Di balik Gunung Prisma, ada sosok Liwa Supriyanti, yang merupakan salah satu sosok disegani di industri baja nasional. Ia adalah Direktur dari PT Gunung Prisma, salah satu perusahaan baja terbesar di Indonesia yang bermitra sekaligus berperan sebagai pemasok proyek di seluruh pelosok Indonesia. Dalam menghadapi perubahan, ia berpandangan bahwa perubahan kehidupan masyarakat dunia saat ini berlangsung lebih cepat, sesuatu yang belum pernah terjadi selama puluhan dekade.
Liwa menyadari relevansi kondisi saat ini dan apa yang mungkin terjadi di masa depan industri baja. Menurutnya, industri baja adalah salah satu pilar penting dalam proses pembangunan suatu negara. Khususnya infrastruktur, demi masa depan berkelanjutan yang berada dalam ekonomi sirkular.
Dalam sebuah kesempatan wawancara (14/1/2021), Liwa menyatakan pandangannya bahwa ekonomi sirkular penting dalam upaya menata ulang kehidupan. Yang dimaksud disini yaitu meminimalisir produksi limbah, bahan baku, dan di sisi lain memaksimalkan penggunaan material lama dengan proses daur ulang.
Liwa Gunung Prisma memiliki pengalaman panjang selama hampir 20 tahun dalam manajemen bisnis di industri baja dan kimia. Pengalamannya tersebut diharapkan akan memudahkan upaya ini. Apalagi, saat ini merupakan momentum yang bagus untuk memikirkan kembali masa pakai produk dan siklus produksi, meliputi penghitungan besaran energi yang diperlukan untuk proses produksi, distribusi hingga siap digunakan dalam konstruksi, serta masalah beban lingkungan.
Gunung Prisma – Lebih Ramah Lingkungan Lewat Daur Ulang Baja
Menurut World Steel Association (WSA), seperti dijelaskan Liwa Supriyanti dalam wawancaranya, baja adalah material yang 100 persen bisa didaur ulang secara terus-menerus dengan proses closed-material loop. Baja hasil daur ulang tetap memiliki unsur-unsur penting di dalamnya seperti sejak awal dibuat.
Berbeda dengan model bisnis linier yang memproduksi mulai dari bahan mentah sampai akhirnya dibuang setelah masa pakainya habis, model ekonomi sirkular lebih mengedepankan strategi dan desain agar material tersebut dapat diperbaiki/didaur ulang dan digunakan kembali. Dengan model bisnis ini, baja akan menjadi material yang lebih ramah lingkungan.
Baja sendiri memiliki daya tahan selama 40 sampai 100 tahun, dan bisa lebih panjang jika pemeliharaan rutin dilaksanakan sesuai standar. Liwa mencontohkan, Sydney Harbour Bridge sampai hari ini masih menampung beban lalu lintas kendaraan dan kereta sejak pertama dibuka tahun 1932 dengan total baja sebanyak 53.000 ton yang bisa didaur ulang kapan saja. Sementara di Indonesia sendiri, sampai sekarang masih dijumpai jembatan dan jalur kereta yang masih eksis sejak dibangun berabad-abad lalu.
Dengan melakukan riset, investasi, dan perencanaan yang baik, produsen baja dalam kurun waktu lima dekade terakhir ini sudah menekan drastis jumlah bahan mentah dan energi yang dibutuhkan. Menurut catatan WSA, konsumsi energi turun sebesar 60% per ton untuk memproduksi baja, memungkinkan baja digunakan pada konstruksi panel, turbin angin, dan otomotif dengan kualitas yang sama.
Baja memang termasuk material yang paling sering didaur ulang di dunia baik sebelum dan pasca pemakaian. Lebih dari 650 Mt baja yang didaur ulang setiap tahun termasuk besi tua. WSA sendiri telah memperkenalkan pendekatan metodologi Life Cycle Assessment (LCA), yang di dalamnya terdapat database Life Cycle Inventory (LCI).
LCA bisa menjadi alat pengukur terhadap dampak lingkungan atau kinerja produk pada setiap tahapnya, serta bisa menjadi alat pembanding dengan produk atau jasa lain dengan fungsionalitas yang serupa. Sementara database LCI nantinya akan menjadi tempat pengumpulan data yang mencakup bahan mentah dan fase produksi, termasuk input dan output seperti penggunaan sumber daya dan emisi tanah, udara, dan air dari setiap proses fabrikasi.
Semoga apa yang menjadi visi Gunung Prisma saat ini bisa menjadi pelajaran bagi kita ya, untuk terus punya mimpi dan tujuan agar bermanfaat untuk orang lain. Semoga artikel ini bermanfaat ya!
Sudah satnya, setiap pelaku bisnis dan industri, melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Liwa Supriyanti. Bersahabat dengan alam, adalah cara bijak untuk merawat bumi untuk kita dan generasi berikut.