“Dulu nih ya, Ayah cukup makan gatot atau tiwul kalau tidak punya beras. Gatot dan tiwul dimasak lalu dipadukan dengan manisa (labu siam) yang direbus dengan garam. Wah sudah nikmat banget.”
Ayah begitu mengagumi makanan tradisional yang sekarang cukup sulit untuk ditemui, kecuali bikin sendiri. Jangan dibayangkan mengolah singkong menjadi gatot maupun tiwul semudah mengolah singkong goreng ya. Kalau teman-teman pernah menikmati masa kecil dengan jajanan seperti gatot maupun tiwul sebagai pengganti beras, berarti kita seumuran.
Setiap kali ada kesempatan ke pasar tradisional, saya selalu menyempatkan membeli gatot atau tiwul atau bledhus (jagung rebus yang diserut lalu diberi taburan garam dan kelapa muda). Makanan-makanan tersebut biasanya menjadi pengganti sarapan Ayah saya saat itu. Saat-saat sebelum Ayah harus diet karbohidrat karena jantungnya yang perlu dijaga ketat dengan pola makan diet jantung dengan sejuta pantangan.
Oleh karena itu mau tidak mau, kami pun juga familiar dengan makanan-makanan semacam itu. Senang sekali ternyata bledhus, gatot maupun tiwul masih bisa dijumpai meskipun tidak sesempurna dulu. Setidaknya keanekaragaman pangan yang ditemui di Indonesia belum hilang sama sekali. Namun bukan berarti ancaman makanan korea dan gaya eropa tetap kita biarkan dan menggantikan pola makan kita sebagai bangsa Indonesia dong ya 🙂
Indonesia Katanya Tanah Surga
Tidak hanya thiwul, gatot dan juga bledhus yang menjadikan saya bersyukur karena lahir dan dibesarkan di Indonesia. Karena kalau mendengar curhatan sang adik yang saat ini sedang kuliah di Mesir, banyak sayuran dan juga lauk pauk (apalagi hasil laut ya) dengan harga yang sangat mahal disana.
Jenis sayuran pun terbatas banget. Kalau di Indonesia biasa makan dengan jenis sayuran yang melimpah mulai dari bayam, kangkung, sawi hijau, sawi putih, dan masih banyak lagi. Belum lagi buah-buahan mulai dari apel, alpukat, pisang dengan berbagai jenis, semangka, hingga buah musiman seperti rambutan, mangga, kelengkeng, dan lain sebagainya. Tentu tidak bisa sering-sering berjumpa di negeri orang, apalagi di benua Afrika.
Maka tak heran jika ada nyanyian :
Orang bilang Tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan Batu jadi tanaman
“Lirik Lagu Kolam Susu – Koes Plus”
Pada beberapa waktu lalu, saya bersama Eco Blogger Squad dan Yayasan Kehati (Keanekaragaman Hayati) Indonesia melalui Ibu Rika juga berkenalan dengan sorgum. Salah satu tanaman palawija yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia Timur. Keberadaan sorgum sangat penting untuk bahan pangan alternatif masyarakat Indonesia selain padi. Di sisi lain budidaya sorgum tidak hanya memberikan manfaat sebagai bahan pangan alternatif pengganti padi saja, melainkan juga memberikan manfaat secara finansial dan lingkungan.
Adanya begitu banyak keanekaragaman pangan di Indonesia menunjukkan betapa kayanya Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya. Pun dengan keberagaman sumber pangan yang dimiliki. Hanya saja sampai sejauh ini masih belum dikembangkan lebih jauh oleh masyarakat.
Keanekaragaman Hayati di Indonesia, Bukti Kekayaan Tak Terbatas
Kalau dulu saya berpikir pisang hanya terdiri dari beberapa jenis saja, seperti pisang raja, pisang ambon, pisang Cavendish, dan mungkin ada satu atau dua jenis pisang lainnya yang bisa dimakan, namun hari itu ternyata ada sesuatu yang lebih besar lagi dan belum saya ketahui. Nah, pada kesempatan bersama Eco Blogger Squad itulah saya tahu bahwa jenis pisang pun ternyata ada puluhan!
