Saya pernah melihat gambar seorang anak berkulit hitam dengan badan yang sangat kurus. Rambutnya kucel,  seolah sudah tidak dicuci dalam waktu yang lama. Tidak berpakaian dan sangat kehausan. Bocah kecil itu berhadapan dengan seorang perempuan muda yang berjongkok di depannya dan memberikannya minuman. Perempuan muda yang nampaknya berempati pada bocah tersebut. Dibuktikan dengan gambar kedua setelahnya, si anak dengan rambut ikal itu kini sudah lebih berisi. Ia pun mengenakan sweater cantik berwarna putih dalam dekapan perempuan muda yang sebelumnya sedang memberinya minum itu. Si perempuan muda pun tersenyum dan berpose sedang mencium bayinya, begitu juga dengan bocah kecil yang digendongnya. Tersenyum bahagia. Ada satu tulisan yang begitu menyentuh sisi sensitif saya sebagai wanita yang sudah diangkat rahimnya. Kalimat itu singkat, namun sangat membekas dan membuat saya menerima diri sendiri sampai saat ini. Tulisan itu seperti motivasi dan penyemangat bagi diri saya pribadi.

menjadi ibu

To become a mother you dont have to give birth

Mengapa saya menuliskan ini?

Setiap orang punya ambang batas stress yang berbeda-beda. Begitulah yang diungkap ahli psikolog tentang stressor.

Ada yang memilih untuk memendamnya, ada juga yang memilih untuk mengungkapkannya agar energi negatif tidak begitu memengaruhi pikirannya. Ungkapan-ungkapan itu bisa lewat bercerita dengan orang terdekat, atau bisa juga dengan bercerita lewat tulisan seperti yang saya lakukan saat menuliskan sebuah pengalaman lewat blog. Kali ini saya memutuskan berbagi pengalaman buruk atau menyedihkan itu bukan sesuatu yang salah. Setelah membaca bagaimana cara berdamai dengan diri sendiri adalah dengan tidak memerhatikan apa yang dikatakan orang tentang keburukan kita. Terlebih jika itu bisa memicu stress dalam pikiran. Duh, jadi panjang, hehehe..

Intinya, saya menulis karena saya ingin menuliskannya, berbagi pengalaman sekaligus berbagi informasi. Bukan untuk meminta belas kasihan atau mendulang simpati untuk sensasi saja. Tidak. Penting saya tuliskan di sini agar teman-teman memahami mengapa saya mengangkat pengalaman ini lewat sebuah tulisan dalam blog. Sebenarnya agak capek juga sih ketika ditanya perihal kehamilan dan pengalaman melahirkan, maka sepertinya menuliskannya dalam blog tidak buruk-buruk amat.

Ketika ditanya bagaimana pengalaman pertama kali saat melahirkan? Saya hanya bisa menggeleng dan tersenyum.

Orang melihat saya sudah punya satu putri sejak 2019. Namun semua itu bukan melalui proses alami saya sebagai wanita, yaitu melahirkan. Banyak orang yang tidak mengetahui hal ini, kecuali keluarga dan sahabat terdekat saja. Kehamilan yang tidak tampak itu memang mengundang banyak pertanyaan. Bahkan banyak juga yang belum tahu soal rahim saya yang sudah diangkat sejak tahun 2014. Satu tahun setelah saya resmi menyandang status sebagai seorang istri. Maka ketika pertanyaan bagaimana pengalaman hamil, melahirkan, menyusui dan lain sebagainya itu muncul, saya sedikit bingung bagaimana menjawabnya. Karena memang tidak ada yang bisa saya ceritakan dari sana. Kecuali pengalaman yang dialami oleh Ibu saya. Sementara itu mau menceritakan tentang pengangkatan rahim juga bakalan panjang ceritanya. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjawab rasa penasaran teman-teman saya, orang-orang yang selama ini berinteraksi dengan saya dan pembaca setia blog saya. Terimakasih ya!

Pengalaman Ibu saat melahirkan anak pertama

menjadi ibu

unsplash.com/@bellefoto

Ibu saya melahirkan ketujuh anaknya dengan jalan normal. Kehamilan pertamanya pada 1984, persis beberapa bulan setelah menikah dengan Ayah. Sejak kecil, ibu sangat suka mengonsumsi jamu. Konon kata dokter yang memeriksanya, itulah sebab beliau tidak pernah mengalami keluhan dismenorhae saat menstruasi yang konon katanya kebanyakan wanita pasti mengalami kesakitan itu. Tapi ibu tidak. Jamu yang biasa diminum seperti kencur, kunir, sampai daun sirih. Saya sempat mengonsumsi jamu seperti itu rutin dan sudah hapal dengan rasa pahitnya. Namun berhenti ketika tukang jamu langganan tidak lagi berjualan.

Kembali lagi pada pembahasan soal kelahiran. Pada kelahiran anak pertama Ibu itulah saat pertama beliau merasakan sakit perut yang amat sangat.  Bahkan berpuluh kali lipat rasa sakitnya dari orang yang sedang nyeri haid. Kelahiran pertama Ibu dibantu oleh bidan dengan didampingi oleh Ayah.

Ketika ditanya apakah beliau nervous? Tentu saja iya. Namanya juga anak pertama. Namun beliau yakin pada Allah bahwa segalanya akan dipermudah dan baik-baik saja. Ayah merutinkan salat tahajudnya untuk bermunajat dan memohon pada Allah agar selalu menyertai dan menjaga Ibu saat melahirkan. Doa-doa yang dilangitkan akhirnya diijabah dan dikabulkan, Ibu akhirnya melahirkan dengan lancar tanpa ada hambatan apapun.

