Suatu hari saya berdoa kepada Allah, dengan sungguh-sungguh dan penuh harap.⁣
Berharap bahwa suatu saat nanti saya berjodoh dengan orang Malang jadi ngga perlu mudik jauh-jauh.⁣
Saking malesnya kalau diajak pergi keluar kota. Kalau bisa keluar kota naik becak, saya akan memilih untuk naik becak. Atau kalau di Mojokerto sudah ada bandara, saya akan memilih naik pesawat saja untuk pergi ke rumah mbah. ⁣

Ternyata doa itu dikabulkan.⁣
Untuk mudik ke rumah mertua hanya butuh waktu sepuluh menit dengan motor. Kalau naik mobil mungkin jadi lima belas menit, hehe.⁣
Jadi tidak perlu nunggu lebaran untuk mudik. Kapan saja bisa 😋 ⁣

Alhamdulillah, meski tidak ada cerita mudik yang drama dan spesial seperti teman-teman yang lain, tetap saja ya mudik di hari lebaran sudah seperti tradisi yang mendarah daging buat kita. Rasanya ngga komplit kalau belum mudik saat lebaran, hihi. ⁣
Namun tahun ini mungkin akan berbeda ceritanya. Mudik jadi “kesempatan mahal” bagi setiap orang akibat pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir. Jadi, meski jarak mudik ke tempat mertua yang hanya sepuluh menit waktu tempuhnya, terasa berbeda saja karena tidak bisa bertemu saudara-saudara yang jaraknya jauh dari kota Malang. Meski segalanya sudah dipersiapkan dari awal tahun, namun akibat pandemi semuanya harus direlakan.

Namun melihat berita yang beredar di media baru-baru ini urung membuat saya sedikit menyesal sudah menjalani protokol keamanan dan kesehatan selama pandemi. Rasanya perjuangan saya selama dua bulan melawan hasrat untuk keluar rumah kecuali sangat mendesak percuma saja. Bagaimana tidak? Bandara Soekarno Hatta dipenuhi para penumpang. Jangan ditanya bagaimana mereka bisa mendapat izin untuk mudik atau pulang kampung. Pasti saat ini semua sudah lihat beritanya kan? Rasanya berjuang sendirian itu gimana yah, ketika kita mati-matian menjaga physical distancing sementara orang lain malah dengan seenaknya saja melenggang pergi kesana kemari, tanpa masker lagi.

Nampaknya tahun 2020 adalah tahun paling heboh. Heboh karena kita tidak saja melawan pandemi, tapi juga melawan kebodohan. Kalau Korea Selatan dan China saja bersiap menghadapi badai pandemi kedua, bagaimana dengan Indonesia? Bahkan untuk menjalani physical distancing selama tiga hingga empat bulan saja gagal. Baru berjalan dua bulan, mereka sudah tidak mampu menahan hasratnya untuk bepergian. Sehingga saya sebagai tim #dirumahaja hanya bisa berharap dan berdoa bahwa segalanya akan baik-baik saja. Tidak ada lonjakan pasien positif di hari lebaran nanti, lebaran diisi dengan kegembiraan, lebaran diisi dengan aktivitas seperti biasanya. Namun sekali lagi, harapan hanyalah sekedar harapan jika tidak diikuti dengan kesadaran banyak orang untuk melakukan aksi nyata.

Yuk bersabar sebentar saja demi kesembuhan Indonesia, demi pulihnya perekonomian negeri kita tercinta.

#BPNRamadan2020