Macam-macam pisang tersebut merupakan bukti bahwa di dalam lingkup keanekaragaman tingkat gen pun Indonesia sangat kaya. Apalagi jika dilihat dari keanekaragaman tingkat ekosistem.
Bagi teman-teman yang mungkin lupa tingkatan apa saja yang ada di dalam keanekaragaman hayati, dalam kesempatan ini yuk kita ingat kembali bagaimana makhluk hidup di dunia ini bisa berbeda satu sama lain.
Dunia ini terdiri dari banyak sekali makhluk hidup. Tiap-tiap wilayah memiliki makhluk hidup yang berbeda-beda. Berbagai perbedaan yang menyusun mulai dari bentuk, warna, jumlah tekstur hingga ukuran ini akhirnya menimbulkan keberagaman yang cukup menarik. Keberagaman ini dalam Biologi dikenal sebagai keanekaragaman hayati.
Sehingga jika disimpulkan, keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keberagaman makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang terlihat atau diamati, sehingga menunjukkan variasi gen, jenis hingga ekosistem sebuah daerah. Hal ini yang membuat flora dan fauna di tiap-tiap negara memang cenderung berbeda.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberagaman mulai dari iklim, vegetasi, interaksi dengan organisme lain dan penghambat fisik. Adapun tingkatan-tingkatannya sebagai berikut :
Tingkatan dalam Keanekaragaman Hayati
Lantaran keanekaragaman hayati ini terbentuk berkat kesamaan dan perbedaan organisme, tentu akhirnya ada tingkatan-tingkatan tersendiri. Agar teman Bio makin paham, berikut tingkatan biodiversitas dari organisme rendah hingga organisme tinggi.
1. Keanekaragaman Tingkat Gen
Dalam tingkatan ini, keanekaragaman disebabkan oleh variasi atau struktur gen di dalam spesies organisme. Sebagai faktor pembawa sifat, maka bisa disimpulkan jika susunan gen berbeda, akan memicu perbedaan pada satu atau keseluruhan sifat. Dalam tumbuhan, tingkatan ini sering disebut varietas, sementara dalam hewan disebut ras.
Contohnya seperti buah mangga (mangifera indica) punya varietas mangga manalagi atau mangga arumanis. Lalu untuk kucing (felis catus) punya keanekaragaman tingkat gen seperti ras Turkish Angora, ras Persia dan ras British Shorthair (BSH). Keberagaman di tingkat ini bisa terjadi juga lewat perkawinan silang dalam satu spesies dengan sifat berbeda.
2. Keanekaragaman Tingkat Jenis/Spesies
Jika keanekaragaman tingkat gen biasanya sulit terlihat kecuali jika diamati sifatnya, pada tingkat jenis atau spesies bisa diamati dengan mudah. Karena perbedaan pada tingkatan ini sudah mencapai keberagaman morfologi, fisiologi, anatomi hingga tingkah laku.
Contoh dalam tumbuhan seperti kelapa, aren dan pinang yang sama-sama masuk di Famili Palmae. Lalu di dalam spesies hewan, ada Genus Felis yang terdiri dari Felis Bengalensis (kucing leopard), Felis Silvestris (kucing rumahan) hingga Felis Chaus (kucing hutan).
3. Keanekaragaman Tingkat Ekosistem
Berbagai spesies entah flora atau fauna di bumi ini mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda-beda, terhadap lingkungannya. Perbedaan ini akhirnya membentuk ekosistem yang tak sama, sehingga memicu kehadiran keanekaragaman hayati tingkat ekosistem.
Keberagaman di tingkatan ini terjadi lantaran perbedaan letak geografis yang akhirnya membuat iklim, suhu, intensitas cahaya dan curah hujan tak sama. Beriku beberapa contohnya:
- Ekosistem lumut: Bisa teman Bio temukan di daerah bersuhu rendah dan lembab seperti puncak gunung. Biasanya flora yang ada seperti lumut dengan hewan-hewan berbulu tebal.
