudian Allah menurunkan ayat yang menegaskan bahwa setiap amal baik tidak mengenal jenis kelamin. Siapapun yang melakukannya, ia layak memperoleh apresiasi dan balasan dari Allah. Ini berlaku dalam semua amal, baik di ranah publik maupun di ranah domestik. Semuanya diapresiasi oleh Islam, Allah, dan RasulNya. Harusnya ini juga diapresiasi oleh umat Islam dan sistem sosial yang berasaskan Islam. Inilah pekerjaan rumah bagi kita bersama. Yaitu mewujudkan sistem sosial yang mengapresiasi kerja-kerja siapapun secara nyata. Baik laki-laki maupun perempuan. Inilah prinsip meritokrasi dalam Islam (halaman 110).
Dan masih ada 59 hadits lain bernada sama yang menggambarkan bagaimana Allah sangat memuliakan wanita. Betapa Allah Maha Adil dan Islam datang sebagai agama yang sesuai dengan namanya. Islam menjadikan wanita indah, penuh pesona, namun bukan hanya sebagai obyek semata. Islam membuat perempuan berbeda karena memang Islam ingin memuliakannya.
Jika tidak, bagaimana bisa surga ada di telapak kaki ibu kan?
60 Hadits Shahih Khusus Tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam oleh Faqihuddin Abdul Kodir, 276 halaman. Cetakan Pertama April 2019, Penerbit Diva Press.
Mantap banget nih.. tapi memang di Alquran sendiri mengatakan tidak membeda2kan amal perbuatan laki dan perempuan. Di sisi lain, bahwa laki dilengkapi kelebihan dibandingkan perempuan.. jadi penasraan sm isinya ni