Adopsi hutan adalah salah satu jalan efektif yang ditawarkan pada kita, agar hutan di Indonesia tetap lestari. Tetap menjadi hutan hujan tropis yang mengurangi efek rumah kaca, mendinginkan bumi yang mengalami kenaikan suhu, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Sebelum kita membahas apa dan bagaimana adopsi hutan itu, ada baiknya kita bahas dulu yuk bagaimana kondisi hutan di Indonesia saat ini khususnya, dan kondisi hutan di dunia pada umumnya. Apa bahaya yang ditimbulkan jika hutan benar-benar akan habis? Yuk simak dulu penjelasan berikut.

Bila Pohon Mati

adopsi hutan

unsplash.com/@dearjamie

Bila pohon mati karena proses alami, karena api maupun karena ditebang manusia, karbon yang tersimpan di dalamnya lepas ke atmosfer, kadang selama berabad-abad. Dengan cara seperti itu, pohon mirip dengan batubara. Itulah sebabnya efek kebakaran hutan bagi emisi gas rumah kaca termasuk yang paling ditakuti diantara berbagai lingkaran umpan balik iklim. Hutan-hutan di dunia yang biasanya menyerap karbon, bakal menjadi sumber karbon, melepas gas yang terserap.

Dampaknya bisa jadi sangat dramatis bila kebakaran terjadi di hutan yang tumbuh di atas lahan gambut. Kebakaran lahan gambut di Indonesia misalnya pada 1997 melepas sampai 2,6 miliar ton karbon (40% emisi global tahunan). Dan makin banyak kebakaran berarti makin banyak pemanasan lalu makin banyak lagi kebakaran. Di Amazon, yang pada 2010 mengalami “kekeringan seratus tahun sekali” untuk kedua kalinya terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Kini, pohon-pohon di Amazon menyerap seperempat dari seluruh karbon yang terserap hutan seplanet ini tiap tahun. Lalu siapa yang bertanggung jawab? Tidak, bukan hanya Indonesia. Amerika Serikar menghasilkan sekitar 5 gigaton karbon. Lalu disusul dengan negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia yang sejauh ini didapuk oleh Tiongkok. Tiongkok bertanggung jawab atas 9,1 gigaton emisi pada 2017.

Akibat Penggundulan Hutan

Penggundulan hutan yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan sekitar 12% emisi karbon dan kebakaran hutan menyebabkan sampai 25%. Kemampuan tanah hutan menyerap metana turun sampai 77% dalam tiga dasawarsa saja. Lalu penggundulan hutan ini akan dapat menambah 1,5 derajat celcius ke pemanasan global.

Masih dari buku Bumi Yang Tak Dapat Dihunidisebutkan bahwa dalam sejarah, laju emisi dari penggundulan hutan bahkan lebih tinggi, karena pembabatan hutan menyebabkan 30 persen emisi dari 1861 sampai 2000. Selain itu ada dampak pada kesehatan masyarakat juga. Tiap kilometer persegi hutan yang dibabat habis menghasilkan dua puluh tujuh kasus malaria tambahan, karena apa yang disebut “proliferasi vektor”, yaitu jika pohon ditebangi, nyamuk datang.

Udara Yang Tak Bisa Dihirup

new normal pencemaran udara

unsplash.com/@mborisov

Paru-paru kita butuh oksigen. Namun unsur kimia tersebut hanya sebagian udara yang kita hirup. Lalu bagian itu cenderung berkurang jika ada makin banyak karbon di atmosfer. Itu tak berarti kita terancam sesak napas. Karena oksigen masih cukup banyak. Tapi kita akan tetap menderita, dengan kadar karbondioksida 930 parts per million (di atas dua kali lipat yang sekarang) kemampuan kognitif turun 21%.

Efeknya akan lebih terasa ketika kita berada di dalam ruangan. Ketika kita berada dalam ruangan, CO2 cenderung berkumpul. Inilah salah satu alasan kenapa kita seringkali lebih mengantuk dibandingkan ketika jalan-jalan di luar. Ini juga mungkin yang menyebabkan konsentrasi pelajar dan mahasiswa kita seringkali terganggu karena lebih cepat mengantuk. Karena didapati rata-rata CO2-nya sudah mencapai rata-rata 1.000 parts per million. Angka yang cukup mengkhawatirkan mengingat lingkungan sekolah dan universitas adalah bagian yang kita rancang untuk mendorong prestasi intelektual.