- Ekosistem gurun: Sebagai wilayah dengan perbedaan suhu mencolok lalu angin berhembus kencang, iklim panas dan curah hujan rendah, tumbuhan yang hidup didominasi kelompok xerofit seperti kaktus. Lalu untuk hewan, kebanyakan spesies mamalia kecil dan reptil.
Memangnya kenapa sih harus ada keanekaragaman hayati? Kenapa kita tidak bisa menerima satu macam buah pisang saja? Kenapa kita tidak hanya menerima satu macam jenis makanan pokok berupa beras saja?
Manfaat Keanekaragaman Hayati
Tidak selamanya perbedaan itu adalah sesuatu yang buruk, tentu kita paham soal ini. Karena itulah, keanekaragaman hayati justru sangat penting bagi kelangsungan dan kelestarian makhluk hidup sendiri. Perbedaan ini sendiri muncul sebagai hasil proses evolusi dan adaptasi dalam waktu lama, yang membuat makhluk hidup tidak punah.
Bahkan lebih lanjut, biodivesitas juga dianggap mampu memenuhi segala macam kebutuhan manusia. Hal termudah seperti wilayah Indonesia Timur yang terbiasa makan sagu sementara wilayah Indonesia Barat, menyukai nasi sebagai sumber karbohidrat. Karena itulah, kita juga harus tetap menghargai perbedaan supaya kita tetap lestari.
Keanekaragaman hayati di Indonesia tersebut tentu menjadi berkah tersendiri bagi kita semua. Karena tidak semua negara atau daerah memiliki contoh keanekaragaman hayati yang sangat beragam sebagaimana di Indonesia. Mulai dari keanekaragaman hayati tingkat gen hingga tingkat ekosistem. Begitu juga yang dipaparkan oleh Yayasan Kehati dalam kesempatan webinar bersama Eco Blogger Squad beberapa waktu lalu.
Keanekaragaman Hayati Sang Penunjang Kehidupan
Keanekaragaman hayati yang kami singkat Kehati pada pertemuan bersama Eco Blogger Squad beberapa waktu lalu disebutkan oleh Ibu Rika Anggraini sebagao sumberdaya yang ada di semua aspek dan unsur kehidupan dari mikro-organisme hingga ke biosfer. Baik yang ada di hutan, gunung, tumbuh-tumbuhan, hewan, lautan, sungai, bahkan gurun pasir, kesemuanya menjalin hubungan salit mengkaitkan dalam suatu sistem penunjang kehidupan di bumi ini.
Kehati merupakan sumber dari bahan-bahan alami untuk makanan, obat-obatan, pertanian, perkebunan, perikanan, perairan, industri, sumberdaya genetika, dan lain sebagainya. Oleh karena itulah Keanekaragaman Hayati kita sebut sebagai sebuah sistem penunjang kehidupan makhluk.
Diantara jasa-jasa keanekaragaman hayati di berbagai bidang dapat kita rasakan hingga saat ini, yakni :
Jasa Lingkungan Hidup :
- Menyediakan sumberdaya air, mengatur tata air tanah
- Menjaga dan melindungi kesuburan tanah
- Menyerap karbon dan menjaga stabilitas iklim
- Mengurai dan menyerap polusi udara
- Memelihara kelestarian ekosistem
- Menjaga keseimbangan kehidupan manusia dengan alam
Jasa/Manfaat Ekonomi :
- Sumber bahan pangan
- Sumber energi terbarukan : biomassa, mikro-hidro, biofuel
- Sumber bahan farmasi dan obat-obatan
- Sumber produk-produk hasil pertanian, perkebunan, hasil kelautan dan perikanan
- Menyediakan jasa pariwisata alam dan bahari
Jasa/Manfaat Sosial
- Sumber kehidupan masyarakat adat
- Sumber penelitian dan pengembangan IPTEK
- Jasa pendidikan lingkungan dan alam
- Jasa pengembangan nilai-nilai budaya dan religi
- Jasa rekreasi dan kesehatan masyarakat
Dari sekian banyak jasa atau manfaat dari keanekaragaman hayati tersebut, masihkah kita tak peduli dengan kekayaan yang kita miliki sendiri?
