Cara mengetahui aib diri sendiri ini saya dapatkan dari sebuah mulazamah rutin yang sedang saya ikuti bersama seorang ustadz yang sanad ilmunya bisa dipertanggungjawabkan, juga dari sebuah kitab yang sampai saat ini sedang saya kaji bersama guru saya, Mukhtashar Minhajil Qashidin karya Al-Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi.

Setelah kami belajar bagaimana Keutamaan Akhlak yang baik, bagaimana melatih jiwa dan mengobati penyakit hati, maka sudah saatnya kita juga perlu tahu bagaimana cara menata akhlak. Agar tidak lagi terjebak dalam penyakit hati yang akan membinasakan kita.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa keseimbangan dalam akhlak merupakan kesehatan bagi jiwa. Kita juga perlu tahu bahwa bila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, maka Dia membuatnya melihat jelas aib-aib dirinya. Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa, Barangsiapa yang bashirah (mata batinnya) bagus, maka aib-aibnya tidak samar baginya. 

Maksudnya, orang yang memiliki kualitas mata batin yang baik, ia pasti akan melihat aib-aib dirinya sendiri sebelum disibukkan oleh aib-aib yang dimiliki oleh orang lain. Maka ketika ia menyadari aibnya, otomatis ia pun akan menyadari apa penyakit dalam hatinya. Bila penyakit sudah diketahui, maka pengobatan menjadi sangat memungkinkan. Namun sayangnya, kebanyakan manusia tidak mengetahui aib-aib diri mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam pepatah, gajah di pelupuk mata tak nampak, sementara kuman di seberang lautan nampak dengan jelas.

cara mengetahui aib diri sendiri

Cara Mengetahui Aib Diri Sendiri

Ibnu Qudamah memberikan tips atau cara mengetahui aib diri sendiri sebagai berikut;

1.Duduk di depan seorang Syaikh yang memiliki bashirah (mata batin) yang tajam terhadap aib-aib diri, yang akan membuka aib-aibnya kepadanya dan menyebutkan cara-cara pengobatannya. Syaikh seperti ini sayangnya sudah jarang kita temui di zaman seperti ini. Kalaupun kita bisa menemukannya, maka kita tidak boleh meninggalkannya. Sebagaimana kita percaya pada dokter ahli.

2. Mencari teman yang jujur, memiliki mata batin dan teguh beragama. Kemudian menjadikannya sebagai penelaah terhadap dirinya dan menunjukkannya kepada akhlak-akhlak dan perbuatan-perbuatannya yang tidak baik.

Amirul Mukminin Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu berkata,

Semoga Allah merahmati seseorang yang menunjukkan kami kepada aib-aib kami

Umar pernah bertanya pada Salman manakala Salman datang kepada beliau. Maka Salman menjawab, “Aku mendengar bahwa Anda menggabungkan dua lauk pauk saat makan, Anda juga mempunyai dua jubah, jubah malam dan siang.”

Umar bertanya, “Apakah hanya itu yang kamu dengar?” Salman menjawab, “Ya”

Umar menjawab, “Dua perkara tersebut telah aku tinggalkan.”

Umar juga pernah bertanya kepada Hudzaifah, “Apakah aku termasuk orang-orang munafik?” Hal ini karena siapa yang kedudukannya naik dalam kesadaran, maka dia semakin berhati-hati terhadap dirinya. Namun sayangnya teman dengan kriteria seperti ini sudah jarang ditemukan di zaman ini. Karena jarang ada teman yang mau meninggalkan kepura-puraan lalu dia menyebarkan aib temannya atau meninggalkan hasad, karena dia hanya membatasi diri pada yang wajib.

Para Salafus Shalih terdahulu menyukai orang yang menunjukkan aib-aib diri kepada mereka. Sementara bagi kita saat ini secara umum, orang yang menunjukkan aib kita adalah orang yang paling kita benci.

Ini adalah bukti atas lemahnya iman, akhlak-akhlak yang buruk adalah ibarat kalajengking. Seandainya seseorang mengatakan kepada kita bahwa di bawah baju kita ada kalajengking, maka kita akan sangat berterimakasih kepadanya. Lalu sibuk untuk membunuhnya. Padahal bahayanya akhlak buruk ini lebih besar dibandingkan bahaya kalajengking.

3. Mengetahui aib diri kita dari musuh. Karena mata benci menampakkan keburukan, bisa jadi pengambilan manfaat oleh seseorang dari musuh yang berseteru dan membuka aibnya lebih besar daripada ketika seorang kawan yang berpura-pura dan menyembunyikan aibnya.

4. Bergaul dengan manusia. Karena fitrahnya manusia, mereka menjauhi apa yang terlihat tercela.

Disarikan dari Mukhtashar Minhajul Qashidin karya Al Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi.

Baca Juga Tanda Penyakit Hati dan Kesembuhannya