Namun ruang kelas bukanlah yang terburuk. Penelitian-penelitian lain telah menunjukkan konsentrasi lebih tinggi lagi di pesawat terbang, dengan efek yang mungkin bisa kita gali kembali dari ingatan pengalaman pribadi.

Beberapa tahun belakangan, para peneliti telah mengungkap sejarah kesusahan akibat bensin dan cat timbal pada setengah abad terakhir. Pencemaran partikular kecil ternyata menurunkan prestasi kognitif dalam jangka panjang begitu banyak, sehingga para peneliti menyebut efeknya “besar sekali”. Tidak berhenti disitu, polusi sudah dikaitkan dengan bertambahnya penyakit mental pada anak dan kemungkinan kepikunan pada orang dewasa.

Kemudian ada ancaman kesehatan yang lebih familier dari polusi. David Wallace Wells dalam bukunya Bumi Yang Tak Dapat Dihuni memaparkan fakta-fakta dari hasil jurnal ilmiah dan makalah internasional bahwa pada 2013, melelehnya es Artika mengubah pola cuaca Asia. Mulai dari Tiongkok, Nepal, hingga India, bahkan di Indonesia sendiri. Ketika kita melihat kebakaran di Pulau Sumatra dan Kalimantan beberapa tahun silam tertutup kabut berwarna abu-abu yang begitu tebal sampai menghalangi matahari.

Ibu Kota India didiami 26 juta jiwa. Pada 2017, menghirup udaranya setara merokok dua bungkus lebih per hari dan rumah sakit lokal mendapat kenaikan jumlah pasien 20%.

Polusi juga menaikkan jumlah kasus stroke, penyakit jantung, segala jenis kanker, penyakit saluran pernapasan akut dan kronis seperti asma, dan gangguan kehamilan termasuk prematur. Riset baru atas efeknya ke perilaku dan pertumbuhan barangkali lebih mengerikan daripada polusi udara itu sendiri. Polusi udara telah dikaitkan dengan buruknya ingatan, perhatian dan kosakata, serta ADHD dan gangguan spektrum autisme. Polusi telah ditunjukkan merusak perumbuhan sel saraf di otak, dan kedekatan dengan pabrik yang membakar batu bara bisa merusak DNA manusia.

Keanekaragaman Hayati di Hutan Hujan Indonesia

Hutan kita juara! Hutan di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati nomor dua di dunia. Indonesia juga memiliki tutupan hutan hujan  tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brazil dan Congo.  Meski demikian, Indonesia lebih memiliki keunikan ekosistem karena kondisi wilayahnya sebagai negara kepulauan.  Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau dengan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia sejauh 95.181 km (sumber : Live Stream Hari Hutan Indonesia).

Letak Indonesia di antara benua Asia dan Australia semakin membuat lengkap keunikan keanekaragaman hayati di dalamnya. Karakteristik flora dan fauna wilayah Asia, flora fauna Australia, dan peralihan dari keduanya dapat ditemukan di Indonesia.  Ekosistem hutan mulai dari pantai sampai dengan puncak pegunungan bersalju abadi juga dapat ditemukan di Indonesia.

Indonesia adalah satu-satunya negara tropis di wilayah di Asia Tenggara yang memiliki tutupan salju. Indonesia juga terletak di antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Hutan hujan tropis ini memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Jasa ekosistem hutan tropis meliputi manfaat ekonomi, sosial-budaya, dan ekologi. Jasa ekosistem tersebut memberikan nilai secara langsung maupun tidak langsung.  Hutan Indonesia merupakan modal pembangunan bangsa sebagai penghasil berbagai produk seperti kayu, hasil hutan bukan kayu, buah, obat-obatan, dan bahan pangan lainnya. Keberadaan hutan hujan juga memperlihatkan hubungan yang sangat erat dengan kehidupan masyarakatnya, khususnya masyarakat adat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan.