Ancaman Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Ancaman terbesar utama bagi keanekaragaman hayati di seluruh wilayah dunia, khususnya di Indonesia adalah karena perubahan penggunaan lahan dan air (50%). Perubahan penggunaan lahan dan air dalam hal ini yaitu penebangan yang dilakukan terus menerus, pertanian yang tidak berkelanjutan, serta penambangan/penggalian.
Penggunaan lahan inilah yang akan menyebabkan hilang atau berkurangnya habitat.
Lalu ancaman terbesar kedua adalah eksploitasi berlebihan pada spesies (24%), yakni ketika manusia sengaja membunuh spesies/satwa tertentu untuk diperdagangkan atau penangkapan besar-besaran. Tentu saja hal ini juga disebabkan oleh populasi manusia yang serakah juga semakin bertambah 🙂
Ancaman ketiga, invasi oleh spesies/satwa dan menyebarkan penyakit (13%). Invasi oleh spesies/satwa tertentu terjadi karena habitat asli mereka yang rusak, sehingga mereka mencari habitat lain dan akan menyerang spesies/satwa asli. Spesies/satwa yang melakukan invasi juga bisa menyebarkan penyakit baru yang sebelumnya tidak ada di lingkungan.
Bahkan WWF menyebutkan bahwa manusia telah merusak alam pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pemicu tersebut dirumuskan karena beberapa sebab yakni :
- Kebijakan dan pola pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan
- Gaya hidup konsumerisme
- Sedikitnya jenis atau varietas yang dibudidayakan
- Pertanian atau perikanan memerlukan input tinggi (pupuk, pestisida, pakan) sehingga menyebabkan erosi genetik/plasma nutfah.
- Pudarnya kearifan lokal
Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim
Ancaman dari sebab hilangnya keanekaragaman hayati tidak hanya berhenti disitu. Namun juga dipengaruhi oleh perubahan suhu global yang memengaruhi kehati dengan dampak dan skala kerusakan yang beragam. Baik terhadap gen, jenis, komunitas dan ekosistem.
Ironinya, perubahan iklim dan pemanasan global bersumber dari adanya emisi gas-gas rumah kaca yang tidak terkendali. Selain itu juga adanya deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia sebagai penyumbang terbesar emisi nasional. Perubahan iklim dan Kehati bak mata rantai yang tak putus.
Bahkan di bidang pertanian dan pangan, akan terjadi 10% penurunan panen padi untuk setiap kenaikan suhu satu derajat celcius suhu rata-rata. Tak heran produksi beras di Indonesia dan juga dunia nantinya akan semakin jauh berkurang dari waktu ke waktu.
Selain itu, tangkapan ikan di Indonesia akan menurun pula hingga 40% pada kawasan Zona Ekonomi Eksklusif sebagai dampak banyak jenis ikan bergeser mencari iklim yang lebih sejuk, beradaptasi pada suhu yang hangat atau punah akibat perubahan iklim global.
Apa yang Harus Dilakukan?
Sebagai perempuan yang terlibat mulai dari proses produksi hingga konsumsi, banyak yang menjadi kepala rumah tangga, atensi yang tinggi terhadap isu kesehatan (kader gizi dan posyandu), berada di tengah sektor domestik dan publik, dan dikenalnya kita sebagai makhluk yang ulet dan konsisten, selayaknya menjadi tonggak kepedulian terhadap keanekaragaman hayati demi kelangsungan hidup manusia.
Sebagai pertimbangan hal kecil yang bisa kita lakukan dimulai dari persoalan pangan lokal yang sebenarnya beragam. For your information, ada 100 jenis sumber karbohidrat dan 100 jenis protein yang dimiliki oleh Indonesia. Maka jangan sampai kita punya ketergantungan pada sumber makanan tertentu.
Jangan sampai prevalensi stunting meningkat lagi dari waktu ke waktu karena politik yang terkait dengan beras dari rezim orde baru begitu mengakar. Bahwa beras adalah sumber makanan lokal yang harus ada. Padahal ada sumber makanan lokal lainnya seperti sorgum, sagu, umbi-umbian dan lainnya.
