Andai aku jadi pemimpin, apa yang akan kulakukan?

Sayangnya sampai tulisan ini akan ditulis, saya tidak ingin menjadi pemimpin. Pemimpin itu berat. Amanah yang tidak main-main dan besar pertanggungjawabannya kelak di hari akhir. Bukannya menakut-nakuti yang lain, hanya saja saya merasa belum sanggup menanggung beban amanah yang besar itu.

Namun seorang sahabat berkata pada saya,

“Ya terkadang orang yang tidak mau jadi pemimpin itu akan jadi pemimpin.”

Betul juga apa katanya. Seorang BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 dulunya tidak terobsesi untuk menjadi pemimpin Negara. Namun saat itu, bangsanya sangat membutuhkan sosok pemimpin seperti dirinya. Maka Pak BJ. Habibie tidak punya pilihan lain untuk menyelamatkan negaranya dengan segala tenaga dan potensi yang dimiliki oleh beliau.

perubahan iklim di indonesia

Maka saya pun berubah pikiran, bahwa menjadi seorang pemimpin adalah panggilan bangsa. Jika menurut kita tidak ada yang layak dan baik untuk menjadi pemimpin, mengapa hanya berpangku tangan dan tidak ambil peran? Lalu, here we are, saya ingin menuliskan di sini bagaimana jika kelak saya menjadi pemimpin untuk Indonesia. Apa yang saya lakukan untuk perubahan iklim di Indonesia khususnya, yang sampai saat ini belum disadari sepenuhnya bahaya yang akan ditimbulkan.

Sudut Pandang Seorang Pemimpin

Kata salah seorang dosen saya di bidang pendidikan, menjadi pemimpin harus memiliki bird eye view. Maksudnya, ia harus memandang segala sesuatu dari atas. Ketika sudah memandang segala sesuatunya dari atas, sebagaimana burung mengawasi mangsanya yang ada di daratan. Kita pun juga membutuhkan sudut pandang yang sama seperti burung. Melihat mangsa dari kejauhan dan memprediksi kapan dan bagaimana seharusnya ia menangkap mangsanya. Melihat dari kejauhan seperti burung ini akan kita dapatkan sudut pandang yang lebih luas tentang berbagai persoalan di masyarakat. Mulai lapisan atas hingga bawah.

bird eye view seorang pemimpin

Sudut pandang yang lebih luas akan membantu kita untuk melihat berbagai macam kondisi. Bayangkan kita sedang mengawasi sebuah pembangunan dari atas gedung berlantai 30. Kita akan mengetahui bagaimana situasi lalu lintas di sekitar gedung itu, gang-gang sempit mana saja yang bisa dilewati oleh kendaraan roda dua, rumah-rumah mana yang memiliki pekarangan, sungai-sungai mana yang kotor dan tercemar, dan masih banyak lagi.

Sudut pandang seorang pemimpin ketika berhadapan dengan masalah tidak bisa seperti saya, atau kita, sebagai orang biasa yang hanya mampu melihat kondisi dari dekat. Ia harus mengeluarkan tenaga dan waktu ekstra untuk memikirkan solusi yang bisa sama-sama dirasakan dengan baik oleh semua pihak/kalangan.

Pemimpin akan dihadapkan pada permasalahan yang sangat kompleks. Misalnya saja ketika ada pengaduan tentang sebuah pembangunan pabrik yang mencemari lingkungan, maka tidak bisa hanya dilihat dari rumah siapa saja yang tercemar limbah pabrik itu nantinya. Namun, seorang pemimpin akan melihat lebih luas lagi. Ia akan melihat sampai sejauh mana sungai akan terkontaminasi. Sejauh mana air bersih akan berhenti mengalir. Sejauh mana polusi udara itu akan berdampak negatif pada hutan kota. Sejauh mana dampak ekonomi yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar. Belum lagi kualitas udara yang akan dihasilkan di lingkungan sekitar pabrik, dan masih banyak lagi permasalahan yang dihadapi oleh seorang pemimpin.

