Aku membuka pintu dan merindukan Ibu

Sepatu-sepatu yang disusun rapi di rak

menu makan siang yang kusuka telah siap di meja

aku beranjak dan menemui masa kanak-kanak 

dan tak pernah berpikir meninggalkannya

Semakin lama, semakin panjang waktu

telah berada memberi jarak

aku hanya dekat dengan bayanganku sendiri

segelas kopi sebuah asbak, selalu ada

yang pertama bagi laki-laki juga kesedihan

yang tak pernah menjadi milik siapa-siapa

(Mengejar Kebahagiaan, halaman 4)

Mengejar Kebahagiaan adalah salah satu judul yang disukai dari kumpulan puisi yang ditulis oleh Kak Pringadi Abdi. Bukunya mungil, mudah dibawa kemana-mana. Membaca puisi-puisi yang sering ditulisnya, baik di blog maupun di media sosial tidak heran kalau Kak Pring ini pernah menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan pada tahun 2009 silam. Diksinya tidak terlalu sulit, mudah dipahami, namun tetap indah dari bait ke baitnya.

Salah satu buku beliau yang pernah saya baca berupa Novel yang berjudul Phi juga punya diksi yang bagus. Sehingga saya pun banyak belajar darinya. Buku kumpulan puisi ini adalah buku terbarunya, terbit beberapa waktu sebelum pandemi menyerang kita. Beruntung saya sudah mendapatkannya dengan bonus tanda tangan dari penulisnya langsung.

Sejumlah Pertanyaan Tentang Cinta sendiri adalah salah satu judul puisi di dalamnya. Ada enam puluh judul dalam buku ini yang bisa kita selami makna dan pesan tersiratnya. Namun kalau boleh memilih, saya suka sekali dengan puisi yang berjudul Sup Kimlo dan Beberapa Hal Janggal Mengenai Ibu. Salah satu puisi yang judulnya membuat saya penasaran juga. Apa kejanggalan Ibu dan hubungannya dengan Sup Kimlo itu?

Bagian pertama puisi dari judul itu mengingatkan saya tentang sebuah kisah seorang Ibu yang tak punya apa-apa untuk dimasak pada zaman Umar bin Khattab radhiallahu anhu. Saat itu Khalifah Umar tengah berkeliling di sekitar daerahnya. Sebuah kebiasaan mulia seorang pemimpin saat itu untuk memastikan bahwa rakyatnya benar-benar bisa tidur dengan tenang. Namun tak sengaja, jauh dari rumahnya, Sayyidina Umar menemukan sebuah rumah yang tungkunya masih saja menyala, padahal malam telah larut. Ketika Umar melihatnya dari luar ada seorang ibu dan anak tengah menangis. Tangisnya sangat pelan, bahkan hampir tak terdengar jika Sayyidina Umar tak merapatkan telinganya dengan dinding rumah Ibu itu. 

Ternyata, sang anak sangat kelaparan. Menanti masakan Ibu yang tak kunjung matang. Bagaimana mau matang kalau yang dimasaknya adalah batu? 

Puisi sup kimlo dan kejanggalan ibu adalah kisah menyedihkan yang mengingatkan saya akan hal itu. Apalagi di tengah pandemi seperti ini. Banyak orang yang pastinya kekurangan, bahkan tak punya apa-apa untuk dimakan. 

Bagian kedua dilanjutkan dengan pesan yang membuat saya bersemangat kembali. Yaitu bahwa tiada kesuksesan tanpa pengorbanan. Begitu juga dengan surga. Sehingga benar jika dikatakan bahwa, “mau masuk surga kok  males-malesan.” Karena begitulah prinsip alam. Siapa menanam, mengetam. 

Judul lain yang menarik dari kumpulan puisi ini yaitu Donquixote. Membacanya mengingatkan saya tentang seorang tokoh dalam komik. Donquixote Doflamingo ialah mantan Sichibukai sekaligus mantan Tenryuubito yang memiliki kekuatan buah setan Ito Ito no Mi. Wah, pasti penggemar One Piece tahu hal ini.

Nah, buah setan itu dapat membuat Doflamingo memproduksi serta memanipulasi benang yang sifatnya tajam seperti pisau. Doflamingo juga termasuk salah satu pengguna buah setan yang mampu mencapai tahap Awakening. Dia mampu memanipulasi lingkungan sekitarnya menjadi benang yang dapat digunakan sebagai senjata mematikan dalam pertarungan. 

Pada judul inilah hati saya terpaut pada salah satu iklan yang sering melewati media sosial saya. Tentang anak-anak yang terisolasi hidupnya. Tentang mereka yang suka menembakkan peluru-peluru dan mengabaikan perdamaian. Tentang mereka yang rindu untuk segera pulang. Meski tak tahu kemana perginya tanah air yang telah terampas itu. 

Masih ada banyak lagi judul di dalam kumpulan puisi ini. Temanya tentang perjalanan akan mengingatkan kita akan arti sebuah rumah, singgah, dan pulang. Membaca Sejumlah Pertanyaan Tentang Cinta juga mengajarkan saya akan pilihan kata yang indah, dan tentu saja mengasah kepekaan saya terhadap rasa. Tidak rugi juga kok untuk kalian yang belum menyukai puisi agar mencoba untuk membacanya. 

Sejumlah Pertanyaan Tentang Cinta oleh Pringadi Abdi Surya

Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, 2019, 99 halaman

4/5