Meningkatnya prevalensi stunting di NTT hingga 40,3% semakin menyadarkan kita bahwa sorgum dipilih karena tanaman ini dapat hidup dengan baik di tanah marginal. Selain itu ia juga memiliki nutrisi tinggi, dan memiliki akar budaya yang kuat dengan masyarakat lokal.
Oleh karena itu yuk mulai saat ini lakukan apa yang bisa kita lakukan (sebagai blogger misalnya), mulai dari hal terkecil untuk membantu eksistensi keanekaragaman hayati di Indonesia :
- Menekankan kesadaran akan pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati melalui pendidikan berbasis keanekaragaman hayati sejak dini
- Mengubah gaya hidup : menjadi konsumen hijau, konsumsi pangan lokal, mempertahankan budaya makan lokal dan menerapkan eco living
- Menjadi agent of change yang konsisten mendorong adanya perubahan di masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan
Sudah siap menjadi agen perubahan untuk kelangsungan hidup anak cucu kita? Yuk jaga bersama kekayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kita.
Referensi :
databoks.katadata.co.id
Webinar bersama Yayasan KEHATI Indonesia
Saya dulu, pas di Makassar tidak pernah makan tiwul, Mbak. Nah, pas di jawa, ada tetangga yang jual untuk sarapan. Makannya pakai gorengan tempe hehehe. Dan memang Indonesia sangat subur. Saya langsung terkejut saat melihat foto aneka pisang. Sangat beragam.
Jadi kangen makan gatot, tiwul atau bledhus. Di Bali ada makanan tradisional namanya Jaja Bali, biasanya terdiri dari lupis, cenil, ketan kinca atau bledus. Jarang saya jumpai penjual gatot atau tiwul. Perubahan iklim yang terjadi saat ini juga dipengaruhi perilaku manusia ya mbak. Dulu ada musim kemarau dan musim hujan. Kini seolah musim2 itu tidak bisa diprediksi karena hujan itu dengan tiba2 turun deras meski menurut hitungan bukan musim penghujan lagi. Kita sebagai makhluk yang hidup di bumi harus bisa membantu melestarikan kekayaan alam negara kita dengan dimulai dari tindakan kecil.
Aku nggak bisaaaa kalo nggak makan nasiii padahal beras kita juga banyak yg impoor.. hiks.. padahal banyak makanan lokal pengganti makanan pokok.. maunya bisa gituu aku ga makan nasi..tp apa daya maag ini bikin khawatir kalo ngga makan nasi
MasyaAllah, Indonesia itu tanahnya subur, cuma sayang banget belum bisa dioptimalkan secara penuh. Malah sekarang lebih banyak bangunan daripada lahan produktifnya. Baca tulisan ini jadi nambah pengetahuan soal jenis makanan dan buah lo, saya
Sebenarnya kita bisa aja sih makan makanan lain selain nasi yg nutrisinya ga kalah cuma ngga terbiasa aja
Dulu pas kecil aku juga suka makan thiwul. Uwenak bikinan mbahti. Manis asinnya pas. Sekarang udah nggak pernah makan lagi.
Wow banyak juga ya mba yang bisa dijadikan pengganti nasi. Tiwul ini rasanya gurih dan legit, selain itu masih banyak sumber karbo di Indonesia yang ternyata aku nggak tau. Kalau sorgum sendiri sering dipakai untuk tepung bubur MPASI ya
ya ampun aku jadi keinget dulu pas SD sering banget jajan gemblong, tiwul, timus, gatot, serambi beras jugaa, tapi jaman sekarang udh jarang banget deh nemuin jajanan itu padahal di kampung huhu
Tiwul gatot, blendung, dll adalah jajanan tradisional favorit pas main ke rumah mbah. Sayangnya sekarang saya tinggal jauh di timur Indonesia. Jadi nggak bisa ngerasain jajanan” enak itu.