Perbaikan Sistem untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Tidak benar jika dikatakan perubahan iklim di Indonesia atau dalam lingkup global terjadi dengan lambat, apalagi kalau dibilang tidak terjadi. Perubahan iklim di Indonesia sedang terjadi. Dibuktikan dengan cuaca yang tak lagi menentu, bencana alam banjir, longsor, kekeringan, dan lain sebagainya.

Jika kekhawatiran kita mengenai perubahan iklim di Indonesia sebatas efeknya menaikkan permukaan air laut, itu belum apa-apa. Baru secuil dari segala kemungkinan musibah yang disebabkannya, dan bisa terjadi bahkan dalam masa hidup seorang remaja saat ini. Oleh karena itu, jika saya menjadi pemimpin, maka hal pertama yang akan saya perbaiki adalah hal-hal yang berkaitan dengan perubahan iklim. Tidak bisa tidak, kita harus memperbaiki sistemnya terlebih dahulu.

Memang sukar dipercaya betapa banyak yang sudah terjadi dan betapa cepat. Pada akhir musim panas 2017 tiga badai besar terjadi di Atlantik bersamaan. Awalnya bergerak di jalur yang sama seolah batalion-batalion tentara yang sedang berbaris. Badai Harvey, ketika menerpa Houston, mengakibatkan hujan sangat deras sampai-sampai di beberapa daerah disebut “peristiwa 500.000 tahun sekali” itu artinya seharusnya hujan sederas itu hanya terjadi setiap lima ratus ribu tahun. (David Wallace Wells dalam Bumi Yang Tak Dapat Dihuni)

Ada banyak sekali unsur-unsur kekacauan yang terjadi di berbagai Negara karena perubahan iklim. Mulai dari panas laut, kelaparan, tenggelamnya kota-kota, kebakaran yang semakin sering terjadi di hutan-hutan, bencana yang tak lagi alami, kekurangan air, laut yang sekarat, udara yang tak bisa dihirup, wabah akibat pemanasan, ambruknya ekonomi, konflik akibat iklim, dan juga bagaimana sebuah “sistem” memengaruhi perubahan iklim itu sendiri. Semua hal yang saya sebutkan tadi saling berhubungan dan bermuara pada satu sebab : perubahan iklim.

Beberapa rentetan kejadian akibat iklim akan berlangsung tidak hanya di satu negara saja, tapi juga di tingkat global. Saking besarnya, efeknya akan tampak tak terasa. Planet yang menghangat ini akan menyebabkan es Artika meleleh, artinya lebih sedikit cahaya matahari yang terpantul balik ke antariksa dan makin banyak yang diserap planet yang memanas terus menerus. Hal itu juga akan berdampak pada laut yang makin tak mampu menyerap karbon di atmosfer dan planet makin memanas.

Planet yang menghangat juga akan melelehkan es abadi Artika, yang mengandung 1,8 triliun ton karbon, lebih dari dua kali lipat yang sekarang ada di atmosfer Bumi. Sebagiannya terlepas dalam wujud metana, gas rumah kaca yang 34 kali lipat lebih kuat daripada karbon dioksida jika diukur dalam waktu skala seabad.

Planet yang lebih panas secara umum buruk untuk kehidupan tumbuhan, artinya kematian hutan–menyusutnya hutan seluas negara-negara–berarti pengurangan dramatis kemampuan alami planet ini menyerap karbon dan mengubahnya menjadi oksigen. Artinya suhu makin panas, yang berarti makin banyak kematian hutan, dan seterusnya. Suhu lebih tinggi berarti makin banyak kebakaran hutan, lebih sedikit pohon, lebih sedikit penyerapan karbon, lebih banyak banyak karbon di atmosfer dan planet makin panas!

Planet yang lebih hangat berarti lebih banyak uap air di atmosfer, dan karena uap air adalah termasuk gas rumah kaca juga, itu menambah pemanasan. Laut yang lebih hangat menyerap panas lebih sedikit kan, artinya lebih banyak udara panas yang mengandung lebih sedikit oksigen. Sehingga mengancam fitoplankton yang melakukan kerja tumbuhan di laut (menyerap karbon dan memproduksi oksigen). Sehingga kita dapat makin banyak karbon yang memanaskan lagi planet ini.