Kelahiran anak pertama tentu saja membuat keduanya agak kikuk. Namun berkat bantuan nenek, ibu dan ayah kemudian bisa beradaptasi dengan baik. Bahkan ayah selalu mencuci popok kakak saya selama berbulan-bulan. Ayah juga seringkali menemani ibu bangun di tengah malam atau bahkan dini hari ketika harus menyusui anak pertamanya itu. Bisa dibilang ayah banyak membantu Ibu saat itu. Mencuci popok, memijit punggung, bahkan menyiapkan makanannya sendiri.

Sedangkan Ibu, lebih rileks dan lebih bahagia karena Ayah selalu berada di sampingnya mulai dari melahirkan dan mengumandangkan azan di telinga bayi, memotong tali pusar, akikah, hingga membantu urusan rumah tangga yang belum bisa diselesaikan oleh Ibu. Pengalaman pertama Ibu melahirkan memang banyak dimanja oleh Ayah dan nenek. Sehingga kehadiran anak pertama tidak membuat Ibu serta merta mengalami post partum disease  seperti beberapa Ibu pada umumnya. Kebahagiaan memiliki anak pun mengalahkan rasa lelah dan sakit pasca melahirkan.

Alhamdulillah, Ibu hidup di lingkungan yang tidak mengamini mitos-mitos saat kehamilan dan melahirkan seperti :

Memotong rambut akan membuat bayi cacat

Ibu hamil biasanya sering merasa kegerahan akibat perubahan tubuh dan hormon. Adanya perubahan tersebut juga dapat memengaruhi kondisi rambutnya. Tadinya punya rambut tebal, namun tiba-tiba rontok dan mulai menipis.

Gerah dan rambut rontok bisa membuat bumil tidak nyaman. Namun karena mitos potong rambut dapat menyebabkan cacat janin, seperti gangguan penglihatan dan keguguran, ibu hamil terpaksa mengurungkan niatnya.

Faktanya dari sisi medis maupun hukum agama Islam, potong rambut untuk ibu hamil muda maupun hamil tua, diperbolehkan. Tidak ditemukan bahaya bagi ibu hamil yang potong rambut asal memperhatikan hal berikut ini:

  • Tidak memakai obat-obatan atau produk yang mengandung bahan kimia berbahaya
  • Jika ingin melakukan perawatan rambut (creambath, rebonding, smooting) dan mengecat rambut, gunakan bahan alami yang tidak berbahaya untuk pertumbuhan janin.

Konsumsi kacang hijau membuat rambut bayi lebat

pict from brillio.net

Ketika mengandung, ibu hamil banyak disarankan untuk rajin mengonsumsi bubur kacang hijau atau minuman sari kacang hijau. Katanya sih bisa bikin rambut bayi tebal nan lebat.

Memang kacang hijau sangat baik bila dikonsumsi bumil karena mengandung vitamin B, vitamin E dan protein. Nutrisi tersebut memang dapat membantu pertumbuhan bayi. Akan tetapi, rambut bayi lebat atau tidak sebenarnya lebih dipengaruhi genetik orangtua. Hehe, jadi tidak ada hubungannya dengan kacang hijau.

Minum air kelapa bikin kulit bayi putih mulus

menjadi ibu

unsplash.com/@izgubljenausvemiru

Mitos yang banyak diyakini bumil lainnya adalah minum air kelapa agar kulit bayi bersih, putih, dan mulus. Air kelapa tidak dapat mengubah warna kulit seseorang, termasuk bayi meski air kelapa mengandung vitamin C yang bisa membuat kulit lebih kenyal.

Soal warna kulit bayi, itu dipengaruhi oleh genetik orangtua. Sedangkan bayi akan bersih kalau terlahir cukup umur, yakni lebih dari 36 minggu karena lemak fernik yang menutupi tubuh janin akan rontok. Minum air kelapa memang sehat kok, supaya terhindar dari infeksi saluran kemih dan mencegah dehidrasi.

Dan masih banyak lagi mitos terkait dengan ibu hamil dan menyusui. Saring sebelum sharing ya. Akan lebih baik jika konsultasikan dengan bidan atau dokter. Sehingga kita tahu mana yang mitos, mana yang harus kita jalani sebagai seorang Ibu yang sedang merawat bayi agar terhindar dari hal-hal buruk. Seperti salah makan atau salah memperlakukan bayi karena berpegang pada mitos-mitos yang beredar di masyarakat.

Saya sendiri selalu berkonsultasi dengan dokter yang menangani anak saya sejak dia berumur satu hari. Mulai dari susu apa yang sebaiknya ia minum, gizi yang masuk ke dalam tubuhnya, imunisasi, hingga bagaimana mengatasi anak yang sedang rewel.

Ketika dipanggil Ibu

Meskipun saya tidak ikut merasakan kehamilan dan menyusui, tapi ketika anak saya memanggil dengan kata “Ibu” saat ia membutuhkan, saya merasa telah melahirkan dan menyusuinya. Membesarkan seorang anak tanpa pengetahuan sebelumnya memang sangat berat. Bahkan bagi mereka yang sudah mempersiapkan segalanya sebelum bayi lahir nampaknya juga masih berat. Oleh karena itu sharing  berbagai informasi yang akurat sangat dibutuhkan bagi seorang Ibu manapun. Meski hanya sekedar tulisan receh yang isinya kebanyakan curhat seperti tulisan ini, hehehe..

Sumber
Mitos tentang kehamilan : www.cermati.com