Hutan hujan Indonesia menjadi rumah bagi ribuan jenis keanekaragaman spesies.  Maka tidak salah apabila Indonesia disebut sebagai Megabiodiversity Country. Daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki 10 % tumbuhan dunia, 12 % mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17 % burung (Collin et al. 1991).

Angka-angka yang menunjukan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia juga bermacam-macam.  Indonesia, misalnya memiliki lebih dari 38.000 spesies tumbuhan, 55% di antaranya tumbuhan endemik.  Spesies palem juga paling banyak ditemukan di Indonesia dengan 477 spesies, dimana 225 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (BAPPENAS 2003).

Ekosistem hutan tropis memberikan jasa lingkungan yang penting  sebagai pengatur iklim dan konservasi tanah dan air.  Ekosistem hutan tropis juga berperan penting bagi penyimpan karbon, baik pada level regional maupun global (Laurance 1999).  Hutan tropis memiliki  nilai estetika yang berpotensi sebagai pengembangan penelitian dan wisata.

Jika dikelola dengan baik, di masa yang akan datang Indonesia memegang peranan penting sebagai negara penyedia keanekaragaman hayati untuk mendukung perkembangan energi terbarukan, bahan obat-obatan, dan sumber pangan.  Hutan hujan Indonesia juga dapat menjadi bagian dari solusi penanganan perubahan iklim.

mokwam area

pict from : live stream Hari Hutan Indonesia

Salah satu contoh keanekagaraman hayati hutan Indonesia yang menarik yaitu ketika kita menyaksikan hutan di bagian timur Indonesia. Berada di ketingian kurang lebih 2900 meter di atas permukaan air laut, terdapat Pergunungan Arfak yang menjadi salah satu daerah yang menjanjikan bagi pengembangan konservasi berbasis ekowisata di daerah Papua Barat. Salah satu yang menjadi primadona adalah kampung Mokwam.

Kampung ini mungkin merupakan harta karun bagi mereka yang ingin menikmati keagungan karya Sang Pencipta. Terdapat ratusan jenis fauna yang hidup di daerah ini. Beberapa merupakan jenis endemik yang hanya dapat dijumpai di sini. Melihat Vogelkop Bowerbird menghiasi tempat untuk memikat betinanya dengan benda yang dikumpulkannya dari ranting yang berwarna warni. Juga Western Parotia yang berdansa layaknya penari balet demi memikat sang betina. lalu bertemu dengan Goliath dari pegunungan Arfak. Kupu-kupu Goliath, yang rentangan sayapnya bisa mencapai 28cm. Mereka semua merupakan pemberian alam yang luar biasa bagi daerah ini.

Pegunungan Arfak telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1992. Namun, baur dikembangkan menjadi destinasi ekowisata setelah penetapan Papua Barat sebagai provinsi konservasi pada tahun 2015. Hans Mandachan adalah seorang putra daerah Arfak yang mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan konservasi di wilayah hutan ini. Kehadiran ratusan jenis fauna menjadi suatu berkah tersendiri bagi masyarakat kampung Mokwak. Hutan dan segala isinya adalah mesin pencetak uang bagi masyarakat kampung Mokwak. Semua ini merupakan pemberian alam bagi pegunungan Arfak. Semoga ini tidak hanya menjadi warisan yang dipertontonkan di buku-buku sejarah, namun juga bisa dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.

Gotong Royong Jaga Hutan Lewat Adopsi Hutan

Saya mendengar istilah adopsi hutan pertama kali saat mengikuti webinar. Saat itu ada salah satu narasumber dari kalangan public figure yang juga berprofesi sebagai model. Beliau adalah Mbak Davina Veronica. Beliau juga ternyata sering sekali “keluar-masuk” hutan sebagai salah satu pemerhati satwa di Indonesia. Mbak Davina yang juga seorang model ini merasa takut dan sedih atas berbagai kerusakan yang terjadi di satu-satunya planet yang kita tinggali ini. Namun, ketakutan itu tidak hanya diungkapkan tanpa memberi solusi kan. Karena sebagai seorang public figure juga harus selalu memberi harapan langsung pada masyarakat.