Negara pertama yang mengalami industrialisasi dan menghasilkan gas rumah kaca secara besar-besaran, Inggris, diperkirakan tak banyak menderita karena perubahan iklim. Bagaimana dengan Indonesia? Negara yang saat ini tergolong lambat perkembangannya di dunia, dan kita harus akui itu. Meski menghasilkan emisi gas rumah kaca paling sedikit, akan termasuk yang terpukul paling keras jika tidak segera memperbaiki segalanya mulai dari alam, dari hutan.

perubahan iklim

Beberapa solusi yang saya tawarkan sebagai pemimpin kelak, untuk menangani masalah global yang sebenarnya menjadi akar permasalahan dari segala aspek kehidupan ini diantaranya :

1. Pajak Karbon untuk Perlindungan Negara dari Perubahan Iklim di Indonesia

Kekayaan mungkin akan membantu negara kita, tapi tak akan menjamin keselamatannya. Sebagaimana yang sudah disadari Australia dalam pernyataan David Wallace Wills bahwa : sebagai yang terkaya diantara negara-negara yang mendapat hajaran dari pemanasan global paling intens dan langsung, Australia menjadi kasus percobaan bagaimana masyarakat makmur dunia menghadapi tekanan perubahan suhu yang mungkin dialami oleh negara-negara maju lain kelak menjelang akhir abad ini.

Australia didirikan di atas sikap cuek dan semena-mena terhadap bentang alam dan penduduk aslinya, dan ambisi modernnya selalu rapuh. Tentu saja hal ini tidak kita inginkan terjadi di Indonesia.

Pada 2011, satu gelombang panas di Australia menghasilkan kematian pepohonan dan terumbu karang secara luas. Habisnya tumbuhan, ambruknya populasi burung dan kenaikan dramatis populasi serangga serta perubahan ekosistem laut dan darat. Sebagai calon pemimpin Indonesia ini saya tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi di negara kita.

Maka jika saya menjadi pemimpin, setidaknya saya akan memberlakukan pajak karbon. Sehingga paling tidak, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh industri-industri kapitalis di tanah air akan turun. Sebagaimana yang telah terjadi di beberapa negara yang berhasil menerapkan ini dan emisi gas rumah kacanya menurun.

Pajak karbon ini diterapkan dengan cara menambahkan biaya pada pemakaian barang penghasil energi kotor atau emisi gas rumah kaca. Beberapa negara yang sudah melakukannya seperti Australia, Afrika Selatan, dan India. Hasilnya emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pun turun. Namun ketika tekanan politik pajak itu dihapuskan, emisinya naik lagi. Menurut Alek Karci Kurniawan, Peneliti Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, pajak karbon adalah cara praktis untuk meminta konsumen dan produsen memperhitungkan biaya sosial dari polusi yang meningkatkan Gas Rumah Kaca (GRK) ini. Hal inilah yang akan saya lakukan pertama kali untuk melindungi udara bersih di Indonesia.

2. Sanksi Tegas untuk Perusak Hutan Lindung

Hutan lindung di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati nomor dua di dunia. Indonesia juga memiliki tutupan hutan hujan  tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brazil dan Congo. Meski demikian, Indonesia lebih memiliki keunikan ekosistem karena kondisi wilayahnya sebagai negara kepulauan.  Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau dengan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia sejauh 95.181 km (sumber : Live Stream Hari Hutan Indonesia).

Letak Indonesia diantara benua Asia dan Australia semakin membuat lengkap keunikan keanekaragaman hayati di dalamnya. Karakteristik flora dan fauna wilayah Asia, flora fauna Australia, dan peralihan dari keduanya dapat ditemukan di Indonesia.  Ekosistem hutan mulai dari pantai sampai dengan puncak pegunungan bersalju abadi juga dapat ditemukan di Indonesia.

