Ayah dan Ibu, aku mengagumi keduanya. Untuk itulah aku menuliskan ini semua.
Sejak kecil aku diasuh oleh asisten rumah tangga yang turun temurun sudah ikut keluarga kami sejak ibu masih gadis. Jarang sekali ibu menemaniku bermain atau belajar. Aku selalu punya inisiatif belajar sendiri.
Membaca dan menulis, saat-saat yang kuingat dari keduanya adalah kegiatan yang diajarkan paklek yang saat itu masih kuliah dan tinggal serumah bersama kami.
Tidur pun kadang bersama bulek yang juga masih kuliah dan tinggal bersama kami.
Aku, ayah, ibu, dua kakakku, dan tiga orang adik ibu yang masih kuliah, kami semua tinggal bersama di sebuah rumah yang sederhana. Ibu adalah anak pertama dari delapan bersaudara, untuk urusan sehari-hari ibu lah yang merawat bulek dan paklek ku, sedangkan untuk sekolah mereka mencari biaya sendiri dengan cara masing-masing. Oleh karena itu, aku pun banyak belajar mengaji, membaca dan menulis bersama adik-adik Ibu. Mereka sudah seperti orangtua ku sendiri, bahkan seperti kawan. Sedangkan ayah dan ibu sibuk bekerja sebagai pengajar honorer di beberapa sekolah. Demi kami, beliau berdua pulang hingga petang karena jam mengajar yang sangat padat di berbagai sekolah, baik swasta maupun negeri.
Hingga akhirnya karena kasih sayang Allaah, pelan-pelan kehidupan yang terasa menghimpit bagi orang tua ku serasa diberi angin surga yang lembut dan nikmat. Ibu diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil terlebih dahulu, baru beberapa tahun kemudian ayahku.
Kami masih hidup berdesak-desakan di satu rumah, makan bersama dibagi bersepuluh atau bersebelas kadang, atau mungkin ber14. Nikmat sekali dan selalu ramai!
Hingga akhirnya ayah dan ibu mendapatkan rizki yang tidak bisa dikalkulasi oleh manusia. Kami baru bisa membeli sebuah rumah sederhana tidak jauh dari rumah induk yang kami tempati.
Kadang aku merasa ibu dan ayah sangat egois dan tidak pernah memperhatikanku, kakak-kakakku dan adik-adikku. Dulu bahkan ibuku pernah dipanggil ke sekolah saat aku duduk di bangku SMP. Guru Konseling menceritakan bahwa ketika siswa diperintahkan untuk mengisi questioner hampir semua jawaban siswa ingin pergi berlibur bersama keluarga, hanya ada satu jawaban yang mengetuk hati Guru Konseling.
“Kenapa kok kamu pilih liburan bersama teman? “
” Karena ibu dan ayah tidak mungkin mengajakku berlibur Bu, mereka berdua sibuk pulangnya malam”. Jawabku saat itu.
Aku yang masih belum mengerti kondisi keluarga dengan entengnya menjawab dengan kalimat seperti itu. Sekarang aku sadar bahwa hal itu ternyata membekas di hati ibuku saat dipanggil guru Konseling. Ketika aku mulai nakal dan memberontak beliau hanya marah sebentar, kemudian diam merenung.
Belakangan ketika aku sudah menginjak usia dewasa, ibu sering menceritakan peristiwa itu berulang-ulang kepadaku. Nampak bahwa hatinya terluka, menyesal karena tidak menghabiskan masa kecilku bersama dengannya. Aku pun sadar dan mengerti bahwa ibu dan ayah bukan ingin bekerja siang malam demi uang, tapi demi kami. Demi pendidikan kami. Demi hidup kami yang lebih baik.
Ketika ada seseorang yang mengatakan bahwa ibuku berdosa karena tidak mengurus kami sendiri, aku sangat marah! Mereka bahkan tidak punya hak veto untuk menentukan bahwa seseorang itu berdosa atau tidak.
Mereka bahkan tidak punya hak untuk menilai keluarga kami. Karena kami lah yang lebih tau, dan mereka hanya sok tau.
Bagaimana aku tidak mengidolakan mereka sebagai panutanku? Bukan inginnya menghabiskan waktu di sekolah-sekolah. Bukan inginnya menghabiskan waktu di luar rumah untuk mendidik anak orang lain. Itu semua mereka lakukan karena kami. Karena keyakinan beliau berdua bahwa kami akan selalu dijaga oleh Allah ketika mereka juga menjaga agama Allah, lewat pekerjaan maupun kegiatan sosial.
Kini aku sadar, ibu rumah tangga maupun ibu yang bekerja, keduanya sama-sama hebat. Keduanya patut menjadi panutan dalam kehidupan. Bahkan tanpa kata pun, mata mereka berbicara bahwa ini demi kamu Nak! Bersabarlah sebentar. Kita akan menghabiskan sisa hidup dengan ibadah bersama.
Aku ingin menjadi seperti Ibu. Aku ingin menjadi seperti ayah.
Memiliki dua tangan yang mampu menyelesaikan banyak persoalan. Memiliki dua lengan yang mampu merangkul banyak orang. Memiliki dua kaki yang mampu maju sejuta langkah ke depan. Bukan hanya untuk kami anak-anaknya, adik-adiknya, tapi juga untuk kejayaan agamanya.
#kartiniday #mymommysuperhero #mydaddymysuperhero
Masya Allah