Beberapa waktu lalu mendapatkan pelajaran paling berharga saat ngaji dengan ustadz, yaitu tentang menghindari menyalahkan takdir atau ketetapan Allah.
Tak lama berselang, saya juga membaca tentang Filosofi Teras, bahasannya juga sama bagaimana kita menyikapi sesuatu yang terjadi di luar kendali kita (takdir).
Ali bin Abi Thalib berkata tentang takdir bahwa ia adalah jalan gelap yang tidak bisa ditempuh. Juga samudra dalam yang tidak bisa diselami maka jangan sekali-kali memasukinya.
Sering sekali saya diresahkan oleh hal-hal yang diluar kendali. Misalnya saat masuk kerja lalu ada yang senewen dengan kita, resah. Ada teman yang mengecewakan sikapnya, resah. Padahal itu semua diluar kendali kita. Padahal tugas saya hanya masuk kerja lalu bermuammalah secara baik dengan semua orang. Masalah orang lain akan menyenangkan kita atau memusuhi kita, itulah takdir Allah. Sesuatu yang terjadi di luar kendali kita. Bagaimanapun kita tidak akan bisa mengendalikan pikiran atau omongan orang lain. Tugas kita hanya berbuat baik pada sesama lalu biar Allah yang menyelesaikannya. Selesai.
Setelah mempraktekkan jurus itu saya lebih plong. Lebih lega dan lebih tenang menghadapi berbagai persoalan. Siapa sih yang tidak mau sampai pada Allah? Kata ustadz saya sih yang mau sampai pada Allah maka harus bersih hatinya.
Benarlah apa yang disampaikan oleh Imam Syafi’i rahimahullah : Keridhaan semua manusia adalah puncak yang tidak bisa dicapai.
Benar saja, ketika kita berharap seseorang akan selalu berbuat baik pada kita, itu mustahil. Karena jelas bahwa kita tidak akan bisa menggantungkan harapan pada manusia. Tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan saya dan orang-orang yang pernah kita agung-agungkan kebaikan, kedermawanan, ataupun keshalihannya. Kalau ada yang tidak pas dengan hati, kita cukup meninggalkan perkara itu saja kok. Mudah sebenarnya ~
Kita bisa memilih, berjalan melawan takdir dan babak belur atau bertawakkal pada Allah dan menyerahkan segala urusan padaNya. Karena Allah lah sebaik-baik perencana 💙
Begitu juga dengan ramainya pemberitaan di sosmed baik pra maupun pasca Pemilu. Miris dan sedih rasanya melihat teman saling menghujat, saudara saling hina, hanya gara-gara orang yang didukungnya. Bukan apatis sih, hanya saja saya yang melihatnya terus-terusan dan seakan tidak pernah berhenti jadi agak jengah juga. Meskipun saya salah satu pendukung paslon, bukan berarti saya juga harus benci dan melemparkan hinaan pada pendukung yang lain. Buat apa sih? Dapat apa sih? Sudahkah kita menyaring kebenaran sebelum menuduh yang lain sedang memberitakan kebohongan? Jangan-jangan kita juga sama dengan mereka yang kita tuduh?
Pasca Pemilu lebih parah lagi. Sedih rasanya hati ini melihat semua lini media sosial dihiasi dengan hal-hal yang menurut saya tidak perlu. Berita yang entah benar atau tidak secara massive disebarkan kesana kemari. Belum lagi pendukung salah satunya yang jumawa hingga keluar kalimat agar saudaranya pindah negara saja. Ya Allaah, bagaimana bisa Islam bersatu jika hal-hal seperti ini terus saja diperdebatkan?Saya pikir pasca Pemilu suasana akan jadi lebih kondusif, nyatanya tidak.
Kita sudah berupaya semaksimal mungkin, berlari sekencang mungkin, namun ketika waktunya menyerahkan urusan itu pada Allah dengan banyak-banyak bermunajat dan berdoa malah dihiasi dengan saling hina, saling tuduh, saling hujat, yang kesemuanya tidak akan pernah bisa merubah apapun. Hanya doa lah yang bisa merubah takdir, bukan hujatan dan menebar kebencian. Memang berat ya pengamalan iman pada qadha dan qadar ini.
Daripada membuang energi untuk hal-hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, justru doamu yang tulus lah yang akan merubah takdir, atau menolongmu berdiri kokoh di jalan yang bahkan kau sendiri tidak menyukainya. Sekali lagi, lepaskan sesuatu yang bukan menjadi kendali kita. Maka kita akan lebih bahagia.
Salam, dari yang sedang belajar woles dengan : Yuk ngopi aja! 💙
#30DJ2 #30DJ2_RepostDay15 #30DJ