Indonesia adalah satu-satunya negara tropis di wilayah di Asia Tenggara yang memiliki tutupan salju. Indonesia juga terletak di antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Hutan hujan tropis ini memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Jasa ekosistem hutan tropis meliputi manfaat ekonomi, sosial-budaya, dan ekologi. Jasa ekosistem tersebut memberikan nilai secara langsung maupun tidak langsung.  Hutan Indonesia merupakan modal pembangunan bangsa sebagai penghasil berbagai produk seperti kayu, hasil hutan bukan kayu, buah, obat-obatan, dan bahan pangan lainnya. Keberadaan hutan hujan juga memperlihatkan hubungan yang sangat erat dengan kehidupan masyarakatnya, khususnya masyarakat adat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan.

Hutan hujan Indonesia menjadi rumah bagi ribuan jenis keanekaragaman spesies.  Maka tidak salah apabila Indonesia disebut sebagai Megabiodiversity Country. Daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki 10 % tumbuhan dunia, 12 % mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17 % burung (Collin et al. 1991).

Angka-angka yang menunjukan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia juga bermacam-macam.  Indonesia, misalnya memiliki lebih dari 38.000 spesies tumbuhan, 55% di antaranya tumbuhan endemik.  Spesies palem juga paling banyak ditemukan di Indonesia dengan 477 spesies, dimana 225 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (BAPPENAS 2003).

sanksi tegas bagi perusak hutan

Ekosistem hutan lindung memberikan jasa lingkungan yang penting sebagai pengatur iklim dan konservasi tanah dan air. Ekosistem hutan lindung juga berperan penting bagi penyimpan karbon, baik pada level regional maupun global (Laurance 1999). Untuk itulah keberadaan hutan lindung sebagai hutan penutupan vegetasi sangatlah penting untuk dijaga dan dipelihara keberadaannya (sumber : golonganhutan)

Jika dikelola dengan baik, di masa yang akan datang Indonesia memegang peranan penting sebagai negara penyedia keanekaragaman hayati untuk mendukung perkembangan energi terbarukan, bahan obat-obatan, dan sumber pangan. Hutan hujan Indonesia juga dapat menjadi bagian dari solusi penanganan perubahan iklim. Jika tidak dilindungi, bagaimana nasib anak cucu kita kelak?

Oleh karena itu pemberian sanksi tegas pada siapa saja yang merusak hutan lindung diharapkan akan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya. Termasuk pada siapa saja yang akan membuka hutan lindung sebagai kawasan food estate dan lain sebagainya. Perlindungan penuh untuk hutan lindung ini dapat dilakukan dengan memperbanyak patroli hutan dan merekrut para ranger hutan yang bekerja sama dengan penduduk setempat agar hutan tetap terlindungi dari serangan apapun. Khususnya serangan dari manusia serakah yang tak peduli lagi akan batas-batas alam. Lalu menghukum siapa saja yang melanggarnya.

3. Keharusan untuk Menciptakan Ruangan Hijau Terbuka di Kawasan Manapun

untuk perubahan iklim di Indonesia

Menciptakan ruangan hijau terbuka di rumah, sekolah, universitas, hingga pada lingkup kantor atau tempat kerja masing-masing adalah salah satu cara untuk mengatasi emisi gas rumah kaca yang akan berdampak pada perubahan iklim. Sebagai pemangku kekuasaan, aturan untuk menciptakan ruangan hijau terbuka di kawasan layanan publik mungkin terdengar konyol dan tidak penting. Tapi menurut saya, jika hal-hal kecil dilakukan secara bersama-sama, di seluruh lapisan masyarakat, maka hal besar akan terjadi.

Mungkin hal besar itu tidak bisa langsung kita rasakan dalam tempo yang singkat. Namun, ia akan memberi efek jangka panjang pada perubahan iklim. Ruangan hijau terbuka akan membantu meredam adanya emisi karbon yang dihasilkan oleh barang-barang yang kita pakai sehari-hari. Harapannya, akan ada udara yang lebih sejuk, mengimbangi kenaikan suhu bumi, meredam panas yang akan berakibat pada kebakaran hutan secara alami, dan tentu saja berharap agar kekeringan tak lagi terjadi.