Saya yang sering keluar masuk hutan. Binatang dalam hal ini masih belum masuk ke dalam isu prioritas. Mereka seperti tidak punya tempat tinggal karena semuanya diambil untuk memenuhi kebutuhan manusia. Akhirnya mereka kehilangan tempat. Padahal kita tahu keberadaan satwa ini adalah sebagai penyeimbang dalam kehidupan di bumi ini. Tapi karena adanya manusia di bumi ini, populasi yang tidak terkontrol, hampir-hampir setiap jengkal yang mereka miliki diambil oleh manusia seluruhnya.

Padahal bumi ini kan tempat seluruh makhluk hidup, bukan hanya manusia. Pandemi saat ini seperti dua sisi mata uang yang punya dampak negatif sekaligus positif terhadap bumi. Ketiadaan aktivitas manusia di luar rumah untuk sementara waktu memberikan waktu pada bumi untuk beristirahat, khususnya hutan-hutan kita. Namun di satu sisi jumlah sampah masih tetap banyak.

Selain itu juga Bapak Mubariq Ahmad, seorang Direktur Eksekutif Yayasan Strategi Konservasi Indonesia menyampaikan bagaimana kondisi hutan di Indonesia. Ada banyak orang yang mengatakan bahwa dirinya pencinta alam, tapi masih nyampah di alam. Selain itu perihal sampah plastik, interest bisnis masih lebih besar bobotnya dibanding penyelamatan lingkungan. Padahal kita sudah krisis dalam pengelolaan sampah.

Belum lagi ketika kita bicara soal erosi keanekaragaman hayati. Orang utan, gajah, harimau dan badak yang menjadi icon Indonesia sudah terancam kehidupannya karena hutan yang sudah tidak sehat. Ketika habitat mereka punah, yang punah bukan hanya binatang langka yang ada di situ, tapi juga seluruh populasi dalam ekosistem tersebut, the whole by diversity di sana. Seluruh rantai makanan di sana hilang. Kita mungkin masih memandang, “ah hutan masih jauh ada di sana,” tanpa menyadari bahwa hutan punya nilai biodiversitas untuk penyerbukan alami. Sekarang sudah banyak nilai biodiversitas tersebut hilang.

Bagaimana solusinya? Salah satunya yaitu dengan adopsi hutan. Adopsi hutan bukan memindahkan hutan ke tempat tinggal kita ya, hehe. Konsep ini diusung karena ada banyak lembaga yang ingin menyalurkan dana untuk pelestarian hutan namun “kotak amal”nya belum ada. Konsep adopsi hutan biasanya kita memberikan dana sejumlah yang ditentukan untuk pemeliharaan satu pohon dengan melibatkan penduduk sekitar hutan. Jadi, selain ikut andil dalam pelestarian hutan, kita juga mendukung perekonomian masyarakat sekitar.

Timbal baliknya akan diberi informasi terkait perkembangan pohon yang diadopsi. Lalu akan diberikan papan nama sebagai adopter pada pohon yang diadopsi. Wah, menyenangkan ya! Tentu saja dana yang diterima oleh masyarakat sekitar akan diserahkan pada orang-orang yang ikut merawat pohon-pohon yang diadopsi. Dengan begitu, kita sudah ikut membantu menyelamatkan hutan dan ekosistem di dalamnya termasuk satwa liar yang sudah kehilangan tempat.

Adopsi hutan adalah gerakan gotong royong menjaga hutan yang masih ada, mulai dari tegaknya pohon, hewannya, flora eksotisnya, serta keanekaragaman hayati lain di dalamnya. Melalui adopsi hutan, siapa pun di mana pun bisa terhubung langsung dengan ekosistem hutan beserta para penjaganya. Mari jaga hutan agar tetap hijau. Yuk adopsi hutan dengan cara berdonasi! Jaga hutan kita, jaga Indonesia.

Donasi bisa klik di sini ya.

adopsi hutan

pict from : harihutan.id

 

Selamat Hari Hutan Indonesia, 7 Agustus 2020. Mari jaga hutan untuk anak cucu kita! Karena nafas hutan, adalah nafas kita.

Referensi :

Bumi Yang Tak Dapat Dihuni by David Wallace Wells
harihutan.id