Saya pernah satu acara dengan banyak orang bule tatau orang luar negeri. mereka itu bangga sekali ketika bisa memasak bahan-bahan alami yang dipetik dari kebun sendiri, karena memang di tempatnya tidak ada. Padahal yang seperti itu bagi orang Indonesia hal itu sudah sangat biasa tapi tidak pernah disadari. Keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia jarang sekali dipunyai oleh orang luar negeri khususnya yang dari Eropa
Hayuuk jaga keanekaragaman hayati, karena banyak yang bisa digali, tapi ya tanami kembali, biar bisa diolah lagi oleh generasi nanti
emang kaya banget sih Indonesia ini sebetulnya, kalau digali semua tanahnya, bisa deh menghasilkan 🙂 dan memang kudu ada yang peduli biar terus lestari ya
Gathit thiwul itu aku juga suka mbak. Klo di Jogja pasti nemu yang lezat. Dan emmang bikinnya nggak mudah, juga butuh waktu yang lama.
Indonesia the best, aku bangga tinggal di Indonesia. Yg menarik gambar di atas adalah macam-macam pisang, wow aku baru tau klo sebanyak itu.
Banyak hal yang nggak kita sadari, udah diberikan alam Indonesia dengan luar biasa ya J. Kudu banyak bersyukur emang sama KEHATI ini. Duh, jadi pengen beli bledhus sama tiwul di pasar deh besok
Bersyukur banget ya tinggal di Indonesia. Banyak sekali tanaman yang bisa tumbuh. Btw, aku juga suka makan gathot dan tiwul. Kalau bledhus di daerahku biasa disebut grontol mbak.
Alhamdulillah ya, Mbakjiii, kita dilahirkan di bumi Indonesia yang punya keanekaragaman yang banyak banget. Aku suka banget tiwul sama gatot. Kalo ke pasar pagi2 gitu mesti beli itu buat sarapan, haha.
Berbinar sekali membaca artikel kak Jihan.
Karena aku jadi tahu mengenai Keanekaragaman Hayati di Indonesia, dan ini menjadi Bukti Kekayaan Tak Terbatas yang dimiliki. Sebenarnya bukan hanya terbatas di Indonesia yaa.. tapi dunia. Dengan banyaknya varietas yang ada, tugas manusia adalah menjaganya dan menjadikannya tetap ada hingga anak-cucu-cicit dan seterusnya kelak.
Bahas tiwul dn gatot pas puasa gini adalah godaan iman ya mbak. Auto pengen cepet berbuka jadinya 🙈
memang se kaya itu yaa kita mbaa.. jadi makin bangga dan berusaha ikut menjaga. minimal kenalan dulu lah.. kalau bisa berbuat lebih, malah baguss
Bersyukur tinggal di Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa. Semoga kita dapat melestarikannya dengan baik sampai anak cucu kita masih dapat merasakannya dan estafet penjagaannya masih dapat diteruskan oleh generasi selanjutnya
Enggak hanya alamnya yang kaya, tetapi juga makanan Indonesia yang kaya rempah. Enggak heran Indonesia dijadikan target pasar sama para penjajah dulu. Kita boleh bangga, tapi juga kita perlu sadar ya kak. 🥲
Baca ini jadi berasa diingetin kalo Blogger juga punya peran untuk menyadarkan masyarakat mengenai keanekaragaman hayati. Selama ini cuma ngedukasi dikit2 ke orang2 terdekat aja. Boleh deh next time, nulis yg beginian juga.
Betul banget kak, blogger jadi yang paling dekat dengan masyarakat untuk kasih edukasi
Memang sebuah kebanggaan ya lahir dan besar di Indonesia menikmati sayur, buah dan hasil bumi lainnya. Btw kalau pisang favoritku pisang gepok kak ji enak banget buat kolek/takjil dan gorengan.
sebagai warga negara Indonesia, dengan banyaknya keanekaragaman yang banyak, kita harus menjaga dan melestarikannya
Penasaran sama rasanya sorgum nih. PR juga nih buat membuang mindset orang Indonesia ga kenyang kalo ga makan nasi
Indonesia tak pernah kurang SDAnya, hanya kurang SDM yang mampu memanfaatkan SDAnya dengan baik :(.
Oleh sebab itulah banyak peristiwa kelangkaan, meski sebenarnya di kita itu kaya mustahil