4. Berbagi Tanggung jawab Agar Tidak Berbagi Penderitaan

Menjadi pemimpin memang menjadi pengemban tanggung jawab. Namun bukan berarti persoalan perubahan iklim di Indonesia dan bahayanya yang merusak alam dan kehidupan manusia selanjutnya ini adalah tanggung jawab seorang pemimpin saja. Namun, harus disadarkan pada semua warga negara bahwa ini adalah tanggung jawab bersama.

Gambaran penderitaan akibat perubahan iklim di Indonesia maupun di negara-negara lain sudah banyak kita dengar dan lihat. Namun penderitaan itu juga sepenuhnya tergantung pilihan kita. Jika kita perkenankan pemanasan global berlanjut, dan menghukum kita dengan segala kedahsyatan yang telah kita berikan pula kepadanya, maka itu karena kita telah memilih hukuman itu. Bukan hanya pemimpinnya.

Jika kita semua bertanggung jawab atas masalah yang terjadi, terutama akibat perubahan iklim ini, maka manusia mesti bisa menyelesaikan masalah itu juga. Pajak karbon, hukuman atau sanksi tegas bagi perusak hutan lindung, serta peraturan keharusan untuk membuat ruang hijau terbuka di kawasan manapun adalah salah satu upaya pemimpin untuk menghindarkan kita semua dari bahaya perubahan iklim. Namun ketiganya akan menjadi nihil jika tidak dibarengi dengan perasaan bertanggung jawab terhadap alam.

Saat ini, setidaknya sebagian besar kita tampak lebih suka lari dari tanggung jawab. Kita justru mengalihkan tugas menjaga alam itu ke generasi mendatang, ke impian teknologi ajaib, ke para politikus, sedangkan lainnya berjuang untuk menghindar. Kenyataan bahwa perubahan iklim di Indoenesia meliputi segalanya berarti perubahan iklim mengincar kita semua, dan kita semua mesti berbagi tanggung jawab supaya kita tidak semua tidak berbagi penderitaan. Atau setidaknya, tidak harus menanggung banyak 🙂

Harta, Tahta, Hutan Indonesia

harta tahta hutan indonesia

sumber : instagram.com/golonganhutan

Peran generasi muda sebagai agent of change tentu butuh edukasi soal perubahan iklim dan penderitaan yang akan diderita akibatnya. Meski banyak diantaranya sudah mengetahui tentang hal ini. Namun, semata-mata edukasi dan informasi perihal perubahan iklim dan efek mengerikannya ini diperuntukkan agar mereka tidak hanya sekadar memikirkan diri sendiri dan mulai menjaga lingkungan dari diri sendiri. Sesederhana tidak membuang-buang air minum, misalnya.

Jika bukan generasi muda, generasi kita, kepada siapa lagi kita akan berharap Indonesia akan berubah? Pada siapa lagi kita limpahkan tanggung jawab atas terjadinya perubahan iklim di Indonesia?

Meski akibat perubahan iklim ini tidak bisa diprediksi secara pasti seluas apa hutan yang akan terbakar tiap tahun pada abad mendatang, melepas karbon yang tersimpan berabad-abad ke udara,  atau berupa badai yang akan meluluhlantakkan tiap pulau; atau dimana kekeringan parah di setiap daerah di Indonesia akan pertama kali menghasilkan kelaparan besar; atau wabah apa yang pertama kali dihasilkan pemanasan global. Namun kita, generasi muda, sudah cukup banyak tahu untuk melihat bahwa sekarang pun dunia baru yang akan kita masuki akan sangat asing dibanding dunia kita sekarang, seolah itu planet lain.

Jadi, sebagaimana yang ditulis oleh golongan hutan di akun instagramnya bahwa yang terpenting saat ini adalah HARTA, TAHTA, HUTAN INDONESIA. Yuk, kita jaga bersama.