Bagi yang kekurangan baju bagus mungkin baju baru adalah pilihan pertama bagi mereka. Ingat sekali ibuk selalu mengingatkanku untuk menyisihkan baju-baju yang sudah kekecilan atau jarang dipakai tapi masih bagus untuk dibawa ke kampung halaman buyutku di daerah Pare, Kediri.

Timbunan baju yang dulu kuanggap lucu dan bagus untuk dipakai akhirnya membosankan juga lalu masuk kardus dan siap diluncurkan untuk anak-anak atau ibu-ibu di sebuah dusun tempat lahirnya buyut yang kini telah tiada. Dulunya, kondisi desa itu sangat memprihatinkan. Rumah-rumah hanya terbuat dari bambu-bambu atau bahan yang disebut gedek, tidak semua rumah punya listrik. Tidak semua anak mau bersekolah. Mata pencahariannya kebanyakan petani bawang merah atau padi. Menjelang Ramadan, kami selalu sempatkan untuk kesana dan menyalurkan santunan untuk mereka semua dari berbagai dermawan. MasyaAllah sekarang keadaannya sudah membaik, ada yang sudah mulai mau bersekolah hingga menengah atas bahkan ada yang berkuliah juga di kota kami, Malang. Sedikit demi sedikit kehidupan mereka kini sudah sedikit terangkat. Kini, baju tak lagi menjadi kebutuhan mendesak bagi mereka.
.

Selanjutnya mungkin buku-buku akan menjadi kebutuhan utama bagi mereka yang sudah sadar akan pentingnya pendidikan. .

Kalau aku sih tak usah ditanya, mau buku baru atau baju baru? Dua duanya deh! Hehe… Buku mungkin bisa dibeli sebulan sekali, kalau baju tidak mungkin juga ya tiap bulan beli baru. Selain itu tak ada seorang pun yang menafikan bahwa kecantikan seseorang justru terpancar dari pengetahuan dan adabnya, bukan dari busananya. .
Darimana pengetahuan itu didapat kalau bukan dari buku? .
Yah seperti kata mutiara yang biasa ditulis di buku-buku yang pernah kita baca, yaitu sebaik-baik teman duduk adalah buku 🙂 .
#OneDayOnePost #DesemberMenulis #DesemberDay19